Mohon tunggu...
Putri Erinka Indriani
Putri Erinka Indriani Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswi Sastra Indonesia

Belajarlah untuk diri kita sendiri, bukan untuk menyerang orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengulas Sejarah Jembatan Kebanggaan Wong Kito Galo yang Belum Banyak diketahui

25 September 2022   18:16 Diperbarui: 19 Oktober 2022   13:36 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri Yoga Pratama

Kata "Wong Kito Galo" memiliki arti "orang kita semua", kata yang sering sekali orang Palembang gunakan ketika sedang berbicara dengan satu sama lain menjadikannya sebagai slogan ciri khas kota tersebut yang berbalut kental dengan bahasa daerahnya yang biasa dikenal dengan bahasa melayu Palembang atau bahasa Musi.

Namun, kali ini bukan itu yang akan kita bahas tetapi kita akan berfokus pada salah satu bangunan yang menjadi ikonik dan daya tarik Kota Palembang, yaitu jembatan Ampera. Jembatan yang awal mulanya dibentuk untuk menghubungkan dua daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan oleh sungai musi, sungai yang membelah kota Palembang menjadi dua kawasan di bagian Utara dan di bagian Selatan.

Jembatan yang dibangun pada tahun 1962 ini dahulu diberi nama jembatan bung Karno, nama yang diberikan sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan kepada presiden pertama RI atas perannya yang begitu berpengaruh dalam pembangunan jembatan tersebut. Tetapi seiring berjalannya waktu, karena adanya pergolakan politik dan kuatnya gerakan anti Soekarno, nama jembatan itu pun akhirnya diubah menjadi jembatan Ampera yang jika tidak disingkat menjadi (Amanat Penderitaan Rakyat).

Sedikit orang ketahui atau bahkan tidak sama sekali orang tahu, bahwa dana pembangunan jembatan Ampera senilai 2,5 miliar yen berasal dari hasil rampasan zaman Jepang setelah Jepang mundur dari Indonesia pada saat perang dunia II. Tidak hanya itu, jembatan Ampera pun dirancang dan menggunakan tenaga ahli dari negara jepang juga.

Lalu, pada tahun 1965 jembatan akhirnya selesai dibangun dengan panjang kurang lebih 1.117 m yang sempat menjadikannya sebagai jembatan terpanjang di Asia tenggara. Memiliki berat 944 ton, lebar 22 m, dan tinggi 11,5 m di atas permukaan air.

Dalam sejarah berdirinya jembatan Ampera, jembatan tersebut sudah mengalami tiga kali perubahan warna. Saat didirikan, jembatan Ampera berwarna abu-abu. Kemudian diganti menjadi warna kuning pada tahun 1992. Dan yang terakhir dicat menjadi warna merah pada tahun 2002.  Warna merah inilah yang sampai kini menjadi ciri khas jembatan Ampera dengan pemandangannya yang semakin indah untuk dinikmati.

Maka dengan demikian, tidak heran jika jembatan Ampera menjadi ikon, daya tarik, dan kebanggaan masyarakat palembang. Mengingat sejarah yang terkandung dalam berdirinya bangunan tersebut yang kala itu dianggap sebagai media dalam mewakilkan aspirasi ataupun keluh kesah masyarakat kota Palembang yang hingga pada akhirnya dapat terealisasikan oleh berdirinya jembatan ini di tengah-tengah kehidupan masyarakat. 

Penulis: Putri Erinka Indriani (Mahasiswi Aktif Sastra Indonesia Universitas Pamulang)

Dosen Pengampu: Aryani S.Pd., M.Pd

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun