Mohon tunggu...
Humaniora

Menunggu Mati dalam Asap Kematian

24 Oktober 2015   15:24 Diperbarui: 24 Oktober 2015   15:46 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berhari-hari, bermingu-minggu, berbulan-bulan, kabut asap masih terus membumbung ke awanan. Tiada hari tanpa tersiar kabar tentang kondisi asap yang masih enggan beranjak dari permukaan bumi pertiwi. Derita dan jeritan petaka menyesakkan suasana hati yang penuh duka. Indonesiaku berduka.

Seorang dengan muka muram, meratapi nasib yang tak kunjung berubah. Ia hanya bisa berkata “Tidak ada orang yang peduli! Aku menunggu mati!”

Pengharapan seakan sirna. Gelap mata memandang hari depan yang tanpa ada gambaran. Harus kemana hidup akan dibawa.

Mengingat saat-saat kejayaan di masa lampau. Indah semuanya dalam kenangan nostalgia. Hamparan luas alam yang menjanjikan untuk hidup sejahtera, damai dan bersahaja. Oh betapa indahnya. Teringat pula saat spoi-spoi angin yang mampu membuat sayu mata dan dia menikmatinya. Di bawah rindangnya pepohonan nan sahdu, dan dalam kelelahan diri alam pun tak ragu memluknya. Tidurlah,…tidurlah,…

Tetapi kini haya ada linangan air mata, melihat lidah-lidah api dengan rakus melalap dunia bak singa lapar yang rakus memakan mangsanya. Alam menjadi murka, panas dimana-mana dan tidak ada tempat untuk meletakkan kepala dengan tenang. Keserakahan nafsu telah menggerogoti naluri demi mencapai kepenuhan hati yang tak peduli. Mereka kejam,…. kejam,…. dan kejam….

Siapa yang telah melakukan sema ini? Bukan aku…bukan aku… jawabnya.

Mereka datang dengan gagah bak pahlawan kesiangan yang ingin berusaha menolong mereka, memusnahkan segala yang ada dan mengakhiri derita. Tetapi apa? Mereka tidaklah lebih kuat dari musuh yang sudah TERLANJUR merajalela. Oh Tuhan,…! Inikah pencitraan atau terlalu tololkah aku yang telah melihatnya. Tidak,.. aku rasa tidak ada yang salah. Semua tergantung pada kacamata yang dipakai.

Aku ingin bahagia tetapi derita memaksa untuk aku berduka. LALU…..

Apa yang harus aku buat, juga kamu, kalian dan semua, untuk semua ini? Berdoakah? Diamkah? Atau pora-pura tidak tahu? Jangan menipu dan jangan bersembunyi darinya? LAKUKAN SESUATU…………………………………………(purfic)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun