Mohon tunggu...
Putu Diah Kirana
Putu Diah Kirana Mohon Tunggu... Guru Content Creator

Trust the seeds that you are planting

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Implementasi Nilai-Nilai THK dalam Tata Ruang Suatu Wilayah dan Integrasinya ke Dalam Kurikulum dan Pengajaran SMA

6 Oktober 2025   03:44 Diperbarui: 6 Oktober 2025   06:07 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Integrasi THK dan isu tata ruang ke dalam kurikulum SMA harus bersifat holistik dan memanfaatkan pendekatan pembelajaran mendalam (Deep Learning) untuk mencapai delapan dimensi Profil Lulusan. Pembelajaran mendalam menuntut pengalaman belajar yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan, di mana siswa tidak sekadar menghafal, tetapi mampu memahami, mengaplikasi, dan merefleksi pengetahuan yang diperolehnya.

Penerapannya dapat dilakukan pada mata pelajaran geografi, khususnya pada materi Pola Keruangan Desa dan Kota dapat dilakukan dengan menganalisis pola permukiman dan zonasi ruang suatu wilayah dan mengevaluasi kesesuaiannya dengan prinsip Palemahan, yaitu mengaplikasikan konsep ekologi dan pembangunan berkelanjutan terhadap perencanaan lahan (RTH, kawasan lindung, dll.). Dan juga pada materi Pembangunan Berkelanjutan dan Lingkungan Hidup, guru dapat mengajarkan cara menciptakan model rekomendasi kebijakan tata ruang yang mengintegrasikan prinsip Parhyangan dan Palemahan untuk konservasi lingkungan. Kemudian, pada mata pelajaran Sosiologi, pada materi Interaksi Sosial dan Institusi Sosial, guru dapat mengajak siswa menganalisis konflik dan kerja sama antarwarga (Pawongan) yang timbul akibat kebijakan tata ruang (misalnya, pembebasan lahan untuk pembangunan) dan pada materi Kearifan Lokal dan Perubahan Sosial, guru dapat mengintruksikan siswa untuk merefleksi bagaimana nilai-nilai Palemahan dan Pawongan menjadi kontrol sosial terhadap praktik pembangunan yang merusak lingkungan. Selanjutnya, guru pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila dapat mengajak siswa untuk mengevaluasi kebijakan tata ruang di daerahnya dan mengajukan argumen logis (Penalaran Kritis) mengenai keselarasan kebijakan tersebut dengan nilai-nilai Pancasila (Sila 1, 2, dan 5) pada materi Nilai-Nilai Pancasila dan Kewargaan. Kemudian, guru melatih siswa agar mampu mengaplikasikan hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara dalam mengawasi dan mengkritisi (kemandirian) pelaksanaan tata ruang yang mengabaikan prinsip THK. Jika di sekolah terdapat mata pelajaran Seni Budaya yang mengkhusus pada aspek Seni Rupa, guru dapat mengajarkan ke siswa untuk memahami dan mengidentifikasi elemen-elemen struktur rumah, pura, dan penataan desa adat yang mencerminkan hirarki Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan melalui materi Konsep Arsitektur Tradisional. Lalu, melalui materi Karya Seni Kontekstual, Siswa diharapkan mampu menciptakan maket atau desain tata ruang lingkungan sekolah yang baru dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip THK.

Untuk memastikan materi ini mencapai level pembelajaran mendalam, guru perlu mengubah praktik pedagogisnya:

  • Guru harus meninggalkan metode ceramah dan beralih ke strategi seperti Pembelajaran Berbasis Proyek (PjBL) atau Studi Kasus Otentik. Misalnya, siswa tidak hanya menghafal definisi Palemahan, tetapi melakukan survei lapangan untuk mendokumentasikan pelanggaran tata ruang (studi kasus) dan merumuskan solusi alternatif.

  • Pembelajaran harus didesain untuk mencakup tiga tahap pembelajaran mendalam, yaitu:

  1. Memahami: Siswa menguasai konsep dasar THK dan Tata Ruang Wilayah.

  2. Mengaplikasi: Siswa menggunakan THK sebagai tool analisis untuk mengevaluasi proyek pembangunan riil.

  3. Merefleksi: Siswa menilai peran mereka dan dampak tindakan mereka terhadap keseimbangan Palemahan (Regulasi Diri).

  • Guru harus memanfaatkan teknologi digital untuk menganalisis peta, citra satelit, dan data spasial (Pemanfaatan Digital), serta melibatkan ahli tata ruang dari BAPPEDA atau tokoh adat (Kemitraan Pembelajaran) untuk memberikan konteks nyata kepada siswa.

Dengan demikian, integrasi THK dalam tata ruang ke dalam kurikulum SMA tidak hanya memperkaya pemahaman budaya siswa, tetapi juga secara langsung melatih keterampilan penalaran kritis, kemampuan komunikasi, dan kepedulian sosial, selaras dengan tuntutan Profil Pelajar Pancasila dan kebutuhan pembangunan berkelanjutan di Bali.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun