Mohon tunggu...
Purwo Ardandi
Purwo Ardandi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Laut Tiongkok Selatan: Sumber Kehidupan dan Pertikaian

6 Desember 2016   17:16 Diperbarui: 6 Desember 2016   19:00 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laut merupakan sumber kehidupan bukan pertikaian, Hal ini sangatlah fundamental bagi kelangsungan kehidupan manusia. Banyak masyarakat yang bergantung kepada laut untuk kehidupan mereka. Namun salah satu laut di wilayah asia memiliki fungsi tambahan yang kurangbersahabat, karena bukan hanya sebagai sumber penghasilan bagi masyarakat sekitarnya namun juga menjadi sumber pertikaian bagi wilayahnya. Ya, laut itu adalah Laut Tiongkok Selatan, laut ini telah menjadi saksi bisu pertikaian sejak dulu. 

Tentu saja Laut Tiongkok Selatan memiliki banyak sumber daya alam yang belum dijelajahi. Bagaikan hartu karun menunggu untuk digali, tentu saja banyak pihak yang pasti menginginkan harta karun. 

Walaupun ada Konvensi International seperti halnya 7th Berlin Conference on Asia Security danH ukum International seperti United Nations Convention on the Law of the Sea telah membahas dan memberi batasan-batasan legal mengenai permasalahan seperti ini,tetap saja ada pihak-pihak tertentu yang ingin bermain dengan agenda mereka masing-masing. 

Karena inilah terkadang konflik bisa terjadi, namun apakah harta karun terpendam ini sangatlah berharga sehingga banyak pihak yang ikut bermain dalam permainan berbahaya ini? Mungkin karena konflik yang terjadi di dalamnya, belum ada penjelajahan yang lebih lanjut untuk mengetahui potensi lebih dari wilayah ini. Pencatatan Sumber Daya Alam oleh U.S. Energy Information Administration pada tahun 2013 menunjukan adanya potensi sebesar 266 triliun kubik gas alam dan perkiraan persediaan minyak sekitar 11 miliar barel. Namun tentu saja data diatas berasal dari tahun 2013dan mungkin saja dengan penelusuran lebih lanjut akan kayanya potensi yang diberikan surga biru ini akan memberikan hasil penelitian lebih akan potensinya. Walaupun sudah banyak usaha unuk menyelesaikan kasus ini, tetap saja kita belum dapat  melihat akhir dari permasalahan ini dalam waktu dekat. 

Namun apa jadinya jika Indonesia ikut ambil bagian dalam permasalahan ini dan mendapatkan wilayah ini? Tentu saja jika ini terjadi kita harus bertanggung jawab penuh terhadap apa yang akan terjadi di dalamnya. Misalnya mengenai permasalahan polusi, saya kutip salah satu bagian dari “United Nations Convention on the Law of the Sea” Article 207 point 2 dan point 3. Point 2 berbunyi “States shall take other measures as may be necessary to prevent, reduce and control such polution” yang berarti “Negara harus siap bertanggung jawab dalam hal mencegah, mengurangi, dan mengendalikan polusi” dan point 3 berbunyi  “states shall endeavour to harmonize their policies in this connection at the appropriate regional level” dapat diartikan “Negara harus berusaha semaksimal mungkin untuk menyelaraskan kebijakan mereka di level yang pantas untuk tingkatan wilayah” ini berarti negara harus siap bertanggung jawab terhadap wilayah ini jika terjadi kontaminasi (dalam hal ini polusi), baik berupa suplai fisik maupun membuat hukum baru jika diperlukan dan tentu saja sila Ke-5 Pancasila “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, sangat bermain peran dalam hal ini dan harus ditegakkan. Hal ini juga berarti memerlukan lebih banyak waktu dan usaha agar wilayah menjadi produktif untuk negara secara keseluruhan.  

Keuntungan yang bisa disediakan laut ini tentu saja sangatlah menggiurkan namun, ada baiknya kita tidak ikut campur tangan secara full terhadap permasalahan ini karena ada kemungkinan kita hanya akan memperkeruh permasalahan yang sudah ada dan sebaiknya kita hanya cukup menjaga daerah kedaulatan Indonesia, dan jika wilayah kita di”serempet” oleh pihak tertentu kita harus bertindak menurut Hukum Internasional yang berlaku. Tidak lupa pemecahan masalah melalui perang sangatlah tidak dianjurkan, karena saya sendiri setuju akan kata-kata dari Allan Mclead“Society advances further on the backs of the living than it doeson the backs of its dead.”                    

                    

            

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun