Mohon tunggu...
Qomaruddin
Qomaruddin Mohon Tunggu... Copywriter yang tertarik pada isu pendidikan dan pemberdayaan masyarakat | Humas Al Irsyad Purwokerto | Redaktur Suara Al Irsyad

Menulis kata, merangkai aksi, dan menumbuhkan harapan untuk dunia yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pos Ronda? Online Saja

12 September 2025   10:57 Diperbarui: 12 September 2025   10:57 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian kembali menyerukan pentingnya mengaktifkan Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling). Seruan ini memunculkan nostalgia: pos ronda bambu, kentongan di sudut kampung, dan bapak-bapak yang bergantian berjaga sambil meneguk kopi sachet. Tetapi pertanyaan yang lebih relevan hari ini adalah: apakah siskamling masih harus berbentuk pos ronda fisik, atau cukup bergeser ke ruang digital?

Siskamling = Kesadaran Kolektif

Siskamling sejatinya tidak pernah sekadar giliran ronda atau bangunan pos jaga. Esensinya adalah kesadaran kolektif---bahwa keamanan lingkungan adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya aparat atau satpam.

Dulu, setiap rumah dilengkapi kentongan. Bunyi kentongan bukan hanya penanda bahaya, tapi juga simbol keterhubungan. Begitu satu rumah berbunyi, rumah lain akan merespons, hingga seluruh kampung siaga.

Hari ini, kentongan bisa digantikan oleh ponsel pintar, grup WhatsApp RT, atau handy talky (HT). Prinsipnya tetap sama: siapa pun yang melihat aktivitas mencurigakan punya kesadaran untuk segera melaporkan dan berbagi informasi.

Dari Slow Living ke Era Serba Sibuk

Pada masa lalu, kehidupan berjalan dengan ritme slow living. Petani terbiasa keluar malam untuk mengecek sawah, pedagang sayur sudah sibuk sejak dini hari menyiapkan dagangan. Nongkrong di pos ronda bukan beban, melainkan bagian dari rutinitas sosial.

Kini, ritme hidup berubah drastis. Warga pulang larut dalam kondisi lelah, lebih memilih beristirahat daripada berjaga. Fungsi ronda pun bergeser: digantikan satpam kompleks, iuran keamanan, CCTV, pagar tinggi, dan sistem keamanan privat. Banyak pos ronda hanya tersisa papan nama kusam atau bangunan kosong.

Inilah mengapa efektivitas pos ronda mulai dipertanyakan.

Efektivitas Pos Ronda Fisik

Tak bisa dipungkungi, pos ronda tradisional juga punya kelemahan. Kadang jaga malam berubah menjadi sesi ngobrol panjang atau main kartu, sehingga perhatian pada lingkungan justru menurun. Ada pula yang sekadar "mengisi absen" tanpa benar-benar mengawasi situasi.

Akibatnya, ronda yang seharusnya menjadi garda depan keamanan kadang dianggap tidak tanggap dan kurang awas. Kasus pencurian atau gangguan keamanan bisa saja tetap terjadi meski ada pos ronda, karena fokus penjaga terpecah atau koordinasi minim.

Karena kelemahan-kelemahan inilah, wajar bila siskamling perlu bertransformasi.

Pos Ronda Online

Hilangnya pos ronda fisik tidak berarti hilangnya semangat siskamling. Di era digital, pos ronda bisa bertransformasi menjadi pos ronda online.

Grup WhatsApp warga, aplikasi keamanan lingkungan, hingga koordinasi real-time dengan kamera CCTV bisa menjadi penghubung baru. Warga tidak perlu duduk berjam-jam di pos bambu, tetapi tetap bisa berjaga melalui keterhubungan digital. Setiap orang menjadi "mata dan telinga" lingkungan, dengan laporan yang bisa menyebar dalam hitungan detik.

Model ini memberi fleksibilitas. Generasi muda yang sibuk pun tetap bisa berpartisipasi, meski sekadar memantau notifikasi. Dengan begitu, siskamling tetap hidup, hanya berganti wajah.

Refleksi dan Harapan

Namun, teknologi hanyalah alat. Tanpa kesadaran bersama, grup WhatsApp hanya akan penuh promosi, dan CCTV hanya jadi tontonan sesekali. Siskamling tetaplah soal peduli: kesediaan untuk saling menjaga.

Dulu, kentongan bambu menjadi pengikat. Kini, notifikasi ponsel bisa menggantikannya. Tetapi baik kentongan maupun smartphone sama-sama tidak berarti apa-apa tanpa partisipasi warga.

Pos ronda boleh saja hilang, tetapi nilai gotong royong dalam menjaga keamanan harus tetap bertahan. Justru dengan teknologi, sistem ini bisa lebih cepat, lebih tanggap, dan lebih efektif daripada ronda fisik yang kadang kurang awas.

Siskamling hari ini bukan lagi soal menyalakan lampu di pos ronda bambu, melainkan menyalakan kesadaran kolektif. Pos ronda online adalah simbol transformasi tradisi lama ke era digital.

Keamanan lingkungan tidak akan lahir dari pagar tinggi atau CCTV semata, melainkan dari kepedulian bersama. Maka, mari kita hidupkan kembali siskamling dengan cara baru, tapi dengan semangat lama: saling menjaga, saling terhubung, dan saling percaya.

Dan mungkin, pertanyaan yang layak kita renungkan: apakah kita siap menjaga keamanan bersama, meski tanpa pos ronda bambu, tapi dengan genggaman ponsel di tangan?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun