Mohon tunggu...
Puspa Aulya
Puspa Aulya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 PWK Universitas Jember

Hello!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Identifikasi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

31 Oktober 2022   01:00 Diperbarui: 31 Oktober 2022   06:17 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pembangunan berbasis wilayah merupakan pembangunan yang dilakukan dengan tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan suatu wilayah. Adapun tujuan lainya dari pembangunan berbasis wilayah ini sendiri adalah untuk memperkecil kesenjangan dan ketimpangan antar wilayah serta mewujudkan kemakmuran dari suatu wilayah dengan memberdayakan potensi yang ada secara lebih optimal dan tetap memperhatikan keseimbangan pembangunan antar daerah sehingga nantinya bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat penduduknya. Pembangunan yang dilakukan sendiri bisa berupa pembangunan infrastruktur yang nantinya akan direncanakan sesuai dengan kebutuhan dari wilayah yang akan dibangun itu sendiri. Pembangunan ini sendiri, nantinya juga bisa digunakan sebagai penyokong pertumbuhan ekonomi yang ada pada suatu wilayah tersebut.

Pelaksanaan pembangunan berbasis wilayah tentunya juga mempunyai beberapa dampak baik berupa dampak positif maupun dampak negatif. Pembangunan ini bisa memberikan dampak yang negatif apabila dalam pelaksanaannya tidak dilakukan secara merata pada seluruh wilayah. Oleh karena itu, muncullah istilah pusat pertumbuhan ekonomi. Pusat pertumbuhan ekonomi merupakan alternatif yang bisa digunakan untuk memacu pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Hal ini dilakukan karena dengan adanya kemajuan ekonomi secara tidak langsung juga akan membantu masyarakat untuk hidup lebih layak lagi. Selain itu, pusat pertumbuhan ekonomi juga berfungsi agar nantinya kita bisa mengetahui wilayah atau kawasan mana saja yang pertumbuhannya pesat sehingga bisa digunakan sebagai pusat atau patokan untuk mengembangkan daerah-daerah tertinggal yang ada disekitarnya.

Untuk menentukan pusat pertumbuhan wilayah sendiri bisa menggunakan beberapa konsep yang sudah ada. Konsep-konsep tersebut diantaranya adalah konsep kutub pertumbuhan (growth pole), konsep polarisasi, konsep ekonomi trickle down theory  (menetas ke bawah), dan konsep tempat sentral. Berikut merupakan penjelasan dari konsep-konsep tersebut.

  • Konsep Kutup Pertumbuhan (Growth Pole)

Konsep kutup pertumbuhan ini merupakan suatu konsep yang dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi asal Prancis, yaitu Francois Perrox (1950). Beliau menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi pada tiap-tiap daerah tidak terjadi di sembarang tempat, tetapi di hanya lokasi-lokasi tertentu saja. Maksud dari kutub perumbuhan itu sendiri bukanlah kota atau suatu wilayah, tetapi adalah kegiatan ekonomi yang dinamis. Oleh karena itu, untuk bisa mencapai tingkat pendapatan yang tinggi haruslah dibangun pusat-pusat kegiatan ekonomi yang disebut sebagai kutub pertumbuhan. Konsep kutub pertumbuhan ini sendiri merupakan konsep pembangunan yang banyak diterapkan oleh berbagai negara baik negara yang sedang berkembang maupun negara yang sudah maju.

  • Konsep Polarisasi

Konsep polarisasi ini merupakan konsep yang dikemukakan oleh Gunar Myrdal. Beliau menyatakan bahwa setiap daerah pasti memiliki pusat pertumbuhan yang akan menjadi daya tarik bagi tenaga buruh yang berasal dari daerah pinggiran atau hinterland. Dalam konsep ini digunakan juga konsep pusat dan pinggiran. Namun, penggunaan konsep pusat dan pinggiran ini nantinya bisa memberikan dampak baik dari segi positif maupun negatif. Dampak positif dari konsep pusat dan pinggiran ini sendiri disebut spread effect, sedangkan untuk dampak negatifnya disebut dengan backwash effect.

Spread effect merupakan penyebaran pengaruh baik dari segi modal, tenaga kerja, dan sebagainya dari suatu pusat pertumbuhan kepada daerah-daerah yang berada disekitarnya. Spread effect ini juga sangat dipengaruhi oleh adanya aksesibilitas atau penghubung antar wilayah yang baik.

Sedangkan untuk backwash effect sendiri merupakan kebalikan dari spread effect. Backwash effect merupakan suatu keadaan dimana naiknya kebutuhan tenaga kerja, barang, dan modal yang dibutuhkan pada suatu tempat yang sedang dalam masa pembangunan sehingga dampaknya adalah daerah-daerah yang berada disekitarnya akan semakin terbelakang bahkan bisa semakin mengalami kemunduran. Backwash effect ini nantinya akan semakin menguntungkan wilayah yang sudah maju dan akan semakin menekan wilayah-wilayah yang masih terbelakang. Untuk meminimalisir terjadinya backwash effect sendiri bisa dilakukan melalui pembatasan urbanisasi dan pembangunan daerah-daerah pinggiran serta daerah yang masih tertinggal.

  • Konsep Ekonomi Trickle Down Effect (Menetas ke Bawah)

Konsep ekonomi trickle down effect atau konsep menetas ke bawah ini adalah suatu konsep yang dikemukakan oleh Albert Otto Hirschman (1954). Konsep menetas ke bawah ini menjelaskan bahwa kemajuan dari pusat pertumbuhan atau pemilik modal yang ada nantinya akan turun atau menetas ke bawah dengan sendirinya, sehingga nantinya akan menciptakan lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi yang merata bagi seluruh masyarakat. Bisa dikatakan bahwa dalam konsep ini investasi merupakan hal utama yang bisa dilakukan untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi.

Namun, pada pelaksanaan secara nyata dari konsep trickle down effect ini justru berjalan dengan sebaliknya sehingga menimbulkan efek yang sangat tidak efektif dan efisien. Orang-orang atau pelaku pengusaha yang sudah kaya akan dengan lebih mudah mendapatkan kemudahan dan keuntungan serta akan cenderung lupa untuk ikut serta dalam kegiatan membangun perekonomian kecil yang berada dibawahnya. Akibat dari peristiwa ini sendiri adalah yang kaya akan semakin kaya, dan yang miskin akan semakin miskin. Oleh karena itu, dalam penggunaan konsep ini harus benar-benar diawasi dan dijalankan secara tertata.

  • Konsep Tempat Sentral

Konsep tempat sentral adalah suatu konsep yang dikemukakan oleh Walter Christaller (1993). Beliau menjelaskan bahwa suatu kawasan bisa melayani berbagai kebutuhan yang terletak pada suatu tempat yang disebut sebagai tempat sentral. Dasar dari konsep ini sendiri adalah lokasi dan pola persebaran permukiman dalam ruang. Selain itu, Walter Christaller juga menjelaskan bahwa pusat-pusat pelayanan pada suatu wilayah yang mempunyai bentuk topografi yang seragam serta kehidupan ekonomi yang homogen akan cenderung tersebar dengan membentuk pola persebaran heksagon (segi enam).  

Konsep tempat sentral juga memiliki tingkatan-tingkatan atau hierarki yang sesuai dengan kemampuannya untuk melayani kebutuhan dari wilayah tersebut. Adapun pembagian tingkatan pada konsep ini adalah sebagai berikut :

1. Hierarki K3

Tingkatan ini merupakan pusat pelayanan pasar yang akan selalu menyediakan kebutuhan barang-barang untuk memnuhi kebutuhan dari wilayah-wilayah yang berada disekitarnya.

2. Hierarki K4

Tingkatan ini berperan sebagai pusat lalu lintas dan transportasi yang menyediakan sarana dan prasarana lalu lintas secara optimal.

3. Hierarki K7

Tingkatan ini merupakan tingkatan yang berperan sebagai pusat pemerintahan dari suatu wilayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun