Mohon tunggu...
Putri Ardiyanti
Putri Ardiyanti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa baru yang mencoba membiasakan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kegagalan Peran Keluarga sebagai Kontrol Sosial dalam Kasus Tawuran Pelajar

29 Maret 2024   14:15 Diperbarui: 29 Maret 2024   19:24 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penulis: Putri Ardiyanti

NIM: 1405623022

        Interaksi sosial melibatkan proses interaksi antara individu dan kelompok dengan tujuan untuk membangun suatu hubungan sosial di lingkungan masyarakat. Adanya interaksi antar individu dan kelompok sangat berpotensi menimbulkan konflik sosial yang terkadang melibatkan aksi konfrontasi dan kekerasan. Tawuran merupakan salah satu contoh konflik sosial yang sering ditemui di masyarakat dengan tujuan untuk menunjukkan kekuatan kelompok tertentu atau menguasai wilayah tertentu (Ridwan et al., 2023). Pada umumnya, aksi tawuran identik dengan tindak kekerasan yang bersifat merusak, menimbulkan perkelahian dan kerusuhan. Fenomena tawuran menunjukkan adanya proses sosialisasi yang tidak sempurna dalam interaksi sosial. Hal itu menyebabkan timbulnya perselisihan dan keinginan untuk menyingkirkan pihak lain dengan cara kekerasan yang bersifat menghancurkan. Dalam praktiknya, tawuran sering terjadi di kalangan warga dan pelajar serta menimbulkan kerusakan fasilitas umum hingga korban jiwa. Selain itu, dapat dikatakan bahwa fenomena tawuran (khususnya antar pelajar) merupakan salah satu konflik sosial yang sering ditemui di Indonesia.

       Sebagai bentuk dari konflik sosial, terjadinya tawuran disebabkan oleh beragam faktor yang cukup kompleks dan saling berkaitan. Faktor internal pada umumnya ditimbulkan oleh diri masing-masing individu, namun juga dapat dipengaruhi oleh aspek eksternal seperti pergaulan dan lingkungan. Faktor eksternal lainnya juga mengarah pada peran orang-orang terdekat, seperti teman dan keluarga. Tawuran antar pelajar yang dilakukan oleh para pelajar berusia remaja memiliki keterkaitan erat dengan peran dan fungsi keluarga (Supartono et al., 2024). Remaja memiliki kecenderungan untuk bersikap melawan norma, menjunjung kebebasan dan sangat menyukai hal-hal baru sehingga berpotensi besar untuk terlibat dalam tawuran pelajar. Berkaitan dengan hal itu, terdapat faktor keluarga yang dinilai gagal berperan sebagai kontrol sosial terhadap pelaku tawuran pelajar. Kurangnya perhatian dan kontrol terhadap perilaku anak dalam bersosialisasi telah menjerumuskan anak ke dalam aksi tawuran antar pelajar dan menyebabkan konflik sosial.

      Konsep kontrol sosial mengacu pada asumsi bahwa setiap individu di dalam masyarakat memiliki kecenderungan yang sama untuk menjadi baik dan jahat. Dapat dikatakan bahwa masyarakat sebagai bagian dari struktur sosial berperan penting dalam menentukan seseorang untuk menjadi baik dan jahat. Hal itu didasari oleh prinsip manusia sebagai mahluk sosial yang pasti bersinggungan dengan manusia lainnya melalui sebuah interaksi sosial. Konsep kontrol sosial juga berkaitan erat dengan ikatan sosial yang mengemukakan bahwa kejahatan dapat terjadi akibat melemahnya ikatan sosial antara seseorang dengan masyarakat (Supartono et al., 2024). Namun jika dikaitkan dengan kasus tawuran pelajar, maka kontrol sosial yang dimaksud tidak hanya berfokus pada masyarakat. Kontrol sosial dalam tawuran pelajar juga melibatkan peran keluarga, teman sebaya dan sekolah (Maharani et al., 2023). Keluarga menjadi kontrol sosial paling penting karena termasuk dalam struktur sosial dengan satuan terkecil. Pelaku tawuran pelajar yang terdiri dari remaja di bawah umur pada umumnya masih berada dalam pengawasan keluarga, khususnya orang tua. Sebagai bagian dari kontrol sosial, pihak keluarga seharusnya memiliki kendali penuh untuk mengendalikan perilaku anak agar tidak terjerumus dalam aksi tawuran.

     Kontrol sosial memiliki urgensi untuk mengendalikan perilaku individu atau kelompok yang berpotensi menyimpang dari norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Produk kontrol sosial yang paling sering ditemui adalah berupa suatu kebijakan dan peraturan yang memuat poin-poin larangan serta perintah untuk ditaati oleh seluruh pelaku sosial. Norma dan nilai yang terdapat dalam kontrol sosial bukan hanya berperan sebagai pedoman bagi anggota kelompok sosial, tetapi juga memiliki kendali agar mencegah tindak penyimpangan sosial (Putra, 2018). Peraturan tersebut dapat berjalan apabila didukung oleh penggerak, yaitu keluarga sebagai bagian dari kontrol sosial. Maka dari itu, kontrol sosial dapat memberikan peringatan dan mencegah para remaja atau pelajar untuk melakukan aksi tawuran. Apabila kontrol sosial memiliki kendali kuat dalam mengontrol perilaku remaja, maka akan timbul rasa segan untuk melanggar aturan dan melakukan tawuran. Dapat dikatakan bahwa kontrol sosial juga mampu terbentuk sebagai upaya preventif dan represif.

     Kegagalan peran keluarga sebagai kontrol sosial dapat disebabkan oleh hubungan keterikatan yang melemah atau terputus dengan anak (pelaku tawuran pelajar). Hal itu dapat disebabkan oleh buruknya kondisi lingkungan sosial, seperti perceraian dan pemaparan kebiasaan menyimpang oleh keluarga sehingga dapat memicu pembentukan perilaku kekerasan terhadap remaja (Rdwan Akibatnya, seseorang menjadi lebih mudah terlibat dengan berbagai praktik kekerasan termasuk kekerasan kolektif seperti tawuran. Pengalaman seseorang di dalam keluarga menentukan kecenderungannya untuk bertindak agresif atau tidak. Praktik di dalam keluarga seperti kekerasan orang tua terhadap anak menjadi penyebab dari munculnya pandangan dan perilaku kekerasan anak sehingga mereka cenderung melakukan tindakan agresif seperti melakukan pemukulan/ perkelahian dengan orang lain (Aji, 2017). Analisis semacam itu telah mengabaikan pengaruh lain di dalam konteks yang lebih luas yaitu lingkungan sosial komunitas. Perilaku menyimpang yang terjadi para remaja pelaku tawuran telah lepas dari pengaruh lingkungan sosial dalam keluarga sehingga memudahkan remaja untuk dipengaruhi oleh teman sebaya dalam mengikuti aksi tawuran.

    Terdapat empat aspek dasar yang dapat mempengaruhi kontrol sosial seseorang menurut Aji (2017), yaitu keterikatan (attachment), komitmen (commitment), keterlibatan (involvement) dan keyakinan (belief). Aspek keterkaitan berkaitan dengan perasaan sensitif dan penghargaan terhadap pendapat orang lain. Dalam keluarga, aspek ini dapat dibangun melalui interaksi antar anggota keluarga. Aspek komitmen berkaitan dengan keputusan untuk bertindak sesuai dengan aturan dan norma, baik di dalam maupun di luar keluarga. Komitmen dapat dilihat dari kesungguhan keteguhan menjunjung tinggi nilai keluarga maupun masyarakat yang baik. Aspek keterlibatan berkaitan dengan keikutsertaan seseorang dalam kegiatan di dalam keluarga dan masyarakat. Sedangkan aspek keyakinan berkaitan dengan nilai dan norma yang ada dalam masyarakat. Apabila salah satu aspek tersebut melemah atau bahkan hilang dari kontrol sosial, maka berpotensi besar untuk mendorong seseorang berperilaku menyimpang. Hal itulah yang terjadi dalam fenomena tawuran pelajar, dimana peran keluarga sebagai kontrol sosial telah gagal memberikan kendali terhadap tindakan seseorang di masyarakat sehingga terjerumus dalam tawuran.

    Disfungsi peran keluarga sebagai kontrol sosial remaja menunjukkan adanya kegagalan dalam membentuk pola asuh. Sebagai unit dasar dalam masyarakat, keluarga berperan penting dalam menjalankan fungsi sosialisasi paling dasar terhadap seseorang. Proses sosialisasi tersebut juga berkaitan erat dengan aktivitas belajar dan pembentukan pola hubungan serta interaksi sosial di antara keluarga (Aji, 2017). Dapat dikatakan bahwa keluarga sangat menentukan terbentuknya aktor yang akan menjadi bagian dari masyarakat. Apabila keluarga gagal menjalankan fungsi sosialisasi tersebut, maka dapat mendorong terbentuknya aktor masyarakat yang tidak peka terhadap moral dan etika. Berkaitan dengan hal itu, pola asuh permisif yang cenderung membebaskan seseorang tanpa memberikan tuntutan dapat memicu tindak penyimpangan sosial.

    Pola asuh permisif dapat melemahkan ikatan sosial antara keluarga dan anak sehingga memicu lemahnya kontrol sosial. Sosialisasi terkait norma dan nilai yang tidak diajarkan secara jelas dan memicu fleksibilitas interpretasi pada anak sehingga akan lebih mudah mengabaikan aturan dan melakukan tindakan menyimpang seperti tawuran pelajar (Aji, 2017). Dalam konteks kekerasan, remaja akan menilai bahwa tindak kekerasan merupakan hal yang diperbolehkan asal tidak menyinggung fungsi ekonomi keluarga. Hal itu disebabkan oleh kegagalan keluarga dalam menanamkan nilai dan norma secara konsisten sehingga anak tidak lagi mengandalkan nilai-nilai keluarga sebagai landasan untuk bertindak.

    Interaksi sosial yang terjadi antar individu dan kelompok menyebabkan berbagai macam hubungan sosial, termasuk timbulnya konflik sosial. Tawuran antar pelajar merupakan salah satu bentuk konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Tawuran pelajar disebabkan oleh faktor internal dan eksternal namun sangat berkaitan erat dengan peran keluarga sebagai kontrol sosial.  Adanya kontrol sosial bertujuan untuk mengendalikan perilaku individu atau kelompok yang berpotensi menyimpang dari norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Namun kegagalan peran keluarga sebagai kontrol sosial dapat memicu remaja untuk bebas melakukan tindakan penyimpangan seperti tawuran antar pelajar. Maka dari itu, keluarga hendaknya memberikan pola asuh yang tepat dan senantiasa mengajarkan norma sosial agar dapat menghindarkan anak dari aksi kekerasan melalui tawuran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun