Mohon tunggu...
Rachmah Dewi
Rachmah Dewi Mohon Tunggu... Penulis - DEW | Jakarta | Books Author | Certified Content Writer and Copywriter

Books Author | Certified Content Writer and Copywriter | Email: dhewieyess75@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Refleksi Hari Buruh: Mau Bekerja atau Mau Dikerjain?

3 Mei 2017   10:21 Diperbarui: 1 Mei 2019   15:21 2670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: tommcifle.com

Balik lagi, sebenarnya kita ini kerja apa dikerjain?

Jika memang kita mengabdi atau bekerja dalam suatu perusahaan sudah selayaknya kita sebagai karyawan mendapatkan hak yang sama rata dengan karyawan lainnya. Apalagi jika kita telah bekerja di perusahaan tersebut lebih dari satu tahun. saya rasa tidak ada karyawan di mana pun mereka bekerja yang Cuma mau mendapatkan gaji saja, tanpa adanya uang tunjangan lain seperti: asuransi, BPJS, atau juga uang makan.

Karyawan juga manusia biasa, mereka sama punya hati nurani, dan tentunya mereka masuk sebagai karyawan juga melalui serangkaian prosesi tes yang sama dengan karyawan lain. Tapi mengapa masih ada status karyawan yang tidak jelas? Pegawai kontrak bukan, pegawai tetap juga bukan. Saya merasa kasihan sekali dengan nasib karyawan yang tidak jelas statusnya tersebut.

sumber: tirto.id
sumber: tirto.id
***

Dan dalam sebuah artikel yang saya baca di Tirto.id tentang praktik kecurangan terhadap karyawan magang di pabrik, itu juga menjadi keresahan saya. Bagaimana tidak? Lulusan SMA atau SMK yang sedang ingin-inginnya mendapat pekerjaan guna membantu kehidupan ekonomi keluarganya, malah ditipu oleh oknum-oknum penyalur tenaga kerja abal-abal.

Nasib para pencari magang makin mengkhawatirkan. bukannya membuat aturan yang memperketat skema magang, Menteri Ketenagakerajaan Hanif Dhakiri justru membuka luas celah kecurangan. Pada 14 Desember 2016, Hanif menandatangi Peraturan Menteri 36/2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di dalam Negeri. Aturan itu merupakan revisi dari peraturan yang sama di tahun 2009. Di dalamnya diatur bahwaa "peserta magang" terbuka bagi pencari kerja. Artinya, ia tidak hanya untuk usia SMA, dan batas usianya paling rendah 17 tahun.

Dan contoh kasusnya terjadi pada Ibnu (Bukan nama sebenarnya) Ibnu, Mantan pekerja di perusahaan rekanan Pertamina ini terbelit kontrak magang selama setahun dengan PT ABC (Bukan nama perusahaan sebenarnya) “Umur saya 22 tahun, masih magang. Padahal sudah punya pengalaman kerja. Tapi ya gimana lagi, kita butuh kerja, magang saja enggak apa-apa,” ujar Ibnu

 Parahnya lagi, untuk bisa mendapatkan status magang itu, Ibnu harus mengeluarkan Rp5 juta sebagai uang “administrasi” ke  PT ABC. Uang sakunya pun dipotong. Sungguh hal tersebut membuat hati saya miris membaca berita tersebut, gaji gak seberapa, tapi Ibnu harus mengeluarkan uang 5 juta rupiah sebagai biaya administrasi.

Selain menguntungkan penyalur tenaga kerja, status tenaga magang yang bekerja lebih dari setahun menguntungkan perusahaan. Perusahan-perusahaan tidak perlu membayar mahal tenaga buruh. Apalagi, dalam salah satu pasal dari peraturan magang itu, tenaga magang diperbolehkan hingga 30 persen dari jumlah pekerja di perusahaan. Nah kan! Sangat bahaya!

Harapan saya, semoga praktik magang abal-abal seperti ini segera ditindak tegas oleh pemerintah, kasihan bagi para lulusan SMA/SMK yang berkompeten harus dibodoh-bodohi oleh oknum abal-abal ini. Dan kasihan juga para lulusan sarjana strata 1 yang bekerja, tapi mereka tidak mendapat status karyawan yang jelas di perusahaan tersebut. Ya udah deh, sekian dulu artikel saya. Terimakasih yang udah baca! (DEW)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun