Tidak sedikit pencari kerja datang ke ruang wawancara dengan gugup, mencoba menampilkan versi terbaik dari dirinya, kadang dengan cara yang belum tentu mencerminkan siapa dirinya yang sebenarnya. Padahal, wawancara kerja bukanlah ajang unjuk kepintaran, melainkan ruang untuk saling mengenal dan membaca potensi.
Sebagai orang yang pernah terlibat dalam proses rekrutmen dari awal hingga akhir---termasuk pelatihan dan upgrading pasca seleksi---saya belajar bahwa kandidat terbaik bukan yang paling lancar menjawab, tapi yang paling jujur dalam memperlihatkan siapa dirinya.
Bukan Tentang Tahu Segalanya, Tapi Mau Belajar Segala Hal
Di balik CV yang rapi dan jawaban wawancara yang terstruktur, hal paling dicari kadang justru tersembunyi: apakah orang ini siap belajar? Apakah ia sadar bahwa dirinya belum tahu semuanya, dan justru karena itulah ia ingin bergabung?
Kandidat idaman, bagi saya, adalah mereka yang berani bilang "saya belum bisa", tapi langsung menyambungnya dengan "saya mau belajar." Mereka jujur tentang posisi awal mereka, tapi antusias terhadap kemungkinan berkembang bersama lembaga.
Yang Tak Tertulis di Kriteria, Tapi Terlihat di Sikap
Kami pernah menjumpai kandidat yang sangat unggul secara teknis---namun menutup ruang untuk evaluasi. Ada juga yang biasa saja kemampuannya, tapi menunjukkan sikap terbuka dan keinginan kuat untuk beradaptasi.
Dalam tim yang dinamis, lebih mudah bekerja sama dengan orang yang bisa mendengar dan menyesuaikan diri, daripada orang yang hanya bisa "menang" sendiri. Culture fit, empati, komunikasi, dan respek---semua itu sering kali jadi pembeda antara kandidat yang lolos dan tidak.
Gestur dan Nada Bicara Lebih Jujur dari Jawaban Panjang
Ketika proses wawancara berlangsung, saya melihat hal-hal kecil yang sering kali jauh lebih berbicara dibanding jawaban panjang: apakah ia memperhatikan? Apakah ia mendengar lebih dulu sebelum menjawab? Apakah ia terburu-buru "memamerkan" kemampuan, atau sabar untuk memahami kebutuhan tim?
Kandidat yang kami ingat bukan selalu yang paling lancar berbicara, tapi yang tulus saat menjawab. Kadang gugup, tapi tidak dibuat-buat.
Kandidat perlu memahami sejak awal bahwa para pewawancara dan penyeleksi adalah orang-orang yang sudah terbiasa membaca sikap, tutur kata, bahkan kecenderungan batin. Jadi, tidak ada gunanya berpura-pura. Jadilah diri sendiri, sampaikan kelebihan tanpa berlebihan, dan tunjukkan wajah yang antusias---bukan karena ingin mengesankan, tapi karena memang ingin menjadi bagian dari tim.
Masukan dari HRD Itu Cermin, Bukan Cacian
Pernah suatu waktu, saya melihat pewawancara memberi catatan langsung kepada kandidat, bahkan sebelum ia pulang. Bukan karena ingin menggurui, tapi karena ada harapan: semoga lain kali kamu bisa lebih siap, lebih percaya diri, lebih kenal dirimu.