Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makna di Balik Ungkapan "Mainmu Kurang Jauh"

12 April 2021   07:26 Diperbarui: 12 April 2021   07:28 4162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ungkapan "mainmu kurang jauh" mengajarkan kita untuk meluaskan pandangan agar pengetahuan dan wawasan kita bertambah (ilustrasi diolah pribadi)

Pernah mendengar ungkapan "mainmu kurang jauh"?

Ungkapan yang sederhana ini ternyata memiliki makna yang sangat dalam.

Kalimat ini bukan berarti kita harus traveling atau jalan-jalan ke tempat-tempat yang jauh. Melainkan kiasan agar kita meluaskan wawasan dan pengetahuan, agar tidak terjebak dalam pemikiran yang sempit.

Sebagai manusia, pandangan kita sangat terbatas. Kita tidak bisa melihat apa yang ada di balik setiap peristiwa yang dilakukan orang-orang di sekitar kita.

Namun, sebagai manusia pula kita cenderung mudah dan sangat menilai segala sesuatunya. Dengan keterbatasan pandangan itu, kita sering menilai seseorang berdasarkan kulit luarnya.

Ungkapan "mainmu kurang jauh" memberi pelajaran pada kita untuk meluaskan pandangan agar pengetahuan dan wawasan kita bertambah. Dengan wawasan dan pengetahuan yang luas, kita bisa menilai segala sesuatu dengan lebih dewasa dan bijak. Kita tidak mudah mengambil keputusan atau mengeluarkan pendapat pribadi yang dapat menyakiti orang lain.

Ungkapan ini juga mengajarkan pada kita untuk selalu bersyukur. Sebagai manusia, kita cenderung selalu merasa tidak puas dengan apa yang sudah kita miliki. Kita selalu mengarahkan pandangan ke atas hingga terbitlah iri hati.

Jarang sekali hati kita mau menengok ke bawah, ke arah orang-orang yang kemampuan dan segala yang dimilikinya masih jauh dari apa yang sudah kita miliki.

Kita sering membanding-bandingkan rezeki yang kita terima, seolah kita hendak memrotes Tuhan, mengapa rezekiku cuma segini saja. Kita juga sering merasa iri dengan keberhasilan orang lain, seolah hendak memrotes Tuhan mengapa hidup kita tak pernah sukses.

Padahal karena keterbatasan pandangan, kita tidak tahu ada apa di balik rezeki atau kesuksesan yang diberikan Allah kepada hamba yang dikehendaki-Nya itu.

Iri kepada keberhasilan seseorang hingga mampu menjadi dirinya seperti saat ini, berarti kita juga harus siap iri terhadap cobaan dan segala jalanan terjal yang pernah ia lewati.

Dengki terhadap kedewasaan, lembutnya perangai serta tutur kata dan ketenangan hati yang dimiliki seseorang, berarti kita pun harus berani dengki terhadap ribuan liter air yang pernah membuat matanya tergenang, emosinya berenang-renang.

Tidak usah iri dengan rezeki orang lain, karena kita tidak tahu apa yang telah diambil darinya. Tidak perlu sedih juga akan cobaan yang kita terima, karena kita tidak tahu apa yang akan diberikan-Nya pada kita.

Hidup ini ibarat pelajaran seluas samudera, sementara kita hanya mampu mengambil satu tetes pelajaran darinya. Bermainlah sejauh yang kita bisa, luaskan pandangan dan wawasan, agar kita tahu hakikat hidup yang sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun