Mohon tunggu...
Irfan Yudha Prawira
Irfan Yudha Prawira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Isu-Isu di Media Massa

18 Juni 2021   10:47 Diperbarui: 18 Juni 2021   11:06 3416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada saat ini, Media sudah bisa dianggap mendunia. Dapat dikatakan mendunia karena media bisa ditemui dimana saja dan kapan saja. Media sendiri terdapat dua macam, yaitu Media Massa dan Media Sosial. Pengertian dari media massa sendiri adalah sarana komunikasi massa yang dimana proses penyampaian pesan, gagasan, atau informasi kepada orang banyak (publik) secara serentak dan bersamaan. Sedangkan Media Sosial adalah sebuah media yang digunakan untuk bersosialisasi dengan satu sama lain dan dilakukan secara online yang memungkinkan setiap orang untuk saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu. Tetapi di Indonesia sendiri, isi dari media massa dan media sosial juga ada berbagai macam aturannya, tidak semua konten di media sosial bisa di sebarkan luaskan di media secara asal-asalan.

Untuk media yang difokuskan pada essay ini adalah media massa. Kenapa saya media massa ? karena media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi seperti surat kabar, film, radio dan televisi. Media massa memiliki karakteristik tersendiri, yang pertama media massa bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan,pengelolaan sampai pada penyajian informasi.

Yang kedua media massa bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalau pun terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda. Yang ketiga media massa meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang dalam waktu yang sama. Yang keempat media massa memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar, dan semacamnya. Dan yang kelima media massa bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal batas usia, jenis kelamin, dan suku bangsa.

Didalam media massa sering terjadi kasus atau isu-isu yang kurang mengenakkan, yang pertama adalah kasus peretasan. Peretasannya pun beragam, mulai dari pencurian data untuk memperoleh akses login, menyusup ke sistem dan mengambil database, hingga meretas untuk sekadar mendapat perhatian. Berbagai upaya di atas dilancarkan dengan menyerang titik lemah dari sebuah sistem yang ada. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Tifatul Sembiring menegaskan, peretasan adalah suatu pelanggaran hukum. Di Indonesia, aturan soal peretasan telah dimuat dalam Undang-Undang (UU) 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ITE).

Pasal 30 ayat 1, ayat 2, dan atau ayat 3 UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), berbunyi (1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik orang lain dengan cara apa pun. (2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Dan, (3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan. Selain itu juga Pasal 32 ayat 1 UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang berbunyi (1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik.

Contoh kasus peretasan yang pernah terjadi di Indonesia adalah Pada tahun 2004 Indonesia digemparkan dengan kasus peretasan situs web milik Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini menghebohkan Tanah Air karena bertepatan dengan momen pemilihan umum. Pelaku akhirnya tertangkap atas nama Dani Firmansyah. Ia meretas situs KPU dan mengganti nama serta gambar partai peserta pemilu menjadi nama-nama lain seperti Partai Jambu, Air Minum Dalam Kemasan, dan lain sebagainya. Dani mengaku bahwa aksinya ini tidak bermuatan politik. Dalam keterangannya, ia mengaku hanya ingin menguji keamanan situs web KPU. Dani akhirnya dijatuhi hukumuan kurungan penjara 6 bulan 21 hari atas perbuatannya.

Kemudian pada tahun 2013 lalu, kelompok Anonymous Indonesia melancarkan serangan peretasan ke situs-situs Australia. Puluhan situs pun berhasil dibuat down saat itu. Pemicunya adalah isu spionase Badan Intelijen Australia terhadap Presiden kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono, dan sejumlah petinggi negara lain pada tahun 2009. Tindakan spionase ini diungkap mantan pegawai National Security Agency, Edward Snowden. Para hacker Indonesia pun menjadikan situs-situs bisnis dan pemerintahan Australia sebagai target peretasan. Bahkan, situs web resmi Badan Intelijen Australia sempat tumbang selama beberapa saat. Tak lama, sekelompok orang yang mengaku sebagai Anonymous Australia melancarkan serangan balik. Hasilnya, situs-situs milik KPK, Polri, Garuda Indonesia, juga sempat dibuat down.

Kemudian di media massa ada isu yang mengenai pencemaran nama baik. Pencemaran nama baik (menista) sebenarnya merupakan bagian dari bentuk penghinaan yang diatur dalam Bab XVI KUHP. Pengertian "penghinaan" dapat ditelusuri dari kata "menghina" yang berarti "menyerang kehormatan dan nama baik seseorang". Korban penghinaan tersebut biasanya merasa malu, sedangkan kehormatan disini hanya menyangkut nama baik dan bukan kehormatan dalam pengertian seksualitas. Perbuatan yang menyinggung ranah seksualitas termasuk kejahatan kesusilaan dalam Pasal 281-303 KUHP Penghinaan dalam KUHP terdiri dari pencemaran atau pencemaran tertulis (Pasal 310), fitnah (Pasal 311), penghinaan ringan (Pasal 315), mengadu dengan cara memfitnah (Pasal 317) dan tuduhan dengan cara memfitnah (Pasal 318).

Contoh kasus pencemaran nama baik adalah seorang musisi Indonesia yaitu Ahmad Dhani terjerat Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE dengan dugaan pencemaran nama baik, di mana terdakwa membuat konten video yang berisi kata "idiot" yang dianggap melecehkan nama baik peserta demo di luar hotel tempat terdakwa menginap. Apabila melihat dari kasus tersebut, terdakwa dapat dipidana jika memenuhi unsur yang ada dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, di mana pengertian dari pencemaran nama baik merujuk pada pasal-pasal mengenai penghinaan yang diatur dalam KUHP. Karena kasus inilah Ahmad Dhani dikenakan tuduhan atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang merujuk pada Pasal 311 KUHP, yang dimaksud menyebarkan tuduhan pencemaran nama baik adalah menuduhkan satu perbuatan bukan penghinaan.

Dari kasus dan isu-isu yang sudah saya sebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam menggunakan media massa kita harus mematuhi aturan-aturan yang sudah dibuat oleh negara. Undang-undang berfungsi untuk digunakan sebagai otoritas, untuk mengatur, untuk menganjurkan, untuk menyediakan (dana), untuk menghukum, untuk memberikan, untuk mendeklarasikan, atau untuk membatasi sesuatu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun