Mohon tunggu...
Mang Free
Mang Free Mohon Tunggu... Penulis - Kadar Pok, Kudu Pek

Mahasiswa Tadris Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Orang Tuaku, Jalan Keberhasilanku dan Kegagalanku

13 April 2019   16:05 Diperbarui: 13 April 2019   16:09 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diadopsi dari http://www.bernas.id

"Jang, kamu anak laki-laki kamu bakalan jadi imam dalam keluarga, makanya kamu harus sekolah tinggi. " ucapan ibu yang selalu saya kenang ketika sedang menemui terjalnya masalah dalam belajar dan melawan rasa malas yang luar biasa. "Dimanapun kamu berada, kamu harus jadi orang yang jujur dan jangan pernah lupa melaksanakan sholat" ucapan ibu yang sering beliau ulangi ketika sedang duduk santai di tengah rumah.

Orang tua saya bukanlah orang yang berpendidikan akan tetapi mereka mewajibkan anak-anaknya untuk menjadi orang terdidik, mereka terus berupaya untuk men-support setiap kegiatan kami. Saya pikir banyak yang juga orang tua lain yang berupaya dan berpikiran seperti itu, akan tetapi banyak orang tua yang salah memaknai kata mensupport ini.

Dalam men-support anaknya, orang tua memiliki banyak versi. Ada yang terus menemani seharian penuh, ada yang hanya memenuhi kebutuhan finansial saja, ada yang membiarkannnya , ada yang melarang banyak hal, ada yang memberikan banyak kursus, ada pula yang memanjakan bahkan melayani segala kebutuhannya, dan masih banyak lagi. Tentu saja semua orang tua bertujuan demi kebaikan sang anak, akan tetapi sering kali ada hal kecil yang terlupakan, yaitu komunikasi.

Komunikasi antara orang tua dan anak akan menumbuh-kembangkan kecerdasan emosional anak. Maksud komunikasi disini adalah ucapan dan perilaku orang tua yang ditujukan dan ditunjukan kepada anak.  Faktanya, banyak orang tua yang hanya mementingkan kecerdasan intelektual saja, sehingga emosi dan sosial anak terlupakan begitu saja. Menurut Goleman (1999), emosi adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Kecenderungan untuk bertindak ini dibentuk oleh pengalaman kehidupan serta budaya.

Selain itu, kecerdasan emosional merujuk pula pada hubungan sosial anak, dimana hubungan sosial wajib dibangun sejak dini agar anak dapat bertindak secara tepat ketika menghadapi permasalahan dalam hubungan sosial. Contohnya ketika sang anak bercerita " Mah, tadi aku berantem sama temanku di sekolah. Dia mukul aku ".

Ketika mendengar hal ini, apa respon anda jika hal ini diucapkan anak anda ? Apakah anda akan mengatakan " Siapa yang berani mukul anak mama ? ayo katakan siapa, biar mama telpon guru kamu supaya dia dikeluarkan. " atau mengatakan "kok bisa berantem ?, ayo ceritain ke mama !... Ya udah, besok kalian saling minta maaf ya !". Ini mungkin salah satu contoh respon orang tua terhadap permasalahan anak, jika anda cenderung memilih ungkapan pertama maka anak akan merasa di manja dan sering kali memecahkan masalahnya dengan bantuan anda. Akan tetapi, jika anda cenderung memilih respon kedua maka anak akan lebih suka memecahkan masalah dengan jalan meminta maaf (berbaikan). Respon orang tua dalam menghadapi suatu masalah akan diikuti oleh anak, karena bagaimanapun juga orang tua adalah public figur anak.


Dalam hal ini, kita sudah tahu bahwa komunikasi orang tua dan anak itu sangat penting. Akan tetapi ada hal lain yang harus diperhatikan, yaitu bagaimana orang tua berkomunikasi dengan anak. Pasalnya, banyak sekali perkataan orang tua terhadap anak yang diucapkan dengan niat baik tetapi berdampak buruk pada anak. Beberapa kesalahan orang tua yang sering terjadi ketika berkomunikasi dengan anak adalah

Memerintah
Dalam hal ini, bedakan antara memerintah anak untuk melakukan sesuatu dengan meminta atau mengajak anak untuk melakukan sesuatu. Makna dari kedua kata tersebut sama, yaitu anak harus melakukan suatu hal. Akan tetapi, cara penyampaiannya yang berbeda. Contohnya banyak orang tua yang memerintah anaknya untuk sholat, akan tetapi orang tuanya sendiri malah nonton TV.

Tentunya anak akan melaksankannya untuk pertama kalinya, tetapi anak akan berpikir " buat apa ayah nyuruh aku pergi sholat tapi kok ayah malahan nonton TV". Sehingga anak akan sulit ketika diminta melaksanakan sholat dikemudian harinya. Hal ini akan berbeda apabila ayahnya mengajak anak untuk sholat sambil ayahnya bersiap untuk berangkat sholat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun