Mohon tunggu...
Qurrota A'yunin
Qurrota A'yunin Mohon Tunggu... -

Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pentingnya peranan Orang tua pada Fase Transisi Anak Remaja

22 Desember 2014   08:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:45 1084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1419184413491367338

Masa Remaja merupakan Masa transisi dari anak menuju masa dewasa, yang ditandai dengan berbagai perubahan pada diri remaja, baik fisik maupun psikis (Santrock, 2002 ). Selain perubahan tersebut, terdapat pula perubahan dalam lingkungan seperti sikap orang tua dan anggota keluarga lain, guru, teman maupun masyarakat pada umumnya. Secara umum masa remaja di Indonesi dibagi menjadi tiga jenis, remaja awal (12-15 tahun). remaja tengah (15-18 tahun) dan remaja akhir (19-22 tahun).

Remaja  yang  berada dalam proses perkembangan, baik perkembangan fisik, kognitif, bahasa, sosio-emosional, nilai-nilai dan moral agama dan kemandirian. Dalam proses pengembangan potensi-potensi, adakalanya bimbingan ataupun arahan yang tepat kepada para remaja sehingga mereka yang masih berada pada tahap perkembangan tidak mengalami hambatan maupun salah pemahaman dalam proses perkembangan tersebut. Sehingga perlu difasilitasi untuk diberikan bantuan agar dapat tumbuh berkembang optimal.

Fasilitas yang dimaksud bukanlah sebuah Gadget,  yang mana semakin hari gadget semakin mendapatkan rating teratas dikalangan remaja. Semakin canggih fitur-fitur yang ada di dalam apikasi tersebut semakin banyak yang ingin memiliki gadget tersebut. Tidak menutup kemungkinan penyalahgunaan gadget tersebut juga akan banyak dilakukan oleh para pengguna terutama pengguna remaja, yang sejatinya produktivitas keingintahuan dan rasa penasarannya berada pada tahap yang tinggi. Dari berbagai penjuru Negara, masyarakat yang konsumtif aktif jatuh pada Negara Indonesia. Iya, masyarakat di Indonesia lebih memilih instan dan konsumtif daripada yang susah dan produktif.

Dalam artikel ini, penulis mengulas tentang latar belakang sebab terjadinya konflik yang terjadi pada remaja cantik berusia 16 tahun, masuk pada kategori remaja tengah. Yang mana dalam masa ini mulai berkembangnya kemampuan berfikir yang baru, teman sebaya  dan penerimaan dari lawan jenis memiliki peran penting dalam hidupnya (Santrock, 2002 ). Remaja perempuan yang dikenal dengan kecantikan, kekayaannya serta bagaimana individu berinteraksi dengan baik dengan teman-temannya. Dibalik itu semua tenyata mempunyai kebiasaan yang kurang baik. Yang mana kebiasaan tersebut hasil dari proses perkembangannya yang unfinish (belum terselesaikan).

Konflik yang terjadi pada  remaja ini mendapatkan respon dari guru-gurunya. Kenapa tidak?? Dilihat dari latar belakangnya yang baik dan dibesarkan oleh keluarga yang berpotensi, secara tiba-tiba menarik diri, sering membolos, kecenderungan pada seksualitas,  mulai berbohong kepada orang tua, dan mengalami kemunduran yang drastis dalam semangat belajarnya. Sehingga guru-guru menyarankan si remaja tersebut untuk mau berkonsultasi kepada seorang konselor. Harapan para guru dan orang tua hanya mengembalikan putri kecilnya kembali ke pribadi yang selayaknya remaja-remaja seusianya.  Produk yang ada saat ini adalah remaja tersebut menjadi seseorang yang pemurung, tanpa memperdulikan lagi kondisi lingkungan disekitarnya, free sex yang tidak dapat dihindarinya, lebih menekankan pada perilaku-perilaku maladaptif  yang dimunculkan oleh remaja tersebut. Hal tersebut tidaklah jauh dari akibat diberikannya fasilitas yang melebihi intensitas usianya.

Untuk kasus ini, konselor menggunakan pendekatan teori Realitas. Dimana prinsip teori realitas yaitu menurut Gerald Corey (2013) dalam bukunya,Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi,mengatakan bahwa terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan kepada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti utama dari terapi realitas adalah Pengalaman masa lalu diabaikan karena terapi realitas mengarahkan pandangan penilaiannya pada bagaimana perilaku saat ini dapat memenuhi kebutuhan konseli. Dengan kata lain terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang. Meskipun tidak menganggap perasaan dan sikap tidak penting, tetapi terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku sekarang.

Terapi realitas adalah proses pengajaran (teaching process) dan bukan proses penyembuhan (healing process). Itu sebabnya terapi realitas sering menggunakan pula pendekatan kognitif dengan maksud agar konseli dapat menyesuaikan diri terhadap realitas yang dihadapinya. Seperti halnya kasus PI, PI membutuhkan seorang pembimbing untuk mengeluarkan dia dalam keterbelenggunya dalam dunia bebas tersebut. Disini peran konselor mengarahkan PI untuk memahami masalah dan keinginan-keinginan yang terpendam dalam diri PI. Konselor membantu Mengeskplorasikan kebutuhan – kebutuhan yang selama ini di pendamnya, agar tujuan hidup dan tujuan untuk masa depan konseli jelas dan mampu untuk dikembangkan secara pribadi oleh konseli. Pada prinsip teori reakitas, disana menyebutkan bahwa “Pengalaman masa lalu diabaikan karena terapi realitas mengarahkan pandangan penilaiannya pada bagaimana perilaku saat ini dapat memenuhi kebutuhan konseli”, dari satu kalimat tersebut sudah jelas bahwa disini konselor tidak mengungkit masa lalunya, akan tetapi PI di arahkan bagaimana untuk memandang masa depannya itu lebih indah tanpa harus terpuruk dalam masa lalunya. Disini di sebutkan bahwa PI kecenderungan akan seksualitas, hal tersebut dapat di hentikan dengan memberikan reinforment  (penguatan) kepada PI bahwa sesungguhya PI mampu untuk berhenti dan keluar dari kebiasaan buruknya. Tidak terlebih juga dengan bantuan orang tua, yang mana orang tua tidak dapat sepenuhnya menyalahkan PI dalam hal tersebut, karena masalah yang terjadi pada PI tidak kemungkinan bahwa bermula dari ketiadaan peran orang tua dalam membimbing dan mendidik PI selama ini. Konselor mencoba untuk membangun komunikasi dua arah antara PI dengan orang tuanya agar kedepannya tidak menimbulkan masalah yang baru dan yang lebih besar. karena sejatinya kunci utama dalam sebuah masalah adalah komunikasi. Jikalau komunikasi itu berjalan dengan baik antara kedua pihak maka masalah yang akan dihadapi pun tidak akan menjadi besar dan rumit. Asalakan keduanya mampu untuk saling memahami bukan menghakimi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun