Peristiwa politik yang terjadi di Indonesia sungguh menarik untuk dicermati. Perang siasat terjadi di antara kubu-kubu yang terlibat. Terutama dalam Pilkada DKI, sebagai penonton, kita bisa berargumentasi mengenai siasat yang digunakan masing-masing kubu. Misalnya, apakah tampilnya SBY di media sosial adalah murni blunder, post power syndrome, ataukah memang itu dilakukan dengan penuh perhitungan atas suatu tujuan tertentu?.
Begitu pula ketika Ahok dan pengacaranya menyebut nama SBY di persidangan, apakah siasat yang hendak dilakukan? Apakah memancing SBY keluar akan sama dengan menghasilkan ikan besar, atau justru ikan yang sengaja menangkap kail, dan sang pemancing akan terkuras kekuatannya menghadapi ikan? Siasat-siasat semacam itu sudah dilakukan sejak dahulu kala, oleh nenek moyang nusantara. Berikut ini saya mencatat beberapa siasat yang pernah digunakan dan dicatat dalam literatur sejarah nusantara, yang saya temukan di dalam buku Ahangkara.
Siasat Wijaya
Pasukan Tartar (Mongolia) pernah datang ke Jawa. Pasukan itu hendak menghukum Jayakatwang/ Singasari. Jumlahnya pun tak sedikit, ada ratusan ribu prajurit Tartar, dipimpin oleh tiga senapati bernama Sibi, Ike Mese, dan Gausing. Meski catatan sejarah mereka hanya menyebutkan tiga nama itu, cerita yang diriwayatkan Ranggalawe menyebutkan pemimpin pasukan itu adalah Khan Agung. Tidak mungkin salah satu senapati menjadi panglima bagi senapati lainnya.
Di Tanah Jawa, pasukan Tartar berhasil dibantai dan diusir, setelah panglima tertinggi mereka (Khan Agung) mati di tangan pasukan Batara Wijaya.
Batara Wijaya berpura-pura membantu paÂsukan Tartar untuk menyerang Batara Jayakatwang, pengganti Batara Kertanegara sebagai penguasa Jawa. Setelah Khan Agung mengalahkan pasukan Batara Jayakatwang, pasukan Hutan TaÂrik menyerang balik pasukan Tartar hingga berakibat pada guÂgurnya Khan Agung.
Siasat Berburu Ular
Siasat Wijaya di atas lebih baik lagi jika dipadukan dengan Siasat Berburu Ular. Jika kita memakai Siasat Berburu Ular, kita perlu tahu di mana sarang ular berada.
Batara Wijaya yang pasukannya lebih sedikit tentu paham tak akan mampu memenangkan pertarungan secara langsung. Kekuatannya langsung diarahkan ke sarang ular untuk membunuh Khan agung. Hal ini akan mengakibatkan turunnya mental bertarung pasukan Tartar.
Siasat Batara Erlangga
Raja Medang terakhir adalah Batara Darmawangsa Teguh. Beliau punya seorang adik perempuan bernama MahendradatÂta yang menikah dengan Batara Udayana, seorang raja di Bali. Perkawinan itu melahirkan anak laki-laki bernama Erlangga. Saat Medang diserang pasukan Wurawari dari Lwaram pada 934 Saka, Watan, Kotaraja Medang, hancur. Bahkan Batara DarmaÂwangsa Teguh pun pralaya/ meninggal. Tapi, Erlangga berhasil meloloskan diri bersama pengasuhnya yang bernama Narotama. Erlangga lari ke hutan dan menjadi pertapa. Tiga tahun kemudian beliÂau turun gunung, merebut Medang dari musuhnya dan membaÂngun kekuasaan yang menjadi cikal-bakal Kahuripan.