Buku bukan sekadar lembaran kertas, tapi bahan bakar pikiran. Kalau pejabat kita rajin membaca, mungkin jalanan tak akan cepat rusak, dan kebijakan tak akan sekadar wacana.
---
Di negeri ini, laporan proyek sering kali tebal, tetapi jalan yang dibangun tipis. Anggaran selalu besar, tetapi hasil di lapangan kecil. Mengapa begitu? Salah satunya karena pejabat kita lebih rajin membaca laporan keuangan ketimbang membaca buku.
Padahal, buku adalah sumber pengetahuan yang bisa membentuk pemimpin dengan visi, empati, dan akhlak.
1. Membuka Wawasan
Buku memberi perspektif luas, dari sejarah, ekonomi, hingga teknologi. Seorang pejabat yang melek buku tidak akan mudah dikelabui dengan data palsu atau wacana murahan.
2. Menumbuhkan Empati
Novel atau biografi membuat kita merasakan hidup orang lain. Bayangkan jika pejabat membaca kisah petani, buruh, atau nelayan---mereka akan lebih hati-hati dalam membuat kebijakan.
3. Menjadi Teladan Literasi
Budaya membaca itu menular. Jika pejabat rajin mengutip buku dalam pidato, masyarakat juga akan merasa membaca itu keren, bukan membosankan.
4. Menghindari Buta Sejarah
Kebijakan gagal biasanya lahir dari pengabaian sejarah. Membaca buku sejarah bangsa adalah cara untuk tidak mengulang kesalahan.
Jadi, kalau pejabat kita lebih sering membuka buku ketimbang membuka draft proyek, rakyat mungkin akan lebih percaya bahwa mereka benar-benar bekerja dengan otak, bukan sekadar dengan kata-kata.
---
 Kolom Komentar :
Kalau menurutmu, buku apa yang wajib dibaca pejabat Indonesia saat ini?
Setuju nggak kalau pejabat rajin membaca, korupsi bisa berkurang?"
Lebih percaya pejabat yang rajin baca buku atau yang rajin bagi-bagi sembako?
---
#KompasianaViral #PejabatMelekBuku #BudayaLiterasi #PemimpinBijak #Kompasiana
---
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI