Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Perjalanan Estafet Kami Jadi Nyaman Berkat Geliga Krim

16 Desember 2017   23:11 Diperbarui: 16 Desember 2017   23:39 1221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berjalan kaki 1 kilo dari Pelabuhan Gilimanuk menuju Terminal Bus Gilimanuk (dok. pribadi)

Sesuatu yang kita rencanakan dengan sempurna, kadang bisa berantakan dan berubah dalam sekejap mata. Seperti itulah ketika satu tahun yang lalu saya mengajak anak-anak liburan akhir tahun ke Bali. Kebetulan saat itu saya mendapatkan voucher menginap di salah satu hotel berbintang di kawasan Jimbaran dari sebuah maskapai penerbangan. Jauh-jauh hari, persiapan untuk liburan kali ini sudah saya rencanakan dengan matang. 

Karena anak-anak mudah mabuk kendaraan, saya memutuskan untuk mengajak keluarga naik kereta api, dari Surabaya ke Banyuwangi, kemudian berpindah naik bus Damri yang sudah disediakan PT. KAI. Jadwal sudah terencana, tiket kereta pun sudah dipegang. Anak-anak pun sudah membayangkan perjalanan liburan yang mengasyikkan.

Malam hari sebelum berangkat, saya mendapat kabar ada seorang teman di Banyuwangi sedang tertimpa musibah. Setelah berunding dengan istri, saya memutuskan untuk merubah jadwal perjalanan. Semestinya saya harus turun di stasiun Banyuwangi Baru, untuk kemudian berpindah kendaraan naik bus Damri yang sudah disediakan. 

Tapi saya memilih turun lebih dahulu di stasiun Temuguruh Banyuwangi yang dekat dengan kediaman teman saya tersebut. Ketika itu saya berpikir nantinya akan mudah melanjutkan perjalanan ke Denpasar secara estafet dengan naik bus antar kota antar provinsi.

Pagi hari usai melayat, saya dan keluarga diantarkan seorang teman untuk mencari bus yang menuju Denpasar. Hampir satu jam kami menunggu dan mencegat bus yang lewat, semuanya penuh dan menolak penumpang baru. Kami pun memutuskan untuk langsung ke terminal Banyuwangi, dengan harapan disana ada bus yang menyisakan tempat untuk bisa ikut ke Denpasar.

Nasib baik ternyata belum juga menyertai kami. Tidak ada bus yang berhenti di terminal, semuanya langsung menuju pelabuhan Ketapang. Akhirnya, saya mengajak anak-anak untuk naik mikrolet ke pelabuhan Ketapang dan kemudian berjalan kaki sebentar untuk kemudian naik kapal penyeberangan ke Gilimanuk. Cuaca saat itu lumayan terik, dan wajah anak-anak pun terlihat berkeringat. 

Anak-anak saya, yang sebelumnya tidak pernah melakukan perjalanan estafet pada akhirnya menikmati perjalanan. Jalan kaki dari area pelabuhan, hingga naik kapal ferry dan melihat suasana penyeberangan, membuat rasa letih dan panas menjadi sedikit terobati.

Di pelabuhan Gilimanuk, lagi-lagi kami harus berjalan kaki menuju terminal Gilimanuk. Dari tempat kapal bersandar hingga masuk terminal mungkin sekitar 1 kilometer jaraknya. Hari sudah menjelang sore ketika kami sampai di terminal dan kemudian beristirahat sejenak. Anak-anak duduk sambil berselonjor kaki. "Capek pak..," kata anak perempuan saya. Peluh terlihat membasahi mukanya. Kasihan juga melihat kondisi anak-anak saat itu.

melewati Taman Siwa di depan pelabuhan Gilimanuk (dok. pribadi)
melewati Taman Siwa di depan pelabuhan Gilimanuk (dok. pribadi)
Sementara istri saya memijat kaki anak-anak bergantian, saya berjalan ke beberapa toko yang ada di sekitar terminal. Selain membeli bekal minuman dan makanan ringan, juga untuk membeli Geliga Krim. Kehangatan dari Geliga Krim membantu melonggarkan otot-otot kaki yang tegang. Rasa pegal pun akan berangsur hilang. Untunglah ada salah satu toko yang menjual berbagai obat-obatan, termasuk Geliga Krim. Setelah membeli, saya pun memberikan Geliga Krim tersebut kepada istri untuk dioleskan tipis-tipis pada kaki anak-anak.

Setelah mendapatkan bus mini yang menuju Denpasar, jangan dikira perjalanan kami akan kembali nyaman. Kami harus menunggu sekitar 2 jam di dalam bus yang tidak ber-AC, berbangku sempit sehingga kaki harus ditekuk rapat, dan dikelilingi bau keringat dari para penumpang di dalamnya, sebelum akhirnya bus diberangkatkan. Untung saja sebelumnya kami sudah menggosokkan Geliga Krim di kaki, sehingga kami pun bebas pegal. 

Selain itu, aromanya juga sedikit menjadi penyegar di tengah sergapan bau keringat para penumpang. Sekali lagi, Geliga Krim menjadi penyelamat kami. Perjalanan dari Gilimanuk menuju Denpasar dengan bus mini ini ditempuh dalam waktu 3 jam lebih, karena bus harus berhenti beberapa kali di terminal-terminal lokal untuk mengambil penumpang. Sepanjang perjalanan, anak-anak tertidur pulas. Entah kecapekan, atau malah merasa nyaman karena efek Geliga Krim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun