Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Lupakan Influencer, Sekarang Zamannya Kurator Konten

23 September 2019   22:25 Diperbarui: 24 September 2019   07:56 2418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kurator konten (sumber foto: unsplash.com/@Austindistel)

Penemuan internet dan segala sesuatu di dalamnya (Internet of  Things/IoT) telah membuka kunci distribusi konten instan di seluruh dunia. 

Sementara perangkat lunak dan teknologi telah memungkinkan siapa pun dengan gawai untuk membuat musik, video, blog, video game, buku, hingga menelurkan sebuah pemikiran.

Ada lebih banyak TV, musik, film, buku, blog, permainan video, dan informasi yang dapat diakses daripada sebelumnya. Sebagian besar tersedia secara instan dan global. Beberapa di antaranya "diproduksi secara profesional," sementara banyak yang masih bersifat amatir.

Pada saat yang sama, kita juga memiliki akses ke hampir semuanya. Kondisi ini membuat kita terjebak dalam situasi yang sangat sulit: Bagaimana mungkin menemukan konten yang paling sesuai dengan selera kita di antara miliaran pilihan? Siapa yang mau memilih dan memilah milyaran konten yang tersedia?

Situasi yang sama juga dihadapi pebisnis. Bagaimana caranya mendistribusikan konten, memperkenalkan brand dan produk mereka di tengah milyaran konten lain yang saling berlomba menarik perhatian audiens?

Munculnya Influencer Marketing

Dalam pemasaran digital, konten boleh menjadi raja. Tapi tanpa distribusi yang tepat, konten seperti singa yang kehilangan gigi taringnya.

Media sosial adalah satu-satunya jalur yang paling cepat dan sangat efektif untuk mendistribusikan konten. Lebih dari 3 miliar orang terhubung melalui berbagai platform media sosial, yang semuanya memiliki kemampuan untuk membujuk orang lain melalui video, gambar dan kata-kata.

Hampir secepat media sosial itu muncul, secepat itu pula "influencer" lahir. Influencer, sederhananya, adalah orang-orang yang mengambil keuntungan dari ukuran pengikut media sosial mereka.

Dengan bermodal jumlah follower yang mencapai ribuan bahkan jutaan akun, Influencer bisa dengan mudah mendapat pekerjaan dan upah dengan mempromosikan merek, produk atau konten tertentu. Inilah yang disebut "Influencer Marketing".

Influencer marketing bekerja berdasarkan kepercayaan. Pengguna merasa percaya pada influencer sebagaimana mereka percaya pada sahabat baiknya. 

Ketika mempercayai influencer, pengguna merasa mendapat sumber rekomendasi baru, dari seseorang yang "pernah ke sana, melakukan hal itu, memakai produk ini."

2 Masalah dari Influencer Marketing

Bagi sebagian besar perusahaan atau merek, angka adalah metrik utama pemasaran. Jumlah pengikut seorang influencer dianggap memiliki sihir tersendiri. 

Mereka beranggapan bahwa semakin banyak follower, maka produk atau merek yang dipromosikan bisa menjangkau audiens yang lebih luas, minimal sebanyak jumlah follower-nya.

Padahal belum tentu, tergantung dari algoritma media sosial itu sendiri. Instagram misalnya, sejak 2018 algoritma media sosial yang mendominasi influencer marketing ini lebih mengedepankan Post Exposure dan Engangement.

Post Exposure adalah algoritma yang membuat gambar yang diposkan, hanya akan dijangkau dan terlihat oleh 10 persen pengikut akun Instagram yang bersangkutan. 

Jika partisipasi audiens, atau pengikut akun tersebut tinggi, maka akan ada kesempatan postingan tersebut bisa terlihat oleh 90 persen pengikut lainnya. Jadi, jika seorang influencer dengan jumlah follower 1000, satu postingannya hanya akan terlihat 100 orang saja.

Sedangkan algoritma Engangement terkait dengan keterlibatan akun dalam berkomentar, baik saat membalas komentar atau memberi komentar di postingan akun lain.

Karena itu, salah apabila perusahaan atau brand terlalu berharap pada jumlah follower dan menaruhnya sebagai metrik utama dalam strategi pemasaran media sosial mereka.

Selain algoritma, masalah lain dari influencer marketing adalah keotentikan. Kebanyakan influencer dianggap tidak otentik (termasuk jumlah pengikut mereka). 

Mereka menghabiskan banyak waktu (dan uang) untuk mengolah citra tertentu dari gaya hidup mereka. Kemudian menjualnya sebagai mimpi yang bisa dicapai siapa pun!

Influencer ingin "memengaruhi" pengikutnya untuk membeli barang-barang material dari merek-merek yang bersedia membayar mereka untuk beriklan. 

Influencer dianggap lebih mementingkan citra pribadi daripada apa yang dibutuhkan pengikut mereka. Dengan cara ini, jumlah follower menjadi lebih penting daripada pesan atau pengaruh mereka yang sebenarnya pada audiens.

Apakah itu berarti Influencer Marketing tidak efektif lagi?

Pemasaran Influencer masih efektif dan masih menjadi salah satu strategi pemasaran digital yang banyak digunakan pebisnis. Hanya saja ada pergeseran tren, dari yang semula lebih mengedepankan jumlah follower menjadi fokus pada kualitas dan nilai kontennya.

Sekarang pertimbangkan data berikut:

Setiap detik ada:

8.320 Tweet terkirim

888 foto Instagram diunggah

3.550 panggilan Skype dilakukan

66.233 GB lalu lintas internet dicatat

71.596 pencarian Google dilakukan

76.892 video YouTube ditonton

2,758.518 email terkirim

Pada tahun 2020, diperkirakan 1,7 GB data akan dibuat untuk setiap orang di planet ini - setiap detiknya!

Siapa yang bisa mengikuti banjir konten seperti ini? Seperti yang saya pertanyakan di awal, bagaimana mungkin menemukan konten yang paling sesuai dengan selera kita di antara miliaran pilihan? Siapa yang mau memilih dan memilah milyaran konten yang tersedia?

Ilustrasi sederhananya seperti ini:

Bayangkan hanya ada satu stasiun radio yang memainkan semua genre musik dan menyiarkan semua berita dan talk-show yang pernah dibuat. Sementara selera kita adalah musik rock. Tentu sulit untuk menemukan musik yang sesuai dengan selera kita di tengah-tengah kebisingan konten lainnya.

Bersamaan dengan itu hadirlah sebuah stasiun radio kecil independen yang didedikasikan khusus untuk membawakan musik rock terbaik yang dapat diperoleh. Semua dipilih dan dipilah oleh seorang kurator berpengalaman di satu tempat untuk dinikmati orang-orang yang menyukai musik rock seperti kita.

Pertanyaannya, stasiun radio mana yang paling sering kita dengarkan?

Sekarang Zamannya Kurator Konten

Inilah pergeseran tren Social Media Marketing yang saya maksudkan. Content Curator menjadi semakin penting dalam dunia konten yang kewalahan. 

Itulah sebabnya setiap perusahaan dan bisnis harus mempertimbangkan kurasi (pemilihan dan pemilahan) sebagai bagian dari strategi pemasaran konten mereka.

Tidak ada definisi pasti tentang kurator konten. Namun bisa sedikit dijelaskan, kurasi konten adalah seni mencari, menyaring, dan mengemas ulang semua bentuk konten yang ada untuk dibagikan kepada khalayak tertentu untuk menambah nilai kehidupan mereka dan menghemat waktu mereka.

Perbedaan utama antara influencer dan kurator konten terletak pada nilai keotentikannya. Influencer mendapatkan statusnya dengan menggambarkan gaya hidup yang sempurna - bukan oleh kualitas atau ketulusan rekomendasi atau dukungan mereka.

Sedangkan prinsip dasar dari seorang kurator konten adalah terutama tidak memihak, tidak terafiliasi, dan otentik dalam rekomendasinya. Mereka berbagi konten, cerita, dan produk yang mereka minati secara pribadi - bukan omong kosong yang mana mereka dibayar untuk mempromosikannya.

Di tengah milyaran konten yang membanjiri media sosial setiap detiknya, audiens tentu ingin bisa menemukan konten yang sesuai dengan selera mereka secara cepat dan efektif. Audiens ingin menemukan satu sumber terpercaya yang tahu cara menyaring suara berisik dan menyampaikan hal-hal yang penting saja.

Intinya  adalah, para penjaga gerbang (gate keeper) informasi digital telah berubah, dan konsumen semakin tertarik mengikuti para kurator dibandingkan para influencer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun