Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota besar, jajanan anak-anak sering kali dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari keseharian mereka. Namun, di balik warna-warni kemasan dan harga terjangkau, tersembunyi ancaman kesehatan yang mengintai generasi penerus bangsa. Lemak trans, yang banyak ditemukan dalam jajanan olahan, menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya penyakit tidak menular di kalangan anak-anak.detiknews
Lemak Trans: Musuh Tak Terlihat dalam Jajanan Anak
Lemak trans adalah jenis lemak yang terbentuk melalui proses hidrogenasi parsial minyak nabati. Proses ini mengubah minyak cair menjadi padat, meningkatkan masa simpan produk, dan memberikan tekstur yang diinginkan dalam berbagai makanan olahan. Namun, konsumsi lemak trans dalam jumlah besar dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner, hipertensi, dan gangguan metabolik lainnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar konsumsi lemak trans dibatasi di bawah 1 persen dari total asupan energi harian. Namun, kenyataannya, banyak produk jajanan anak yang mengandung lemak trans melebihi ambang batas yang dianjurkan. Penelitian WHO Indonesia pada 2023 menemukan bahwa dari 130 sampel produk makanan yang diuji, sebelas di antaranya mengandung lemak trans tinggi, melebihi ambang WHO sebesar 2 gram per 100 gram lemak total.detiknews
Jajanan Anak di Perkotaan: Murah, Menarik, dan Berisiko
Di kawasan padat penduduk seperti Johar Baru dan Setiabudi di Jakarta, jajanan olahan kemasan menjadi pilihan utama bagi anak-anak. Harga yang murah dan kemasan yang menarik membuat jajanan ini mudah diakses, terutama bagi keluarga dengan ekonomi terbatas. Namun, di balik kemudahan tersebut, terkandung risiko kesehatan yang besar.
Dari 38 jenis jajanan yang paling sering dijual dan dibeli di sekitar sekolah, 23 di antaranya diproduksi oleh tiga produsen ternama. Sayangnya, hanya 8 produk yang mengklaim bebas lemak trans, sementara 26 sisanya tidak mencantumkan informasi terkait sama sekali. Hal ini menunjukkan kurangnya transparansi dan regulasi dalam industri pangan olahan di Indonesia.detiknews
Regulasi yang Lemah dan Pengawasan yang Minim
Salah satu faktor utama tingginya kandungan lemak trans dalam jajanan anak adalah lemahnya regulasi dan pengawasan dari pemerintah. Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2021 terkait label pangan olahan memang sedang dalam proses revisi, tetapi pencantuman lemak trans di label tetap tidak diberlakukan secara wajib. BPOM juga mengakui bahwa pengujian kadar lemak trans di produk pangan dilakukan berbasis risiko, bukan secara rutin.
Selain itu, standar internasional Codex tidak mewajibkan pencantuman lemak trans pada pangan olahan. Hal ini membuat konsumen, terutama orang tua, kesulitan dalam memilih produk yang aman bagi anak-anak mereka.