Program makan bergizi gratis atau MBG yang digagas pemerintah sebenarnya lahir dari keprihatinan sekaligus harapan. Selama bertahun-tahun, Indonesia menghadapi persoalan serius dalam hal gizi, terutama di kalangan anak-anak usia sekolah. Banyak laporan yang menyebutkan bahwa masalah stunting, anemia, kurang gizi, dan pola makan tidak seimbang masih menjadi tantangan besar bagi negeri ini. Di sisi lain, Indonesia memiliki kekayaan pangan luar biasa, mulai dari hasil bumi, hasil ternak, hingga hasil laut. Kekayaan itu seharusnya mampu menjadi penopang utama bagi kebutuhan gizi bangsa, asalkan dikelola dengan baik, terdistribusi dengan adil, dan dihubungkan dengan program besar yang menyentuh rakyat banyak. Dari titik inilah, program makan bergizi gratis muncul, bukan hanya sebagai solusi gizi, tetapi juga sebagai peluang besar bagi para petani, peternak, dan nelayan.
Bayangkan jika setiap hari jutaan anak di sekolah mendapatkan makanan bergizi lengkap yang terdiri dari nasi atau sumber karbohidrat lokal, lauk pauk dari daging, ayam, telur, atau ikan, ditambah sayur segar, buah musiman, serta minuman sehat seperti susu. Bayangkan betapa besar volume bahan pangan yang dibutuhkan untuk mewujudkan itu semua. Bayangkan pula betapa luas peluang usaha yang terbuka jika pemerintah berkomitmen membeli semua bahan pangan tersebut langsung dari petani, peternak, dan nelayan lokal. Hal inilah yang sebenarnya menjadi inti dari program MBG. Ia bukan sekadar program sosial yang memberi makan gratis, tetapi juga instrumen pembangunan ekonomi rakyat yang berbasis pada kekuatan pangan dalam negeri.
Bagi petani, program ini jelas membuka pintu yang selama ini mungkin tertutup. Selama bertahun-tahun, banyak petani mengeluh soal harga panen yang jatuh, soal tengkulak yang menentukan pasar, dan soal akses distribusi yang terbatas. Dengan adanya MBG, pemerintah membutuhkan beras dalam jumlah besar, sayuran segar setiap hari, serta buah-buahan yang variatif. Petani kini tidak hanya menjadi produsen kecil yang bingung menjual hasilnya, tetapi bisa menjadi mitra strategis penyedia bahan baku. Jika dikelola dengan baik, petani dapat menanam sesuai kebutuhan gizi program ini, sehingga produksi lebih terarah, pasar lebih pasti, dan kesejahteraan lebih terjamin.
Bagi peternak, peluangnya juga sangat besar. Bayangkan kebutuhan telur ayam untuk jutaan anak sekolah di seluruh negeri. Bayangkan berapa banyak liter susu yang dibutuhkan setiap hari. Bayangkan pula daging ayam, sapi, atau kambing yang harus dipasok untuk memenuhi kebutuhan menu bergizi. Selama ini, peternak sering kesulitan menjual hasil produksi karena fluktuasi harga di pasar. Kini, dengan MBG, ada kepastian pasar, ada jaminan pembelian, ada peluang memperluas usaha, bahkan ada peluang untuk meningkatkan kualitas produksi sesuai standar gizi yang ditetapkan. Peternak kecil yang dulu hanya memiliki puluhan ekor ayam bisa bertransformasi menjadi peternak menengah karena ada kepastian permintaan.
Sementara bagi nelayan, program ini juga bisa menjadi angin segar. Indonesia adalah negara maritim dengan kekayaan laut yang melimpah. Namun, banyak nelayan kecil yang hasil tangkapannya tidak terjual dengan harga pantas, bahkan sering dibuang karena tidak terserap pasar. MBG memberi harapan baru karena ikan adalah sumber protein utama yang murah dan sehat. Jika nelayan bekerja sama dalam kelompok atau koperasi, mereka bisa menjadi pemasok tetap ikan segar untuk kebutuhan harian program ini. Tidak hanya ikan laut, ikan air tawar dari kolam dan tambak juga punya potensi besar. Dengan demikian, nelayan dan pembudidaya ikan punya masa depan yang lebih cerah ketika MBG berjalan secara konsisten.
Di balik peluang besar ini, tentu ada tantangan yang harus dijawab. Pertama adalah soal kualitas. MBG menuntut bahan pangan yang sehat, higienis, dan bergizi. Petani harus memastikan hasil panennya bebas dari pestisida berlebih. Peternak harus menjaga kesehatan ternaknya. Nelayan harus memastikan ikan tetap segar hingga sampai ke dapur penyedia makanan. Tantangan kedua adalah soal kontinuitas pasokan. Program ini berjalan setiap hari, sehingga tidak boleh ada hari di mana bahan pangan terlambat atau kosong. Oleh karena itu, kelompok tani, peternak, dan nelayan perlu membangun sistem kerja sama, koperasi, dan distribusi yang lebih solid. Tantangan ketiga adalah soal harga yang adil. Pemerintah perlu memastikan bahwa harga beli cukup tinggi untuk menyejahterakan produsen, tetapi tetap masuk akal agar program ini bisa berjalan secara berkelanjutan.
Meski begitu, manfaat yang akan lahir dari program ini jauh lebih besar daripada tantangan yang ada. Pertama, kesejahteraan petani, peternak, dan nelayan akan meningkat karena ada pasar yang jelas dan stabil. Kedua, produk lokal akan naik kelas karena harus memenuhi standar gizi dan mutu. Ketiga, kemiskinan bisa berkurang karena sektor pangan menjadi penyerap tenaga kerja yang masif. Keempat, anak-anak Indonesia akan tumbuh lebih sehat, lebih cerdas, dan lebih produktif, karena asupan gizi mereka terjamin setiap hari. Dengan kata lain, MBG tidak hanya soal makanan, tetapi soal masa depan bangsa.
Untuk bisa terlibat dalam program ini, para petani, peternak, dan nelayan perlu mulai berbenah. Mereka bisa membentuk kelompok usaha bersama, koperasi, atau gabungan kelompok tani dan nelayan untuk memperkuat daya tawar. Mereka juga perlu meningkatkan kualitas produksi dengan menjaga kebersihan, mutu, dan keberlanjutan pasokan. Selain itu, mereka harus aktif menjalin komunikasi dengan pemerintah daerah yang menjadi penghubung antara produsen dan penyelenggara program MBG. Semua itu membutuhkan kesadaran kolektif bahwa MBG bukan sekadar proyek pemerintah, melainkan gerakan nasional yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
Bayangkan suatu hari nanti ketika anak-anak Indonesia di seluruh pelosok negeri makan siang dengan menu sehat yang terdiri dari nasi dari petani lokal, lauk ayam atau ikan dari peternak dan nelayan setempat, sayur mayur segar dari kebun desa, buah manis dari kebun rakyat, serta segelas susu dari peternak sapi perah. Bayangkan wajah-wajah ceria anak-anak itu yang sehat, kuat, dan bersemangat belajar. Bayangkan pula wajah-wajah bahagia para petani, peternak, dan nelayan yang kini merasa dihargai karena hasil kerja keras mereka langsung memberi manfaat bagi generasi bangsa. Semua itu bukanlah mimpi kosong, melainkan kenyataan yang bisa diwujudkan melalui program makan bergizi gratis.
Kesimpulannya, MBG adalah program yang menyentuh dua aspek sekaligus: kesehatan generasi dan kesejahteraan produsen pangan. Jika berjalan dengan baik, ia akan menjadi tonggak sejarah baru pembangunan bangsa. Indonesia akan dikenal bukan hanya sebagai negara agraris dan maritim, tetapi juga sebagai negara yang berhasil memanfaatkan kekayaan alamnya untuk membangun manusia yang sehat, kuat, dan cerdas. Petani, peternak, dan nelayan akan berdiri sejajar sebagai pilar utama ketahanan pangan nasional. Dan pada akhirnya, MBG akan membuktikan bahwa makan bergizi gratis bukan sekadar makanan, melainkan investasi bagi masa depan Indonesia.