Artikel (1) sebelumnya:Â Â Antara Dili, Dolly, dan Kamp Madiba Beni dalam Belitan Transmisi IMS-HIV (1)Â
1. Bertugas di negeri asal HIV
Dalam rangka mencegah dan menanggulangi HIV-AIDS di lingkungan prajurit dan kekuarganya, pimpinan TNI memandang perlu adanya perangkat lunak yang diterbitkan sejak awal dekade sembilanpuluhan. Setiap personel yang akan mendapat tugas operasi militer di dalam maupun di luar negeri, harus menjalani skrining tes HIV, demikian pula saat kembali dari penugasan.Â
Penapisan HIV juga dilakukan pada calon anggota TNI, seleksi pendidikan pengembangan maupun medical check up berkala, bahkan menjadi persyaratan pemeriksaan kesehatan pranikah. Dengan demikian pemeriksaan skrining HIV di jajaran TNI bersifat mandatory untuk melindungi satuan, agar prajurit siap bertugas dan menjamin kesejahteraan keluarga. Kegiatan kesehatan preventif ini dilaksanakan di satuan/pangkalan, juga saat melaksanakan tugas operasi di dalam maupun di luar negeri.
Salah satu pengalaman melaksanakan pembinaan kesehatan preventif di medan operasi penulis alami pada tahun 2004-2005, saat bertugas sebagai perwira kesehatan Satgas Kompi Zeni TNI (Indoeng-Coy) Kontingen Garuda XX-B dalam Operasi Pemeliharaan Perdamaian di Republik Demokratik Kongo/MONUC. Kepada calon anggota satgas diberikan  pembekalan sebelum berangkat bertugas, diantaranya adalah penekanan tentang tingginya angka kasus HIV di Kongo. Laporan UNAIDS untuk wilayah Afrika Tengah dan Timur pada tahun 2003 tercatat RD Kongo menduduki urut nomor 5 dengan jumlah total 1 juta kasus HIV dan angka kematian 100.000 <1>.
Kongo, negeri kaya tambang emas dan berlian namun rakyatnya terbenam dalam penderitaan kemiskinan akibat konflik antar faksi yang tak kunjung usai, adalah negeri asal virus HIV.  Pada tahun 1920 virus HIV diyakini ditemukan pertama kali di Kinshsa, ketika dilaporkan adanya penyebaran infeksi Simian Immunodeficiency Viruses (SIV) dari simpanse dan gorila kepada manusia <2>.   Science Art memberitakan sebagaimana dikutip Intisari online bahwa jalur kereta api dibangun untuk mengimbangi kemajuan Kinshasa dan kaum muda yang berdatangan mencari kerja di Kinshasa. Kondisi tersebut diikuti dengan praktek prostitusi dan hal ini dianggap sebagai jalur penyebaran HIV ke seluruh dunia <3>.
Pada pertengahan tahun penugasan, Indoeng-Coy melakukan perpindahan komando taktis (kotis) dari distrik Ndoromo ke Madiba Camp di kota Beni Provinsi Kivu Utara. Kamp Madiba kami tempati bersama Kontingen Batalyon Infanteri Mekanis Afrika Selatan (SAI-Batt). Salah satu tugas SAI-Batt adalah mengawal kami yang sedang membangun landasan pacu lapangan terbang Mavivi-Beni. Bandara Mavivi semula hanya lapangan rumput yang berfungsi sebagai lapangan terbang perintis. Tugas Indoeng-Coy adalah meningkatkan kapasitas dan membangun landasan pacu agar bisa didarati pesawat sekelas C-130 Hercules untuk mendukung mobilisasi pasukan PBB.
Area Kamp Madiba dikelilingi gundukan tanah setinggi 3 meter plus pagar kawat berduri. Pada hari pertama di Kamp Madiba, sebagai perwira kesehatan kontingen penulis langsung melaksanakan observasi lingkungan dengan berjalan mengelilingi batas luar area kamp Madiba, dengan hasil diantaranya di banyak lokasi penulis menemukan bertebaran karet kondom bekas pakai.Â
Temuan tersebut penulis sampaikan kepada dokter dan perwira intel SAI Batt, karena selain terkait masalah kesehatan juga berpotensi menjadi masalah sosial bila melibatkan warga lokal dan akhirnya menciderai misi penugasan pasukan PBB. Saya juga meninjau lokasi sungai yang akan menjadi sumber air baku yang akan kami gunakan sehari-hari. Sebagai pasukan zeni kami memiliki perlengkapan water treatment dan water purifier untuk menghasilkan air layak konsumsi. Tim kesehatan Indoeng- Coy juga dilengkapi perangkat pemeriksaan air.