Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Kalau Kartunya Digital, Bagaimana Cara Fotokopinya?

3 Desember 2019   12:51 Diperbarui: 3 Desember 2019   13:03 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kartu digital BPJS Kesehatan (sumber: rri.co.id)

Hari ini, untuk ketiga kalinya aku kontrol ke dokter spesialis konservasi gigi. Seperti biasa, di meja resepsionis rumah sakit kuserahkan kartu berobat, surat kontrol dan fotokopi kartu identitas.

Setelah memasukkan data ke sistem informasi pasien, petugas resepsionis lalu bertanya, "Kok gak ada fotokopi kartu BPJS-nya pak. Lain kali disiapkan dulu ya?"

Sebenarnya aku bisa menerima teguran petugas jika dia menyampaikannya dengan sopan. Tapi berhubung kali ini nadanya terdengar sewot, aku merasa kesal.

"Maaf mbak, data saya kan sudah terekam sebagai pasien BPJS. Apa setiap kali kontrol harus pakai fotokopi kartu lagi? Kalau kartunya digital bagaimana cara fotokopinya?" kataku sambil menunjukkan kartu digital BPJS Kesehatan di aplikasi Mobile JKN.

"Ya memang persyaratannya seperti itu, Pak," kata petugas resepsionis.

Aku tak ingin berdebat lebih lanjut. Entah persyaratan yang dimaksudkan itu dari pihak rumah sakit atau dari BPJS Kesehatan sendiri. Namun, dari pengalamanku ini, ada sesuatu yang menggelitik nalar.

Mengapa sih harus berulangkali fotokopi kartu identitas atau kartu-kartu lainnya? Logikanya seperti yang aku katakan pada petugas resepsionis: Data pribadi pasien sudah terekam.

Kalau ada pasien yang baru mendaftar, mereka wajib menyertakan fotokopi kartu identitas atau kartu BPJS. Baik untuk keperluan arsip medis pasien maupun untuk pengurusan BPJS-nya.

Tapi untuk pasien lama yang sudah tercatat identitas dan rekam medisnya, buat apa coba? Dari awal pendaftaran, pasien itu sudah tercatat sebagai pasien BPJS dengan diagnosa tertentu. Kecuali surat rujukan pasien tersebut sudah habis masa berlakunya, atau ia pindah pemeriksaan ke poliklinik yang lain, wajar jika kemudian ia diminta fotokopi KTP atau kartu BPJS Kesehatan. 

Namun jika ia hanya berobat lagi dengan surat rujukan yang masih sama, tak perlu ia diminta fotokopi KTP dan kartu BPJS Kesehatan. Jika sistem informasi rumah sakit atau klinik itu bagus dan terintegrasi dengan server BPJS, petugasnya bisa langsung mencocokkan data pasien.

Hal ini kubuktikan sendiri hari itu juga. Ketika itu, sambil menunggu panggilan ke ruang dokter, aku membuka aplikasi Mobile JKN. Di menu Riwayat Pelayanan, kunjunganku ke poli konservasi gigi untuk kontrol langsung terekam di aplikasi begitu petugas resepsionis selesai mencatatkannya di sistem informasi rumah sakit yang terintegrasi dengan server BPJS Kesehatan. Tak sampai satu jam.

Mobile JKN (dokpri)
Mobile JKN (dokpri)
Sudah canggih bukan? Lha kalau sudah canggih begini mengapa masih butuh fotokopi KTP dan kartu BPJS?

Memang, ada beberapa rumah sakit atau klinik yang pemikirannya sudah lebih modern. Seperti ketika aku mengantar Ibu kontrol di poliklinik penyakit dalam. Setelah menyerahkan obat, petugas klinik bilang kalau kontrol lagi bulan depan cukup membawa surat kontrol saja, tidak perlu fotokopi KTP dan kartu BPJS.

Sistemnya dibuat mirip dengan pembayaran tiket kereta api menggunakan uang elektronik. Misalnya, sewaktu beli tiket kereta api di KAI Access, lalu bayarnya pakai LinkAja, verifikasi lewat kode OTP dilakukan saat pertama kali daftar. Kalau mau beli tiket kereta lagi dengan mode pembayaran yang sama, aku tidak perlu verifikasi berulangkali. Kecuali kalau aku ganti handphone sehingga harus memasang ulang aplikasinya.

Fenomena "Gagap Digital" seperti pengalamanku di rumah sakit ini masih sering kujumpai di beberapa instansi, baik pemerintah maupun swasta. Beberapa waktu lalu, ada teman yang mengirim poster pelatihan digital yang diselenggarakan sebuah instansi pemerintah Kota Malang.

Posternya keren dan materi pelatihannya juga sangat menarik: Workshop Animasi dan Video untuk UMKM. Di bagian bawah poster, tertera informasi: Untuk Pendaftaran Peserta, silahkan hubungi saudara Fulan dari Dinas titik-titik di nomor 081xxx.

Bermaksud ikut, aku lalu menghubungi nomor yang tercantum tersebut.

"Siang pak Fulan, saya Himam. Kalau mau ikut Workshop Animasi dan Video bagaimana pendaftarannya?"

"Selamat siang. Silahkan datang ke kantor Dinas titik-titik di Block Office untuk mengisi formulir registrasi, dilengkapi dengan fotokopi KTP ya."

Potongan percakapan di WhatsApp itu lalu kubagikan di grup WA, dan kontan jadi bahan tertawaan.

"Apa perlu kita bikin proposal ke Pemkot untuk mengadakan pelatihan "Cara Menggunakan Google Form dan Google Sheet untuk Pendaftaran Online," kata temanku sambil memasang emoticon tertawa ngakak.

Di era digital, birokrasi konvensional yang masih membutuhkan fotokopian semestinya sudah mulai dikurangi. Manajemen sistem informasi kita sudah terintegrasi dengan baik.

Data kependudukan sudah terhubung dengan bank, data medis di rumah sakit sudah tersambung dengan aplikasi BPJS Kesehatan. Kalau butuh kartu, sudah tersedia versi digitalnya. Nah, buat apa buang-buang kertas dan tinta fotokopi kalau semua sudah digital?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun