Mohon tunggu...
Priyadita Ramadhan
Priyadita Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa independen

seseorang yang tertarik pada teknologi, game dan anime sebagai tempat hiburan dan pelarian dalam kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sistem Pendidikan yang Cocok dengan Kondisi Masyarakat Multikultural

1 Februari 2024   12:45 Diperbarui: 1 Februari 2024   13:07 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://amp.kompas.com/edukasi/read/2018/05/02/07041861/pendidikan-multikultural-untuk-pembumian-pancasilaInput sumber gambar

Indonesia merupakan negara yang multikultural dengan keanekaragaman yang sangat banyak. Keanekaragaman tersebut meliputi agama, suku, ras, bahasa dan budaya yang berbeda. Perbedaan inilah yang membentuk adanya pancasila dnegan semboyan "Bhineka Tunggal Ika" sebagai simbol pemersatu bangsa. Persatuan dan kesatuan yang ada saat ini tentu telah melewati proses yang panjang mulai dari penjajahan hingga konflik antar suku baik karena perbedaan pendapat atau budaya dari kedua kelompok. Namun karena adanya persamaan tujuan dan keresahan, akhirnya dapat menyatukan seluruh elemen untuk merdekakan Indonesia dari penjajahan.

Tantangan yang dihadapi oleh generasi muda saat ini tentu berbeda juga dengan yang dihadapi oleh generasi sebelumnya. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang pesat mempermudah segala sektor kehidupan masyarakat terutama dalam memperoleh informasi. Dunia digital menjadi salah satu sarana dalam mencari informasi terkini dalam hitungan menit baik di media sosial maupun situs pencarian. Meski begitu, tentu harus diimbangi dengan kemampuan masyarakat yang mampu mengikuti perkembangan serta memilah informasi. Hal ini untuk mendukung bahwa masyarakat dapat menggunakan dengan baik teknologi tanpa menyalahgunakan dan terhindar dari tindak kriminal yang dapat dilakukan melalui dunia digital.

Dilansir dari kominfo.go.id, Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada tahun 2018 terdapat lebih dari 100 juta pengguna aktif smartphone di Indonesia. Meski begitu, UNESCO menyebut Indonesia berada di urutan kedua dari bawah untuk literasi dunia. Hal ini tentu berlawanan dengan kemajuan teknologi dan minat baca masyarakat Indonesia. Selain itu, dari Kominfo sendiri mencatat adanya 12.547 konten hoaks yang tersebar di website maupun platform digital dalam jangka Agustus 2018 hingga Desember 2023. Mengingat juga pada tahun 2019 sedang dilanda dengan pandemi Covid-19. Sehingga hoaks mengenai kesehatan menjadi kategori terbanyak.

Ketimpangan ini menjadi tantangan yang harus diselesaikan oleh generasi muda dalam rangka merawat dan mejaga persatuan dan kesatuan yang sudah ada di Indonesia. Mengingat banyaknya perbedaan pandangan dalam masyarakat hingga menimbulkan konflik antar kelompok. Seperti contohnya pada tahun-tahun pemilu yang mengharuskan masyarakat untuk memilih satu dari pilihan pemimpin yang ada. Pada pemilu tahun 2019, terdapat 3.356 hoaks yang tersebar menurut KOMINFO. Hingga banyak masyarakat yang telah memillih pemimpin yang kalah merasa dicurangi dan menimbulkan perpecahan.

Oleh karena itu, permasalahan ini harus dianalisa dengan baik dan diselesaikan dengan solusi yang tepat. Salah satunya dengan pendidikan baik disekolah maupun di media sosial. Pendidikan tidak hanya tentang materi apa yang akan disampaikan. Tetapi juga membangun sistem, kurikulum hingga bagaimana pendidik menyampaikan materi agar siswa mencapai indeks keberhasilan yang telah direncanakan.

  • ATASI MASALAH

Beberapa permasalahan diawal merupakan bagian kecil dari awal perbedaan yang semakin kontras dan perlahan mengurangi persatuan dan kesatuan di Indonesia. Stereotip tentang salah satu suku, agama, ras tertentu juga membentuk pandangan di masyarakat. Seperti Jawa dengan ketelatenan, medan dengan nada bicara yang keras, papua yang identik dengan Tangguh dan kuat, hingga adanya politik identitas ketika pemilu untuk menggaet suara mayoritas demi memenangkan kepentingan duniawi, bukan akhirat.

Masalah tersebut muncul karena kurangnya masyarakat dalam mengetahui dan memahami informasi yang didapatkan. Mereka mendapatkan informasi tersebut dari sosial media yang memang memiliki durasi video singkat, konten yang menarik dan padat, Namun dapat menimbulkan misinformasi bahkan kesalahpahaman. Begitu juga dengan pembuat video yang dapat memotong bahkan mengedit video yang akan disebarkan di media sosial sesuai dengan keinginannya. Sehingga poin yang disampaikan dari statement seseorang dapat disalahartikan karena video dalam sosial media yang telah di edit tersebut tidak memuat seluruh statementnya.

Disinilah peran penting dari literasi untuk meningkatkan daya kemampuan masyarakat dalam menggali, memastikan serta memahami bahwa informasi yang didapatkan tersebut benar atau hoaks semata. Terlebih lagi, informasi yang bersifat provokasi biasanya memiliki bahasa atau gaya penulisan yang dilebih-lebihkan. Literasi tidak hanya soal membaca dan menulis, menurut American Library Association atau ALA tetapi juga kemampuan untuk mengenali informasi dan kemampuan menemukan, mengevaluasi serta menggunakan informasi tersebut secara efektif. Sedangkan pada beberapa kasus yang terjadi di masyarakat, banyak pihak hanya mendapatkan informasi secara singkat atau menerima informasi dari orang lain tanpa ditelusuri asal-usulnya dan bagaimana kebenarannya. Tetapi dikarenakan informasi tersebut disampaikan dengan menyakinkan dan oleh orang yang memiliki pengikut sehingga informasi tersebut dianggap benar.

Seperti pada informasi yang disampaikan diawal, pendidikan tidak hanya didapat dari sekolah saja, tetapi juga dari berbagai media digital yang mudah diakses oleh masyarakat luas. Dalam permasalahan yang telah dibahas, meningkatkan literasi menjadi tujuan diadakan pendidikan sehingga masyarakat dapat lebih mengolah informasi yang didapatkan. Hal ini harus dilakukan dari generasi yang lebih muda dahulu, karena mengingat generasi muda merupakan generasi penerus sehingga sangat penting membangun generasi muda menjadi lebih baik dari sebelumnya. Langkah pertama dapat dilakukan dari sekolah-sekolah baik menambahkan literasi ke dalam target atau indeks keberhasilan pembelajaran maupun sosialisasi keliling.

Sebelum melakukan hal itu, perlu diketahui entering behavior dari siswa atau target sosialisasi tersebut. Entering behavior adalah sejauh mana kemampuan siswa tersebut terutama tentang literasi. Sehingga pendidik atau penyelenggara dapat mengetahui kebutuhan dan metode yang akan digunakan dalam menyampaikan materi untuk meningkatkan literasi. Selain itu, pada beberapa kasus materi disampaikan secara menyenangkan dan jelas. Sehingga siswa atau target dapat serius namun tidak merasa jenuh. Efektivitas inilah yang juga menjadi perhatian penuh dalam pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun