Mohon tunggu...
Putri Alfani
Putri Alfani Mohon Tunggu... -

16 tahun. Bibliophile.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Membangun Karakter Anak dengan Bersekolah di Asrama

27 Maret 2015   09:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:56 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dunia sedang dilanda globalisasi, termasuk juga negara kita tercinta Indonesia. Adat dan budaya ke-timur-an setengah mati kita pertahankan dalam arus budaya Barat atau westernisasi. Batik dan kain songket mungkin merajalela di ranah internasional karena globalisasi, namun karakter bangsa seperti gotong royong, sopan santun dan ramah tamah hilang terkikis zaman, apalagi dalam pribadi pemuda-pemudi Indonesia yang merupakan calon penerus bangsa ini. Hanya mengusahakan kembalinya karakter tersebut dinilai tak lagi memadai untuk membekali pemuda-pemudi Indonesia untuk bertahan dalam arus globalisasi, apalagi dengan adanya rencana AEC 2015.

Diperlukan wadah khusus bagi pemuda-pemudi Indonesia untuk membentuk karakter mereka agar tidak hanya sesuai dengan karakter bangsa Indonesia tetapi juga bisa bertahan dan berkembang dalam arus globalisasi. Sekolah berasrama adalah wadah yang tepat. Berdasar riset yang dilakukan oleh institusi pendidikan, 73% dari jumlah seluruh siswa dalam suatu sekolah berasrama memiliki kadar kepercayaan diri yang tinggi diikuti dengan disiplin diri yang termasuk di dalamnya time management skill serta solidaritas antar siswa, 20% lebih tinggi dari hasil dari siswa yang bersekolah di sekolah biasa.

Riset tersebut menunjukkan bahwa karakter pemuda-pemudi Indonesia masih bisa diselamatkan dan dibentuk melalui adanya isolasi ringan dari dunia luar yang kental dengan pengaruh buruk globalisasi. Bukan untuk membatasi hubungan siswa dengan dunia luar dan menutup mereka dari lingkaran sosial, namun untuk menyiapkan siswa agar pada waktunya mereka diharuskan untuk menjejakkan kaki di dunia yang sebenarnya, mereka siap dan bisa mengukir sejarah dan sekaligus mengharumkan nama Indonesia.

Banyak orang tua akan merasa terlalu sayang untuk meninggalkan anak mereka berjuang sendiri di dunia antah berantah nun jauh disana, namun harap diketahui bahwa sikap orang tua yang seperti inilah yang akan membuat karakter pemuda-pemudi Indonesia cenderung manja dan bergantung pada orang tua, baik secara fisik yaitu segi keuangan maupun secara mental.

Seorang anak yang ada dalam fase pertumbuhan dengan usia berkisar antara 15-18 tahun adalah masa-masa paling optimal untuk mulai membentuk karakter anak. Dengan keadaan yang jauh dari orang tua dan orang terdekat, lingkungan akan memaksa mereka untuk beradaptasi. Mereka akan diharuskan untuk belajar mengatur diri mereka sendiri, mulai dari waktu untuk tidur, kapan untuk belajar, bahkan mengenali kapasitas stamina dan otak mereka untuk kemudian bersantai dan beristirahat. Pribadi mereka juga akan menjadi lebih bersyukur dengan keadaan rumah mereka setelah mengecap dunia luar yang tidaklah seindah dalam pikiran mereka. Rasa kangen yang timbul kepada orangtua juga menambah rasa hormat dan sayang mereka terhadap orangtua. Selain itu, kemampuan mereka dalam bersosialisasi dan berkomunikasi akan meningkat, meninjau dari adanya paksaan lingkungan untuk berhubungan dan berteman dengan orang yang baru mereka temui. Bukan hal yang aneh jika kemampuan komunikasi siswa akan semakin berkembang hingga mereka kemudian memiliki public speaking skill dan negotiation skill, dua kemampuan yang terbukti penting dalam dunia pekerjaan masa kini, yang baik.

Arus globalisasi memiliki andil dalam tambahan ragam kebudayaan yang terdapat di Indonesia, baik dalam segi adat maupun keagamaan. Dengan menempatkan anak dalam sekolah berasrama yang tentunya berisi siswa dari beragam latar belakang dan kebudayaan serta agama, sikap toleransi siswa akan terlatih dan bisa menerima perbedaan yang ada.

Selain karakter, pemuda-pemudi Indonesia dikhawatirkan memiliki masalah kecanduan terhadap obat-obatan terlarang serta minum-minuman keras. Dengan bersekolah di asrama, secara tidak langsung akan timbul isolasi terhadap siswa dengan teman sepermainan yang tidak mendukung dan menjerumuskan, hingga secara tidak langsung mencegah anak untuk terjerumus dalam hal-hal buruk seperti narkoba, minuman keras, atau merokok. Siswa berasrama cenderung memiliki stamina yang lebih kuat karena mereka dibiasakan untuk hidup teratur, tidur dan makan teratur, serta tidak diijinkan untuk mencoba hal-hal baru yang aneh dan tidak membangun.

Dengan karakter yang baik, stamina kuat, serta kinerja otak maksimal dan terlatih untuk menghadapi tantangan-tantangan secara mandiri, niscaya pemuda-pemudi Indonesia akan memiliki semua hal yang dibutuhkan untuk bertahan hidup dalam dunia luar yang keras tanpa terombang-ambingkan zaman dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, sebagai seorang pemuda Indonesia yang benar-benar siap menjadi penerus bangsa.

Sekolah berasrama menyediakan pendidikan berkarakter berbasis nilai-nilai Pancasila yang bisa menyelamatkan sekaligus menyiapkan pemuda-pemudi Indonesia di era globalisasi ini, solusi yang baik untuk menanggulangi degradasi moral yang terjadi dan membentuk generasi penerus bangsa yang kuat secara fisik maupun mental.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun