Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pak Menteri, Kalau ke Masjid Tidak "Good Looking" Malu Sama Allah

4 September 2020   15:38 Diperbarui: 4 September 2020   15:43 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melalui guru-guru atau ustadz yang good looking, anak-anak muda kita semakin tertarik untuk mempelajari agama (ilustrasi: istockphoto.com)

Menjelang maghrib, Arif sudah mematut diri di depan cermin. Dikenakannya baju koko yang baru diseterika. Rambutnya disisir rapi, lalu ditutupi peci. Tak lupa, Arif menyemprotkan sedikit wewangian di beberapa bagian bajunya.

Setelah merasa dirinya "good looking", Arif kemudian melangkahkan kaki  menuju masjid yang tak jauh dari rumahnya.

Belum setengah perjalanan di tengah kumandang adzan, Arif berpapasan dengan seorang ibu muda yang sedang jalan-jalan sore sambil menyuapi anaknya.

"Aduh, tumben nih rapih banget, kayak pak ustadz, mau kemana sih Rif?" tanya ibu muda itu.

Sekilas pertanyaan tadi biasa saja, karena memang mereka saling kenal. Kita pun mungkin pernah mengalami kejadian seperti itu. Tapi, kadang muncul juga sebuah pertanyaan:

Mengapa orang yang hendak pergi ke masjid dengan pakaian rapi dan memang semestinya seperti itu ditumbenin?

Padahal orang salat itu ibaratnya menghadap Sang Pencipta. Datang ke masjid ibaratnya bertamu ke rumah Allah. Maka, sudah semestinya kita sebagai tamu harus memantaskan pakaian dan penampilan.

Lha wong kita kalau dipanggil presiden saja berdandan setengah mati dan wajib mengikuti protokoler istana presiden. Jangankan dipanggil presiden, diundang pak Lurah saja kita langsung bongkar-bongkar lemari pakaian, mencari baju terbaik yang hanya dipakai di saat-saat tertentu.

Nah, ini dipanggil Allah, menghadap Allah di rumah-Nya. Sudah tentu kita harus berpenampilan terbaik. Tak perlu pakai baju baru, minimal penampilan kita enak dipandang alias "good looking".

Rasanya malu kalau kita bertamu dan menghadap Allah, penampilan kita acak-acakan seperti gelandangan.

Makanya, saat pak Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan cara paham radikal masuk adalah melalui orang yang berpenampilan baik atau good looking dan memiliki kemampuan agama yang bagus, banyak pihak yang sangat keberatan.

"Cara masuk mereka gampang, pertama dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan bahasa Arab bagus, hafiz, mulai masuk, ikut-ikut jadi imam, lama-orang orang situ bersimpati, diangkat jadi pengurus masjid. Kemudian mulai masuk temannya dan lain sebagainya, mulai masuk ide-ide yang tadi kita takutkan," ucapnya di acara webinar bertajuk 'Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara', yang disiarkan di YouTube KemenPAN-RB, Rabu (2/9).

Majelis Ulama Indonesia bahkan sampai meminta Menag Fachrul Razi menarik ucapannya tersebut.

"MUI minta agar Menag menarik semua tuduhannya yang tak mendasar karena itu sangat menyakitkan dan mencederai perasaan umat Islam yang sudah punya andil besar dalam memerdekakan negara ini dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata," kata Wakil Ketua MUI, Muhyiddin Junaidi, kepada wartawan, Jumat (4/9/2020).

Masalah anak-anak muda yang berpenampilan good looking, pemahaman agamanya bagus dan malah hafal Al Quran, seharusnya Menag bisa mengapresiasi. Bukankah memang Islam mengajarkan seperti itu?

Lagipula, dengan cara itulah proses islamisasi pada generasi muda. Melalui guru-guru atau ustadz yang good looking, anak-anak muda kita semakin tertarik untuk mempelajari agama. 

Melalui hafiz-hafiz muda yang penampilannya keren, generasi muda Islam punya idola yang bisa dicontoh dan diteladani. Syukur-syukur apabila anak-anak muda itu malah bersemangat untuk ikut belajar menghafal Al Quran hingga kelak umat Islam di Indonesia ini penuh dengan hafiz-hafiz yang handal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun