Mohon tunggu...
Prince Adrian
Prince Adrian Mohon Tunggu... -

Merayakan ego

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jokowi Mengingatkan Saya pada Yuna Zarai

17 Agustus 2014   04:30 Diperbarui: 24 Juli 2015   15:29 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

photo: tyadinda.wordpress.com

photo: www.svanapaper.com

Opini berikut ini adalah berdasarkan pengamatan sepintas dan feeling subjektif. Saya hanya berada dalam posisi seorang fan, tidak mengenal mereka secara pribadi. Tentu semua sudah mengenal Jokowi yang sekarang menjadi orang 'nomor satu' di negeri ini. Saya sih yakin lah, terlepas dari masih berjalannya sidang MK dan gerecokan-gerecokan lainnya dari kubu sebelah, semua tidak akan berpengaruh. Sudah ada survey yang menyimpulkan - ditambah survey amatiran saya browsing situs-situs berita dan forum - bahwa makin banyak rakyat Indonesia berpindah hati ke Jokowi 1). Sosok Jokowi banyak dikenal dengan gayanya yang santai tapi banyak kerja, hampir selalu tersenyum, dan "aku rapopo"-nya. Sedangkan Yuna Zarai adalah seorang penulis lagu dan penyanyi asal Malaysia yang dikenal lewat karakter musik dan penampilannya yang khas. Tinggal dan berkarya di Amerika Serikat negara nan liberal, ia tetap konsisten mengenakan jilbab, identitasnya sebagai muslimah. Sejauh yang saya lihat dalam performance-nya via akun facebook dan video-nya di youtube, dalam kesehariannya ia dikelilingi anggota-anggota band yang hampir semuanya pria bule yang tentu saja (asumsi saya) memiliki nilai-nilai yang berbeda (Amerika gitu loh). Kesamaan yang saya lihat dalam diri Jokowi dan Yuna adalah betapa mereka bisa tetap bertahan menjadi diri sendiri di tengah pusaran arus yang berlawanan. Dan hebatnya mereka melakukan semua itu dengan santai. Kelihatannya 'mengikuti arus' padahal sebenarnya 'melawan arus' - terlihat dalam keunikan mereka. Effortlessly being themselves. Jokowi diantara pusaran fitnah dan serangan lainnya dari pihak lawan. Yuna ditengah-tengah budaya hedonis Amerika dan industri musik secara global. Jokowi yang apa adanya, kelihatannya suka senyum-senyum sendiri dan vulnerable tapi rupanya tegas dan tidak mudah terpancing sindiran-sindiran lawan dan media2) (saya benar-benar salut untuk yang satu ini). Yuna yang modest dalam kepribadian dan penampilan, lagu-lagunya juga bertempo santai tapi tetap unik dan kreatif, sudah punya signature tersendiri, termasuk pula gayanya dalam fashion. Produser musiknya pun bukan sembarang, dialah Pharell Williams yang disebut sebagai produser peraih Grammy sekaligus paling jenius saat ini 3). Melihat mereka ini saya jadi berpikir, hidup ini mungkin sebenarnya mudah.. atau setidaknya lebih mudah dari yang kita kira. Saya sebagai seorang iconoclast merasakan harus terus melawan arus hanya untuk menjadi dan mengekspresikan diri sendiri. Mempertanyakan segala sesuatu, berkontemplasi.. semakin jujur terhadap diri sendiri semakin berbeda saya dengan lingkungan. Kehidupan berubah total, jadi banyak tantangan dan tentangan meskipun tentu saya merasa jauh lebih merdeka karena saat ini ekspresi/'suara' luar saya sama dengan - atau setidaknya jauh lebih mendekati - suara di dalam (hal ini akan saya bahas lebih detil di lain artikel.. kalau ada keberanian ;)). Kembali ke Jokowi dan Yuna. Membandingkan saya yang meledak-ledak dengan mereka, rasanya saya tidak melihat kesan berani yang berapi-api pada Jokowi dan Yuna dalam mempertahankan keunikan diri. Yang terlihat adalah kesan mengalir. Seperti air, bertemu batu atau penghalang apapun tetap mengalir, fleksibel dan santai mencari celah, bahwa untuk mencapai tujuan tidak perlu harus dobrak heboh sana-sini (kalau bicara tentang 'dobrak sana-sini' tentu Anda tahu pihak mana dalam pilpres yang sampai sekarang masih ngotot, hehe..).

photo: read.ammomag.com
photo: www.cnn.com

Meskipun sifat saya pribadi berbeda dengan mereka, menurut saya sedikit-banyak karakter-karakter seperti ini bisa dijadikan inspirasi. Bahkan secara spiritualitas saya seorang agnostik (agama benar-benar cuma di KTP!) bukan muslim atau beragama apapun seperti Jokowi dan Yuna. Tapi saya salut dengan kejujuran mereka, bagaimana mereka mengekspresikan identitas ditengah lingkungan yang memiliki nilai-nilai berbeda (dalam kasus Yuna) atau massa yang masih terus saja merongrong, mengganggu dengan fitnah-fitnah dan entah serangan apa lagi nantinya (dalam kasus Jokowi). Dan saya lebih kagum lagi dengan kesantaian mereka menghadapi semua itu. Referensi: 1) http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/08/07/lsi-ada-pemilu-ulang-jokowi-jk-unggul-5706-persen 2) http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2013/01/22/kekonyolan-muhammad-rizky-tv-one-ketika-mewawancarai-jokowi-527847.html 3) http://musik.kapanlagi.com/berita/yuna-zarai-popstar-hijabers-ikonik-yang-mendunia-603f24.html http://hiburan.kompasiana.com/musik/2013/03/30/yuna-zarai-go-international-dengan-busana-muslim-541689.html https://www.facebook.com/yunamusic http://www.youtube.com/user/YunaMusicOfficial http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/07/28/011720/2649594/1562/gaya-santai-jokowi-hadapi-fitnah-itu-biasa 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun