Mohon tunggu...
Raafi Arrasy
Raafi Arrasy Mohon Tunggu... Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

tertarik dengan isu isu sosial dan psikologi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Komunitas Marah Marah" di Platform "X": Sebuah Analisis Sosiologis atas Fenomena Curhatan Online Korban Kejahatan

29 Juni 2025   09:56 Diperbarui: 29 Juni 2025   09:56 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komunitas Marah Marah di Platform X (Sumber: X)

Yang paling utama dan penting banget adalah pendidikan karakter yang fokus banget ke pengembangan kecerdasan emosional (EQ). Para korban kejahatan itu sering ngalamin trauma emosional yang dalam banget, entah karena kehilangan harta benda, hubungan hancur, atau rasa percaya yang udah nggak ada lagi. Pendidikan harus bisa ngasih bekal ke setiap orang, terutama mereka yang gampang jadi korban atau yang udah jadi korban, gimana caranya ngerti, ngelolah, dan nyalurin emosi negatif kayak marah, kecewa, dan frustrasi, dengan cara yang sehat dan membangun. Ini bukan berarti emosinya harus dipendam atau dihilangkan, tapi gimana caranya nyalurin ke hal-hal yang positif. Misalnya, dorong mereka buat cari bantuan profesional dari psikolog atau konselor, gabung sama kelompok dukungan yang lebih terarah, atau bahkan pakai energi marah itu buat hal baik, kayak jadi aktivis yang ngasih peringatan ke orang lain biar nggak jadi korban yang sama. Pendidikan bisa ngajarin teknik-teknik biar lebih rileks, fokus (mindfulness), atau cara ngomong yang tegas tapi sopan (komunikasi asertif) buat ngungkapin marah tanpa ngerusak diri sendiri atau orang lain.

Selain itu, literasi digital juga harus ditingkatin banget dan secara menyeluruh. Ini nggak cuma soal bisa pakai komputer atau HP, tapi lebih dari itu, gimana caranya kita bisa menjelajahi internet dengan pintar dan aman. Pendidikan literasi digital harus ngajarin gimana cara nyari dan ngecek informasi secara kritis, biar orang nggak gampang kemakan berita bohong atau info yang bikin makin marah dan emosi nggak karuan. Lebih dari itu, literasi digital juga harus ngajarin pentingnya etika ngobrol di dunia online. Kita perlu ngajarin pentingnya jaga batas, hargai privasi orang lain, dan jangan nyebarin fitnah atau omongan kebencian, meskipun kita lagi marah banget. Orang harus sadar kalau meskipun ada kesan nggak dikenal, setiap tindakan di dunia maya itu ninggalin jejak dan ada akibatnya di dunia nyata. Pendidikan juga harus nanemin pentingnya empati, bahkan waktu kita lagi dikuasai marah. Dengan peduli sama perasaan orang lain, seseorang bakal lebih bisa ngerti dampak dari kata-kata atau perbuatan mereka ke orang lain, jadi bisa ngehindarin mereka ngelakuin hal yang ngerugiin orang lain atau diri sendiri.

Pendidikan juga punya peran besar dalam ngebentuk resiliensi atau daya tahan mental dan emosional. Kita perlu ngajarin orang buat jadi lebih kuat hadapin kekecewaan, kegagalan, atau bahkan pengalaman jadi korban. Kalau punya resiliensi yang bagus, seseorang nggak bakal gampang larut dalam kemarahan yang ngerusak dan lebih cepat bangkit dari keterpurukan. Lingkungan pendidikan, mulai dari keluarga di rumah sampai sekolah dan universitas, harus jadi tempat yang aman dan mendukung. Di sinilah orang bisa ngerasa nyaman buat cari bantuan, cerita soal masalah mereka, dan nggak ngerasa harus ngelampiasin marah dengan cara yang ngerusak di dunia online. Kerjasama antara sekolah, keluarga, psikolog, bahkan pihak hukum itu penting banget buat ngasih dukungan dan edukasi yang lengkap. Dengan begitu, pendidikan diharapkan bisa bikin orang jadi nggak cuma pintar, tapi juga kuat mentalnya, jujur, peduli sama orang lain, dan bertanggung jawab waktu pakai teknologi.

Jadi, fenomena "komunitas marah marah" di platform "X", yang isinya para korban kejahatan, itu gambaran jelas dari gimana dunia online bisa jadi tempat orang-orang ngelampiasin emosi karena mungkin di dunia nyata mereka ngerasa nggak dapat keadilan atau tempat aman. Dari kacamata analisis sosiologis, kita bisa ngerti kalau komunitas ini muncul karena orang ngerasa anomi, di mana aturan keadilan kayaknya diabaikan atau nggak jalan. Ini bikin para korban cari dukungan dan rasa punya identitas yang sama di dalam kelompok. Tapi, meskipun "komunitas marah marah" ini bisa ngasih dukungan emosi di awal dan rasa nggak sendirian, kalau kemarahan yang jadi dasar komunitas ini nggak diurus dan disalurin dengan baik, malah bisa bikin masalah baru, baik buat diri sendiri maupun buat lingkungan digital secara umum.

Makanya, ngatasin masalah ini nggak bisa cuma ngandelin penegakan hukum aja. Kita butuh cara yang lebih lengkap, yang ngelibatin banyak pihak, terutama lewat jalur pendidikan. Pelajaran dari pendidikan nunjukkin kalau bikin literasi digital yang bagus banget, yang isinya kemampuan mikir kritis, ngerti soal privasi online, dan etika berinternet, itu penting banget. Lebih dari itu, pendidikan karakter yang fokus ke kecerdasan emosional -- kayak bisa ngelolah marah dengan sehat, nanemin rasa empati, dan ngerti pentingnya tanggung jawab sosial waktu berinteraksi di dunia maya -- harus jadi prioritas utama. Dengan ngasih bekal ke setiap orang, terutama para korban, soal cara ngelola emosi yang sehat, mikir kritis soal info di internet, dan ngobrol yang beretika, kita harap bisa bantu mereka bangkit dari keterpurukan. Tujuan akhirnya adalah buat nemuin cara-cara yang lebih membangun buat sembuh dari lukanya. Bukan cuma sekadar ngelampiasin marah, tapi juga ngebangun kekuatan diri dan nyalurin energi negatif jadi sesuatu yang positif. Ini bukan cuma soal ngehindarin masalah baru, tapi juga tentang bikin masyarakat digital yang lebih peduli, bertanggung jawab, dan akhirnya, lebih sehat buat semua orang yang pakai.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun