Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Bukan Gelar yang Dibutuhkan Penulis, Melainkan 3 Hal Ini

27 Januari 2019   10:01 Diperbarui: 27 Januari 2019   10:26 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : unsplash.com/@ratushny

Apakah untuk menjadi seorang penulis itu membutuhkan gelar?

(Pertanyaan yang konyol. Penulis itu kan profesi tidak resmi. Tidak ada sekolah kepenulisan atau Sarjana Penulis. Setiap orang bisa menjadi penulis. Yang memiliki gelar profesor sampai yang cuma tamat Sekolah Dasar bisa jadi penulis.)

Itu memang benar. Tapi ada satu teknik kepenulisan, atau genre menulis yang butuh gelar dan kredensial (pernyataan pengakuan atas sebuah keahlian).

Jika kamu ingin menjadi wartawan, kamu harus menuntut ilmu jurnalistik. Karena dalam penulisan berita, ada norma dan aturan baku yang sudah menjadi kesepakatan umum. Ada etika dan kaidah yang harus dipatuhi.

Setiap orang memang bisa menulis berita. Tapi untuk menjadikan berita itu dipercaya banyak orang, orang tersebut membutuhkan kredensial, yaitu pengakuan akan kemampuannya dalam menulis berita yang bisa didapatkan dari perusahaan mana ia bekerja, maupun darimana ia memperoleh ilmu teknik penulisan berita.

(Bagaimana dengan penulis bebas? Apakah ia juga membutuhkan kredensial atau gelar?)

 Seperti yang kamu bilang tadi, semua orang bisa jadi penulis. Menulis adalah salah satu dari sedikit keahlian yang bisa dipelajari secara otodidak.

Banyak penulis-penulis bebas yang bisa meraih kesuksesan tanpa harus meraih gelar tertentu. Atau disiplin ilmu yang mereka miliki tidak ada hubungannya dengan buku-buku yang sudah mereka terbitkan.

Sue Monk Kidd bekerja sebagai perawat selama bertahun-tahun sebelum dia mencoba menulis. Dia menerbitkan novel pertamanya dan paling terkenal The Secret Life of Bees pada usia 54.

Harper Lee keluar dari sekolah hukum untuk mengejar karier di bidang menulis. Tanpa keputusan nekatnya itu, kita mungkin tidak akan pernah membaca salah satu novel paling indah, pemenang Hadiah Pulitzer, To Kill a Mockingbird.

JK. Rowling tidak pernah mempelajari Sastra Inggris. Sebaliknya, ia mendapatkan gelar Bachelor of Art (BA) dalam bidang studi Prancis dan Sastra Klasik karena orang tuanya tidak bisa memahami apa gunanya gelar Sarjana Bahasa Inggris. Tapi justru karena itu dia bisa membuat serial Harry Potter yang gaya bahasa Inggrisnya mudah dipahami oleh anak-anak.

Dewi Lestari memutuskan untuk berhenti menyanyi dan ia mencetak sukses dengan Supernova. Andrea Hirata, Tere Liye, dan beberapa novelis Indonesia lainnya, semua tidak pernah sekolah menulis. Bilapun mereka meraih gelar sarjana, itu juga sama sekali tidak ada hubungannya dengan tema dari buku-buku yang mereka terbitkan.

Tapi, banyak juga penulis sukses yang mempelajari mata pelajaran tertentu, meraih gelarnya dan menggunakan pengetahuan itu untuk menulis fiksi gemilang yang temanya masih berkaitan.  John Grisham memanfaatkan pengetahuan dan pengalamannya di bidang hukum untuk menulis novel-novel berbobot yang bergenre law-thriller. Michael Crichton lulus summa cum laude di bidang antropologi-biologis dan menggunakan pengetahuannya itu untuk menulis buku-buku bergenre fiksi ilmiah dan medical-fiction.

Singkatnya, menjadi penulis bebas memang tidak membutuhkan gelar. Adapun ilmu atau gelar yang sudah berhasil kita peroleh, bisa kita manfaatkan untuk memaparkan lebih jauh tema tulisan kita. Dengan gelar tersebut, setidaknya argumen yang kita bangun atau detil-detil informasi dalam tulisan terlihat logis dan bisa dipercaya oleh pembaca.

Misalnya saat kita menulis novel berlatar bioteknologi. Bila kita tidak pernah menuntut ilmu yang terkait, detil informasi tentang bioteknologi di dalamnya tentu akan sangat lemah, hanya menyentuh permukaannya saja.

Bisa saja kita terlebih dahulu melakukan riset dan menggali informasi dengan membaca buku-buku bioteknologi. Tapi dibandingkan dengan orang yang pernah menuntut ilmunya secara langsung, apa yang kita sajikan masih kalah kelas.

Begitu pula saat membandingkan sebuah opini tentang hukum. Orang yang pernah kuliah hukum opininya lebih dipercaya daripada yang tidak pernah kuliah hukum.

Selain gelar, satu hal lagi yang menentukan kualitas karya tulis adalah pengalaman. Rick Riordan menulis serial Percy Jackson berdasarkan pengalamannya memiliki anak yang menderita ADHD (hiperaktif) dan disleksia.

Setiap kali hendak tidur, putranya Haley minta dibacakan dongeng mitologi Yunani. Dari situlah Rick Riordan memperoleh inspirasi untuk menulis novel Percy Jackson and The Olympians dengan tokoh utama yang menderita ADHD dan disleksia. Selain pengalaman pribadinya, pengetahuan tentang sastra klasik dan sejarah ia peroleh saat meraih gelar Sarjana Inggris dan Sejarah.

Andrea Hirata menulis Laskar Pelangi berdasarkan pengalaman pribadi masa kecilnya. Tak jauh berbeda dengan novel Negeri 5 menara yang ditulis berdasarkan pengalaman Ahmad Fuadi saat mondok di pesantren.

Kesimpulannya, menjadi penulis bebas TIDAK HARUS membutuhkan gelar.

Namun, untuk menjadi penulis bebas yang baik dan berkualitas, kamu membutuhkan tiga hal ini:

1. Keinginan yang membara untuk mempelajari keterampilan menulis.

Tidak ada sekolah untuk menulis. Keahlian menulis harus kamu dapatkan secara otodidak. Beruntunglah di dunia maya ini tersebar jutaan artikel tentang teknik-teknik menulis yang baik. Bila kamu ingin menjadi penulis yang berkualitas, hanya dengan keinginan yang kuat untuk terus belajar menulis yang bisa membuat kita bisa meraih impian tersebut.

2. Keberanian untuk menulis dan menerbitkan.

Jika kamu hanya belajar saja tanpa pernah mempraktikkan ilmu yang kamu peroleh, untuk apa? Banyak orang yang berkeinginan untuk menjadi penulis, malah merasa takut untuk mempublikasikan tulisannya. Jangankan menulis buku, menulis artikel bebas pun enggan. Alasannya, tulisannya jelek!  Takut ditertawakan atau dikritik pembaca. Merasa minder karena ada begitu banyak penulis berkualitas di luar sana.

Kalau pikiranmu seperti itu, lupakan saja keinginanmu untuk menjadi penulis, atau menekuni hobi menulis.

Ingatlah kawan, pisau yang tajam pun akan tumpul jika tidak pernah diasah. Begitu pula dengan menulis. Kamu boleh saja sudah banyak membaca dan memperoleh ilmu teknik menulis. Tapi jika tidak pernah kamu gunakan untuk menulis, ilmu yang kamu peroleh perlahan akan hilang.

Jangan khawatir tulisan pertamamu jelek, berantakan, mirip dengan karangan anak sekolah dasar. Seiring waktu, kemampuan menulismu akan semakin baik, dan tulisan pertamamu tadi tidak akan diingat orang. Lenyap seperti debu di padang pasir yang tertiup angin.

Teruslah mendorong diri sendiri dan memupuk kepercayaan diri untuk berani menerbitkan tulisan, meski cuma berupa artikel bebas.

Kamu harus berani dan percaya diri bahwa kamu memiliki sesuatu yang unik dalam tulisanmu untuk ditawarkan kepada dunia. 

Kamu memang bisa menjadi penulis yang brilian dengan hanya duduk di kamar tidur mengetik sendirian. Tetapi tanpa keberanian untuk menerbitkannya, kamu tidak dapat membangun karir sebagai penulis.

3. Tekad dan nyali untuk bertahan serta semangat pantang menyerah.

Banyak penulis pemula yang merasa menyerah tatkala tahu tulisannya dikritik banyak orang. Atau ketika naskah buku yang mereka kirim ditolak oleh penerbit. Bila kamu suka membaca Harry Potter, tentu kamu sudah tahu cerita bagaimana JK Rowling ditolak oleh banyak penerbit, tapi dia tidak putus asa. Dia terus mengirim naskah Harry Potter dan Batu Bertuah ke penerbit-penerbit lain, hingga kemudian ada satu penerbit yang mau membeli naskahnya tersebut senilai 4 ribu dolar!

Jadi, bukan gelar atau ilmu pengetahuan khusus yang kita butuhkan bila kita ingin menjadi penulis bebas. Melainkan keinginan untuk belajar, keberanian untuk menerbitkan dan tekad serta nyali untuk bertahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun