Mohon tunggu...
Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Praktik Riba Merajalela di Tengah Kehidupan Masyarakat

23 Mei 2017   22:32 Diperbarui: 23 Mei 2017   22:43 5955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

PRAKTIK RIBA MERAJALELA

DI TENGAH KEHIDUPAN MASYARAKAT

Di era modernisasi, kehidupan manusia terus berjalan menyesuaikan zaman dan  kemajuan teknologi semakin pesat. Dalam kondisi ini mempengaruhi gaya hidup manusia dalam segala aspek kehidupan, seperti halnya dalam bermaksiat. Maka dari itu, kita sudah sepantasnya mengenali kondisi dan fenomena yang terjadi di kehidupan manusia modernisasi agar bisa mengambil hal yang positif dan menghindari hal-hal yang buruk serta tidak mudah terpengaruh oleh para penjajanya.

Di antara bentuk kemaksiatan yang mengalami modernisasi pola adalah praktik riba. Riba ini biang kehancuran ekonomi umat. Sudah banyak orang yang memodifikasi riba sedemikian rupa, sampai ada yang mempercayai riba sebagai “pilar utama” perekonomian umat manusia. Riba sendiri dalam bahasa Indonesia mempunyai arti bertambah, tambahan, subur. Seluruh fuqaha’ sepakat bahwa hukum riba di dalam al-qur’an dan hadist ialah haram. Larangan riba ini bukan hanya Islam saja yang melarang, tetapi agama lain pun memandang serius persoalan riba. Kajian tentang riba ini sudah berlangsung selama kurang lebih 2000 tahun silam. Masalah riba sudah menjadi bahasan dikalangan Yahudi, Yunani, dan Romawi.

System riba yang bertumpu pada pertumbuhan mata uang yang tidak disertai dengan perputaran barang dan jasa, di zaman sekarang diimani dan ditetapkan diseluruh penjuru dunia. Oleh sebab itu, tidak heran lagi perekonomian dunia semakin rapuh dan kejam. Yang kuat memakan yang lemah, sehingga si lemah menjadi semakin lemah.

Dengan kita berbuat riba, berarti kita sudah berbuat dzalim kepada pihak lain. Untuk itu perlu untuk menumbuhkan rasa waspada akan praktik riba yang mengalami modernisai ini, agar kita tidak berbuat dzalim kepada pihak lain sehingga tidak merasa menganiaya dan pihak lain tidak merasa teraniaya. Dan tidak terperdaya dengan sebutan dan berbagai propaganda manisnya.

  • PRAKTIK PERTAMA : KREDIT SEGITIGA

Praktik riba berupa piutang yang mendatangkan keuntungan sering kita jumpai dalam kemasan jual beli walaupun sebenarnya jual beli yang terjadi hanya sebagai kamuflase belaka. Di antara kamuflase riba yang terjadi di zaman sekarang dalam bentuk jual beli ialah bentuk pengkreditan. Di masa lalu hanya dikenal kredit dua pihak yaitu antara penjual dengan pembeli saja. Namun pada masa modernisasi ini, system transaksi ini telah mengalami perubahan, dimana kredit pada masa sekarang umumnya melibatkan tiga pihak yaitu pemilik uang, pembeli dan lembaga pembiayaan atau pihak pembiayaan. Kredit model seperti ini disebut dengan kredit segitiga.

Pihak pertama sebagai pemilik barang menegaskan bahwa dirinya telah menjual barang kepada pihak kedua, sebagai pemilik uang dengan pembayaran tunai. Kemudian pihak kedua menjual kembali barang tersebut kepada pihak ketiga dengan pembayaran diangsur, dantentunya dengan harga jual yang lebih tinggi dari harga jual pertama. Sekilas ini hanyalah transaksi jual beli biasa, namun sebenarnya tidak demikian. Sebagai buktinya :

  • Barang tidak berpindah kepemilikan dari penjual pertama
  • Barang juga tidak berpindah tempat dari penjual pertama
  • Segala tuntutan yang berkaitan dengan cacatnya barang penjual kedua tidak bertanggung jawab, akan tetapi penjual pertama yang bertanggung jawab
  • Sering kali pembeli kedua telah membayar uang muka terlebih dahulu kepada penjual pertama.

Pembahasan diatas membuktikan bahwa pembeli pertama, yaitu pemilik uang hanyalah memiutangkan sejumlah uang kepada pihak ketiga. Kemudian dari piutangnya ini, pihak pertama mendapatkan keuntungan.

Padahal jauh-jauh hari Rasulullah saw. melarang praktik semacam ini, sebagaimana yang telah disebutkan dalam sebuah hadist:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (مَنْ ابْتَاعَ طَعَامًا فَلاَ يَبِعْهُ حَتَّى يَقْبِضَهُ) قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : وَأَخسِبُ كُلَّ شَيْءٍ بِمَنْزِلَةِ الطَّعَامِ

“Sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma menuturkan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai menerimanya’. “Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma berkata, “Dan saya berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya seperti bahan makanan”. [Riwayat Bukhari hadits no. 2025 dan Muslim no. 3913]

Contohnya seperti kita hendak membeli sebuah motor dengan harga 10 juta jika dibayar tunai dan 17 juta jika kredit. Lalu kita membeli motor dengan pembayaran dicicil (kredit). Setelah deal transaksi, kita akan dimintai untuk mengisi formulir dan tanda tangan, dan biasanya juga disertai dengan barang jaminan, serta uang muka. Setelah akad jual beli ini selasai dan pembeli membawa pulang motor yang dibeli, kemudian kita diwajibkan untuk menyetorkan uang cicilan motor ke bank atau lembaga pembiayaan dan bukan ke dealer tempat kita melakukan transaksi jual beli motor tersebut.

Keberadaan dan peranan pihak ketiga menimbulkan pertanyaan besar, mengapa kita harus membayar uang cicilan ke bank dan bukannya membayar uang cicilan ke dealer tempat transaksi dan menerima motor? Jawabannya adalah karena bank daan pihak dealer sudah melakukan kesepakatan bisnis, yang dalam artian jika ada pembeli yang menggunakan cara kredit, maka pihak bank berkewajiban melunasi harga motor tersebut, sehingga konsekuensinya pihak pembeli secara otomatis menjadi nasabah bank, sehingga bank berhak menerima cicilannya.

  • PRAKTIK KEDUA : PEGADAIAN

Di antara riba yang merajalela dikalangan masyarakat ialah riba pegadaian. Telah menjadi budaya diberbagai daerah, terutama di Indonesia. Pihak kreditur disini memanfaatkan barang gadai yang diserahkan kepadanya. Seperti ketika ada seseorang yang menggadaikan ladangnya, maka pihak kreditur mengelola lading tersebut dan mengambil hasilnya. Praktik semacam ini tidak perlu diragukan lagi bahwa praktik ini sebagai bentuk riba dikarenakan adanya pemanfaatan yang dilakukan pihak kreditur sehingga mendapatkan keuntungan dari piutangnya.

كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ نَفْعًا فَهُوَ رِبًا

Setiap piutang yang mendatangkan kemanfaatan/keuntungan, maka itu adalah riba” [1]

  • PRAKTI KETIGA : TUKAR TAMBAH EMAS

Praktik riba yang sangat populer dikalangan masyarakat ialah tukar tambah emas. Emas lama ditukar dengan emas baru, tanpa ada penyelidikan fisik terhadap uang hasil penjualan emas lama.Praktik ini termasuk riba fadhal yang diharamkan, seperti yang terdapat pada hadist berikut:

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَداً بِيَدٍ، فَمَنْ زَادَ أَوْ ا سْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُغطِي فِيْهِ سَوَاء

“Emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, (takaran/timbangannya) harus sama dan kontan. Barangsiapa menambah atau meminta tambahan maka ia telah berbuat riba, penerima dan pemberi dosanya sama” [Riwayat Muslim hadits no. 1584]

  • PRAKTIK KEEMPAT : KARTU KREDIT

Yaitu suatu kartu yang dapat digunakan untuk penyelesaian transaksi ritel dengan system kredit. Dengan adanya kartu ini pengguna mendapatkan pinjaman uang yang dibayarkan kepada penjual barang atau jasa dari pihak penerbit kartu kredit. Dampak dari transaksi ini adalah pengguna kartu kredit wajib membayar tagihan dalam tempo waktu yang sudah ditentukan, dan apabila telat membayar maka ia akan dikenai denda. Tidak perlu diragukan lagi, praktik  ini adalah riba karena penggunaan kartu kredit berarti berhutang, sehingga denda yang dibebankan atas setiap keterlambatan adalah riba.

KESIMPULAN

Dalam era modernisasi ini banyak sekali praktik-praktik riba yang merajalela dikalangan masyarakat. Riba dalam bentuk apapun itu hukumnya haram, bukan hanya menurut agama islam saja, tapi menurut agama lain pun riba ini dilarang. Riba juga sangat merugikan banyak pihak. Dengan kita berhenti melakukan riba atau berbuat dzalim, maka tidak akan ada pihak yang merasa menganiaya dan teraniaya. Masih banyak lagi praktik-praktik riba yang merajalela ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang tidak bisa saya paparkan satu persatu. Disini saya hanya bisa memaparkan sebagian dari praktik-praktik riba.

Daftar Pustaka

Harisuddin, M. Noor.2014.Fiqih Muamalah 1.Srabaya: CV. Salsabila

Syafe’I, Rahmat.2000.Fiqih Muamalah.Bandung: Pustaka Setia Bandung

Zuhri, Muh. 1996. Riba Dalam Al-Qur’an Dan Masalah Perbankan (Sebuah Tilikan Inspiratif). Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada

Arif, M. Nur Rianto Al. 2015. Pengantar Ekonomi Syariah (Teori dan Praktik). Bandung: CV. Pustaka Setia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun