Mohon tunggu...
Puja Mandela
Puja Mandela Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di apahabar.com

Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Radikalisme dan Simbol Agama (Antara Fakta dan Keniscayaan)

14 Mei 2018   06:17 Diperbarui: 14 Mei 2018   08:17 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : harakatuna.com

Meski sejumlah tokoh agama meminta agar aksi teror yang terjadi di Surabaya hari ini tidak dikaitkan dengan agama tertentu, tapi tetap saja simbol-simbol yang muncul ke permukaan adalah simbol-simbol dari satu agama. Dan entah kebetulan atau tidak, lagi-lagi simbol yang muncul adalah simbol agama Islam. Sayangnya itu juga "didukung" oleh perilaku sebagian kecil kelompok Islam yang memiliki ideologi radikal. Sederhananya, oleh mereka, kelompok Islam yang diberi merk ahlul bidah harus dijauhi, bahkan di tingkat yang lebih ekstrem, darah ahlul bidah dianggap halal.

Menyebut terorisme atau radikalisme tak ada kaitannya dengan Islam atau agama apapun, memang gampang, tetapi, realitanya sungguh sulit. Tengok saja peristiwa tragis yang terjadi saat Khalifah Ali berkuasa. Apa yang terjadi disana? Bagaimana ideologi orang-orang yang semula menjadi pendukung Sayyidina Ali, lalu tiba-tiba mengkafirkan Khalifah keempat itu dan menghalalkan darahnya? Meski dikafirkan oleh kelompok yang disebut Khawarij ini, Sayyidina Ali tidak menganggap mereka kafir. Mereka hanya ke luar dari "barisan". Artinya, label Islam masih menempel di baju mereka.

Di zaman ini, Khawarij modern masih banyak berkeliaran, meski jika dilihat secara kuantitas, kelompok ini termasuk minoritas. Kita bisa menemukannya dengan sangat mudah. Tengok saja Youtube atau search di internet, sangat mudah menemukan mereka, termasuk jika kita ingin mendengarkan "ceramah" mereka yang sangat ekstrem. Bahkan, ada tokoh dari kelompok itu yang bicara "penggal" dari atas mimbar.

Kita semua mengutuk aksi gila dan tolol yang terjadi di Surabaya hari ini. Apalagi peristiwa ini juga membuat kegaduhan dan potensi konflik baru di masyarakat. Namun, repotnya setelah peristiwa ini, muncul kelompok masyarakat "baru" yang merasa berada di garda terdepan untuk melawan terorisme dan radikalisme, tetapi di sisi lain ia mudah menuduh orang lain sebagai teroris, hanya karena, misalnya, orang tersebut merasa perlakuan aparat kepolisian dan media tidak adil: jika dalam kejahatan simbol Islam yang muncul, beritanya ribut 7 hari 7 malam, sementara jika simbol agama lain yang muncul, berita yang muncul atau respon pemerintah terlihat biasa saja, bahkan cenderung lamban.

Kalau ada pertanyan: Kenapa ketika simbol Islam diseret-seret, ekspos media terlihat lebih heboh? Ya, bisa jadi isu Islam yang dikaitkan dengan terorisme jauh lebih seksi dibandingkan dengan isu-isu kekerasan yang melibatkan agama lain. Dari perspektif media massa, isu ini memang sangat seksi. Isu ini juga sangat menguntungkan bagi media, sebab dengan pemberitaan yang "wah" dan bombastis, rating, eksemplar koran, dan kunjungan website akan melonjak drastis.

Di tengah kondisi rawan seperti ini, kita, masyarakat Indonesia harus tetap waspada terhadap upaya adu domba yang tidak hanya berpotensi memecah belah bangsa, tetapi juga mewujudkan Indonesia bubar dan porak poranda seperti di Timur Tengah sana. Kalau tidak setuju dengan pemerintah, ya, dikritik atau lakukan upaya perubahan yang tak bertentangan dengan konstitusi. Jangan ngebom!

pjm 15.5.2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun