Mohon tunggu...
Qodarian Pramukanto
Qodarian Pramukanto Mohon Tunggu... -

Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perspektif Bioregion dalam Pengelolaan DAS Citarum

4 Mei 2011   16:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:04 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk kasus DAS CiTarum dapat dibentukan semacam Kelompok Kerja (Pokja) Pengelolaan DAS yang menjadi wadah untuk menghimpun dan mempunyai kewenangan mengelola. Pokja ini beranggotakan unsur pemerintah daerah Pemprov, Kota dan Kabupaten, unsur sektoral, masyarakat, perguruan tinggi, serta steakholder terkait dimana masing-masing komponen mempunyai kedudukan yang sama (co-equality) dan berperanan secara sinergis.
Kedua, atribut pengelolaan suatu DAS hendaknya tidak hanya mengacu pada unit analisis spasial (batas-batas wilayah biofisik) semata, sebab domain atribut tersebut seringkali melampaui perspektif nilai atau aktivitas yang dapat dikenali. Oleh karena itu ukuran kualitas pengelolaan dapat disandarkan pada prinsip “kecocokan” (congruence), yaitu konsistensi antara karakteristik biofisik (dimensi spasial) dengan atribut aktivitas (dimensi aktivitas komunitas) pada unit bioregion yang bersangkutan. Prinsip ”kecocokan” ini dapat dilihat pada perspektif pelaku. Perspektif pelaku tersebut hendaknya selalu berada dalam koridor nilai dan aktivitas dalam memandang batas wilayah yang sama.
Ketiga, pentingnya pertimbangan atas adanya bentuk hubungan antara alam dan budaya masyarakat yang ada. Pemahaman terhadap interaksi yang terjadi atas kehadiran komunitas di suatu wilayah bioregion yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi lingkungannya adalah penting. Interaksi tersebut membentuk resonansi yang dibangun oleh keterhimpitan (coincidence) dua wilayah yang menurut Berg dan Dasmann (1977) disebut sebagai bentang alam (terrain) geografis dan “bentang alam” kesadaran (consciousness). Resonansi khas yang terbentuk akan membedakan komunitas tersebut dengan komunitas lainnya. Pada skala bioregional tersebut keterhimpitan dua wilayah “bentang alam” di atas mengekspresikan domain budaya masyarakat yang bersangkutan. Sehingga kebijakan dalam pengelolaan DAS perlu menyertakan domain-domain masyarakat yang ada di dalamnya. Semoga konsep bioregional ini bermanfaat dan dapat menjadi alternatif pendekatan dalam penyusunan program pengelolaan daerah aliran sungai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun