Mohon tunggu...
Puji Hastuti
Puji Hastuti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sepeda yang Setia Antar ke Sekolah

3 Juni 2020   22:45 Diperbarui: 25 Juni 2020   08:49 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di Hari Sepeda Dunia ini yang diperingati setiap tanggal 3 Juni tiba-tiba teringat Aku dengan pengalaman masa remajaku.  Bersepeda ria bersama teman-teman menempuh jarak belasan kilo meter setiap hari ke sekolah. Sejak masuk sekolah menengah pertama, Aku mulai aktivitas pagi ku dengan bersepeda. Rumahku sekitar 7 kilo meter jaraknya dari sekolah.

Aku tidak sendiri, teman ku banyak juga yang bersepeda. Walaupun dari rumah hanya 1-2 orang teman, tetapi begitu sampai di jalan besar menuju arah sekolahku di SMP Negeri 1 Kroya, banyak sekali bertemu teman yang satu tujuan. Kami akan berlomba-lomba mengayuh sepeda hingga sampai ke sekolah.

Meskipun bisa dikatakan banyak sukanya daripada dukanya, pengalaman bersepeda ini benar-benar menyenangkan untuk dikenang hingga kini. 

Misalnya ada teman yang menggoda cewek yang ditaksirnya dengan selalu menjajarinya waktu bersepeda. Cewek itu tidak mau, terus dia mempercepat laju sepedanya, tentu saja si cowok  akan mempercepat juga kayuhannya. Jadilah mereka seperti balapan dan tenaga cowok lebih kuat dan si cewekpun terkejar. 

Pernah suatu kali karena agak siangan, Aku ngebut mengejar waktu. Begitulah kadang, kalau hari diawali dengan sesuatu yang tidak baik, akan diikuti dengan hal tidak menyenangkan berikutnya. Karena bangun kesiangan, masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan akhirnya tiba waktunya harus berangkat sekolah, belum bisa berangkat.  Ngebutpun kulakukan. Jalanan sudah sepi dan tidak terlihat teman-teman. Tiba-tiba ban sepeda meletus. 

Alhasil Aku harus menuntun sepeda tersebut mencari bengkel yang terdekat. Ternyata ban sepeda tidak bisa ditambal dan harus diganti. Uang saku tidak cukup untuk mengganti ban sepeda dalam dan luar yang terkoyak. Akhirnya aku ngutang dulu ke tukang bengkel dan minta di bayarin besok hari.

Urusan ban meletus selesai, waktu semakin siang. Sampai sekolah Aku sudah terlambat hampir 1 jam mata pelajaran. Seperti biasa siswa yang terlambat harus melapor dulu. 

Datanglah Aku ke ruang bimbingan  konseling  dengan nafas masih ngos-ngosan dan keringat mengalir. Hampir 2 jam aku tempuh perjalanan lengkap dengan tragedi ban meletus. Padahal biasanya hanya butuh waktu 45 -60 menit sampai sekolah.

Bu guru piket tidak memarahiku, terlihat beliau seperti merasa kasihan dengan penampilan diriku yang awut-awutan, berkeringat dan nafas ngos-ngosan. Dipersilahkannya aku menulis di buku terlambat alasannya dan janji tidak mengulangi keterlambatan masuk sekolah.

Di waktu lain pernah juga hampir terserempet mobil. Kalau ini bisa dikatakan salah kami, Aku dan teman-temanku. Kalau bersepeda bersama memang kadang-kadang suka berjajar 2-3 sepeda.  Tentu saja kondisi ini membuat jalanan penuh sama kami, anak-anak sekolah. 

Karena berjejer dan memenuhi jalan tersebut, mungkin menimbulkan rasa kesal pada pak sopir. Ketika sedang asyik bersepeda sambil cerita dengan teman di sebelah tiba-tiba kami diserempet. Alhamdulillah tidak sampai menimbulkan kecelakaan yang fatal. 

Kami hanya kaget namun tidak jatuh dan kurasakan tanganku perih. Ternyata kulit tanganku terkelupas pas kena gesekan mobil tadi. Akhirnya kami sadar kalau hal yang dilakukan tadi adalah salah dan kami bersepeda sendiri-sendiri  tidak berjajar  lagi.

Pengalaman bersepeda itu benar-benar membekas hingga kini. Setiap kali reuni atau ngumpul teman sekolah, cerita sepeda akan manjadi satu bagian cerita tersendiri. Ternyata teman-teman saling ingat dengan bentuk dan warna sepeda-sepeda kami.

Ada teman Cewek yang tinggi kurus rambut cepat dulu pakai sepeda kumbang. Ada teman yangvrambut panjang, senang dikepang dua, orangnya kalem pakai sepeda mini ke sekolah. Ada teman cowok yang pakai sepeda cowok, ada bentangan besi di depan suka membingungkan teman tidak dibincangkan belakang tapi justru di bentangan besi depan itu.

Macam-macam bentuk sepeda, termasuk aku masih ingat merk sepeda phoenix jenis sepeda jengki. Ada goncengan di belakang tempat Aku naruh belanjaan titipan ibu.

Dulu memang sewaktu sekolah SMP Aku sering dititipi ibu belanja di pasar dekat sekolah. Belanjaan itu untuk dijual kembali di warung ibu.

Pengalaman bersepeda ke sekolah ini berlanjut hingga Aku masuk Aliyah. Masih dengan sepeda yang sama kutempuh masa sekolahku dengan selalu naik sepeda kayuh.

Di Aliyah ini Aku sering jalan bersepeda bareng dengan kakak kelasku yang masih satu desa. Kadang bersepeda ramai-ramai dengan teman yang lain berangkat sekolah dan mengaji ataupun kegiatan extra kurikuler lain.

Rasanya sepeda benar-benar alat transportasi yang setia mengantarku setiap hari. Sepeda itu telah berjasa dalam satu bagian kehidupan masa remaja. Masa yang penuh suka cita, semangat mencari ilmu dalam balutan persahabatan yang tak terlupakan hingga kini.

Kesukaanku bersepeda  dulu ternyata berbanding terbalik sekarang. Komunitas gowes yang banyak tumbuh sekarang belum pernah ada yang diikuti. Keinginan itu ada, sepeda juga tersedia, namun karena suami tak pernah menggunakan lagi akhirnya sepeda itu mangkrak. Suami tidak pernah pakai sepeda lagi sejak mengalami sakit syaraf terjepit.

Olah raga yang dilakukannya sekarang lebih banyak berenang. Karena seringnya menemani suami ke kolam renang jadi lebih suka berenang daripada sepedaan.

Tapi akankah sepeda itu tetap mangkrak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun