Mohon tunggu...
putri vivi khumairah
putri vivi khumairah Mohon Tunggu... MAHASISWA MAGISTER AKK FKM UNHAS

Sedang sekolah magister di departemen administrasi kebijakan dan kesehatan FKM UNHAS

Selanjutnya

Tutup

Makassar

ROKOK BUKAN TREND: Mengungkap bahaya di balik asap

4 Oktober 2025   05:23 Diperbarui: 4 Oktober 2025   05:23 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pelajar merokok (Foto pelajar)  (Sumber: administrator)

Fenomena pelajar yang merokok masih banyak dijumpai di Indonesia. Gambar anak-anak sekolah berseragam dengan rokok di tangan menjadi potret nyata bahwa rokok dianggap sebagai bagian dari gaya hidup. Padahal, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018), prevalensi perokok pada anak usia 10–18 tahun mencapai 9,1% dan terus meningkat. Angka ini menunjukkan bahwa rokok masih dianggap trend di kalangan remaja, meski jelas-jelas berbahaya bagi kesehatan dan masa depan mereka.

Faktor lingkungan menjadi salah satu pendorong utama perilaku merokok pada remaja. Menurut penelitian dari Universitas Airlangga (2020), pengaruh teman sebaya dan kebiasaan keluarga berkontribusi besar terhadap keputusan anak untuk mencoba rokok. Selain itu, iklan rokok yang masih sering terlihat di berbagai media turut membentuk persepsi bahwa merokok identik dengan keberanian, kedewasaan, bahkan gaya hidup modern. Padahal, citra tersebut hanyalah konstruksi sosial yang menyesatkan.

Dampak rokok bagi kesehatan remaja sangatlah serius. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa rokok mengandung lebih dari 7.000 zat kimia berbahaya, dengan setidaknya 70 di antaranya bersifat karsinogenik (pemicu kanker). Anak yang merokok sejak dini berisiko mengalami kecanduan nikotin lebih cepat, serta meningkatkan peluang terkena penyakit jantung, gangguan pernapasan, dan kanker paru di usia muda. Selain itu, menurut Kementerian Kesehatan RI (2022), rokok juga dapat mengganggu perkembangan otak remaja yang masih dalam masa pertumbuhan.

Yang sering terlupakan adalah bahaya bagi perokok pasif, yaitu orang yang tidak merokok tetapi menghirup asap dari rokok orang lain. Menurut WHO, perokok pasif memiliki risiko yang hampir sama dengan perokok aktif, termasuk terkena penyakit jantung, kanker paru, dan gangguan pernapasan. Pada anak-anak, paparan asap rokok dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan, asma, serta penurunan fungsi paru-paru. Bahkan, bayi dan anak yang sering terpapar asap rokok berisiko lebih tinggi mengalami sindrom kematian mendadak pada bayi (SIDS). Dengan kata lain, satu batang rokok tidak hanya merusak tubuh perokoknya, tetapi juga orang-orang di sekitarnya.

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk menegaskan bahwa rokok bukanlah trend yang patut diikuti. Keluarga, sekolah, dan pemerintah harus bekerja sama dalam memberikan edukasi, pengawasan, serta menciptakan lingkungan bebas rokok. Kampanye bahaya rokok harus lebih gencar dilakukan agar anak-anak memahami bahwa di balik asap yang mereka hisap, tersimpan ancaman besar bagi kehidupan mereka dan orang lain di sekitarnya. Menghentikan persepsi bahwa rokok adalah gaya hidup keren merupakan langkah nyata dalam menyelamatkan generasi muda dari jeratan nikotin.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Makassar Selengkapnya
Lihat Makassar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun