Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, pada 7 Januari 2025. Penggeledahan ini terkait dengan penyelidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan beberapa pejabat tinggi. Juru Bicara KPK menyatakan bahwa penggeledahan dilakukan untuk mencari bukti tambahan yang relevan dengan kasus tersebut. Hasto Kristiyanto belum memberikan pernyataan resmi mengenai penggeledahan ini.
Menghubungkan penggeledahan rumah Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, dengan pemikiran seorang tokoh filsafat bisa memberikan perspektif mendalam tentang isu kekuasaan, transparansi, dan etika. Berikut adalah pendekatan melalui gagasan Michel Foucault:
1. Kekuasaan sebagai Relasi, Bukan Kepemilikan
Menurut Foucault, kekuasaan tidak hanya berada pada individu atau institusi tertentu, tetapi menyebar dalam jaringan relasi sosial. Dalam konteks ini:
- KPK sebagai Agen Kekuasaan: Tindakan penggeledahan oleh KPK menunjukkan bagaimana kekuasaan dioperasikan dalam upaya menciptakan transparansi. Kekuasaan mereka tidak absolut, tetapi bergantung pada legitimasi masyarakat dan hukum.
- Politik dan Kekuasaan dalam Relasi Sosial: Kasus ini mencerminkan bagaimana elite politik sering kali berada dalam lingkup relasi kekuasaan yang saling berkelindan dengan institusi hukum dan opini publik.
2. Panoptikon dan Pengawasan Modern
Foucault menggambarkan konsep panoptikon sebagai bentuk pengawasan di mana individu merasa diawasi tanpa mengetahui kapan dan oleh siapa.
- Konteks Penggeledahan: Penggeledahan ini bisa dilihat sebagai bagian dari pengawasan yang lebih luas terhadap elite politik. Meskipun tidak semua pelaku politik terlibat dalam korupsi, tindakan seperti ini menciptakan kesan bahwa mereka selalu berada di bawah sorotan masyarakat dan hukum.
- Efek pada Publik: Publik, sebagai "pengamat dalam panoptikon," memainkan peran penting dalam menuntut transparansi dari kekuasaan. Ini memperlihatkan bagaimana kekuasaan bekerja melalui rasa takut dan ketertiban.
3. Kritik terhadap Narasi Kebenaran
Foucault menekankan bahwa kebenaran sering kali dibentuk oleh struktur kekuasaan yang dominan. Dalam konteks ini:
- Narasi Kebenaran Hukum dan Politik: Penggeledahan dapat dilihat sebagai upaya membongkar narasi "kebenaran" politik yang selama ini dikelola oleh elite tertentu.
- Dekonstruksi Narasi Korupsi: Tindakan KPK menantang asumsi bahwa kekuasaan politik selalu mampu melindungi diri dari pengawasan hukum.
4. Refleksi Etika dan Otoritas
Foucault tidak hanya melihat kekuasaan sebagai represif tetapi juga produktif, menghasilkan aturan, nilai, dan norma baru.
- Penggeledahan sebagai Tindakan Etis?: Apakah penggeledahan ini mencerminkan upaya menciptakan sistem politik yang lebih bersih, atau justru bagian dari permainan kekuasaan yang lebih besar? Pertanyaan ini menggarisbawahi ambiguitas kekuasaan yang sering dibahas oleh Foucault.
5. Hubungan dengan Diskursus Politik
Penggeledahan ini terjadi dalam konteks politik yang kompleks. Foucault akan menunjukkan bahwa hukum sering kali tidak dapat dipisahkan dari kekuatan politik. Proses hukum terhadap tokoh politik seperti Hasto bisa menjadi bagian dari perebutan kekuasaan yang lebih luas di balik layar. Dalam diskursus ini, Foucault mengingatkan kita untuk melihat tidak hanya apa yang dikatakan secara eksplisit, tetapi juga apa yang tidak dikatakan narasi yang dikesampingkan atau ditekan.
6. Refleksi terhadap Transparansi dan Oposisi
Foucault akan mempertanyakan bagaimana masyarakat menerima narasi penggeledahan ini: apakah dianggap transparan dan adil, atau justru mencurigai adanya manipulasi? Penggeledahan dapat dipandang sebagai upaya transparansi oleh institusi hukum, tetapi Foucault mengingatkan bahwa transparansi juga bisa menjadi alat kekuasaan untuk mengontrol opini publik.
Melalui lensa Foucault, penggeledahan rumah Hasto Kristiyanto oleh KPK bukan hanya tentang hukum, tetapi juga tentang dinamika kekuasaan dan pembentukan narasi kebenaran dalam politik Indonesia. Peristiwa ini mencerminkan relasi kompleks antara politik, hukum, dan masyarakat dalam membangun sistem yang lebih transparan, meskipun sering kali penuh dengan ambiguitas.
Artikel ini bisa diakhiri dengan pertanyaan reflektif:
- Apakah tindakan seperti ini benar-benar murni penegakan hukum, atau ada dimensi kekuasaan yang lebih luas?
- Bagaimana masyarakat dapat memelihara sikap kritis terhadap hubungan antara hukum dan politik?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI