Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Malang, Kota dengan Dua Alun-alun

26 Agustus 2019   08:15 Diperbarui: 26 Agustus 2019   20:01 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bundaran Tugu Kota Malang | Sumber foto: dokumentasi Annisa Alwita melalui wikipedia.org

Jogja boleh istimewa, tapi Kota Malang tak kalah uniknya. Salah satu keunikan Kota Malang dibandingkan kota-kota lainnya di Indonesia adalah kota ini mempunyai dua alun-alun.

Dari sejak pertama kali dibangun pada era kolonial hingga saat ini, kedua alun-alun ini mewakili konsep tatanan masyarakat yang berbeda. 

Alun-alun pertama merupakan representasi aktivitas dan simbol pergerakan rakyat tradisional. Sementara alun-alun satunya lagi, yakni Bundaran Tugu, merupakan representasi modernitas kelas elit.

Sebagaimana daerah lain di pulau Jawa, keberadaan alun-alun digambarkan sebagai pusat kegiatan masyarakat. Pada masa kerajaan, tipikal alun-alun daerah adalah sebuah tempat terbuka (biasanya berbentuk lapangan persegi) dengan beberapa pohon rindang di salah satu sudut atau tengah area yang menjadi persimpangan jalan dan berada di depan kediaman istana raja atau residen Kabupaten (Bupati). 

Model alun-alun seperti ini dipengaruhi oleh konsep alun-alun Keraton Yogyakarta.

Alun-alun Malang, dari pusat kolonial ke pusat pergerakan rakyat.

Alun-alun Malang (Aloon-aloon, penyebutan pada era kolonial) didirikan pada tahun 1882. Dari segi tata letak bangunan yang mengelilinginya saat itu, bentuk Alun-alun Malang bisa dibilang tidak sesuai dengan prinsip dasar lay-out kota tradisional Jawa, yang selalu menempatkan alun-alun di halaman depan istana (kraton) atau rumah Bupati. 

Alun-alun Malang memang tidak dibangun oleh pemerintah pribumi, melainkan oleh pemerintah kolonial Belanda sehingga konsep tata letaknya pun mencerminkan persyaratan pemerintah Belanda.

Alun-alun Malang era kolonial |sumber: KITLV Collection no: 16.473/digitalcollections.universiteitleiden.nl
Alun-alun Malang era kolonial |sumber: KITLV Collection no: 16.473/digitalcollections.universiteitleiden.nl
Jika biasanya alun-alun di daerah tradisional Jawa menghadap ke arah rumah Bupati atau petinggi daerah yang terletak di sisi utaranya, Alun-alun Malang malah sebaliknya. Rumah asisten Residen berada di sisi selatan, menghadap ke alun-alun.

Di sebelah barat terdapat masjid (sekarang Masjid Jami' Malang), bersebelahan dengan gereja Protestan Immanuel. Di sisi timur ada penjara (sekarang pusat perbelanjaan Ramayana).

Citra sebagai pusat pemerintahan kolonial semakin terbentuk dengan dibangunnya Javasche Bank di sebelah utara (sekarang gedung Bank Indonesia) dan gedung Societiet Concordia (sekarang Plaza Sarinah), sebuah klub yang pernah membentuk pusat sosial masyarakat kolonial. 

Kediaman Bupati sendiri terletak sedikit jauh dari alun-alun, yakni di sisi timur menghadap ke selatan ke arah jalan utama (sekarang menjadi kantor Bupati).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun