Mohon tunggu...
Pramita Putri
Pramita Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis yang senang berbagi hal remeh

Seperti membaca, menulis pun menyenangkan ibarat menciptakan dunia lewat berbagai sudut pandang. Namun saya paling suka membahas kesehatan, musik, dan seni.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Review Kafka on the Shore: Perjalanan 2 "Anak" Memulai Hidup Baru

15 Maret 2023   15:33 Diperbarui: 16 Maret 2023   10:05 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel Kafka on the Shore yang saya baca (terbitan Vintage International 2005) - Dok. pribadi

Haruki Murakami adalah salah satu penulis kontemporer popular dari Jepang. Karyanya dinikmati jutaan orang meskipun tidak sedikit juga yang menganggap tulisannya controversial.

Setelah menikmati Colorless Tsukuru, Norwegian Wood, dan trilogi 1Q84, saya membaca Kafka on The Shore dan ingin berbagi pengalaman dan perasaan campur aduk selama 3 minggu terakhir.

Novel dengan rating 4.14 di goodreads ini punya tempat sendiri di ruang hati saya.

Tentang Novel Kafka on the Shore

Sinopsis

Kafka on the Shore menceritakan perjalanan 2 tokoh utama, Kafka Tamura dan Nakata. Kafka Tamura adalah seorang remaja yang baru saja berusia 15 tahun dan kabur dari rumah karena ingin menghindar dari kutukan (ramalan buruk) dari ayahnya—sekaligus mencari ibu dan kakak perempuannya yang pergi sejak dia berusia 4 tahun. Di sisi lain, Nakata adalah seorang pria tua berusia 60-an tahun yang "bodoh" akibat insiden aneh di jaman perang 1946. Dia juga memutuskan untuk kabur dari Nakano—tempat tinggalnya—karena suatu masalah.

Kedua tokoh ini tidak pernah bertemu meskipun berada di wilayah yang sama, tapi mereka saling terhubung—seperti relasi sebab-akibat. Novel ini, seperti bagaimana karakter penulisan Haruki Murakami, disuguhkan dalam genre magic surrealism; dimana ada berbagai adegan fantasi seperti hujan ikan, hujan lintah, hingga jiwa yang keluar dari tubuh manusia yang masih hidup.

Intermezzo


Buku ini pertama kali terbit di tahun 2002 di Jepang, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada tahun 2005.

Saya membaca novel yang diterbitkan oleh Vintage International di tahun 2005. Buku ini ditulis dalam terjemahan bahasa Inggris. Sebenarnya, saya pikir novel ini punya terjemahan bahasa Indonesia dari penerbit KPG—seperti novel Haruki Murakami lainnya, tetapi ternyata tidak ada.

Waktu saya gooling, sempat ada terjemahan bahasa Indonesia dari penerbit Pustaka Alvabet di tahun 2008. Tapi, waktu saya jalan-jalan ke Periplus, saya lebih dulu melihat versi Vintage International punya, dan langsung membelinya.

Membaca dalam teks bahasa Inggris gak terlalu sulit buat saya, tapi entah mengapa, terjemahan dari naskah novel Haruki Murakami selalu enak dibaca dan sederhana dengan caranya sendiri. Entah karena tangan Philip Gabriel—penerjemah Kafka on the Shore—dengan jam terbang tinggi, atau penulisan asli dari Murakami sensei sendiri yang sudah enak dari sananya. Saya gak pandai bahasa Jepang, jadi gak capable untuk menilai.

Menurut Philip, tantangan terbesar saat menerjemahkan novel ini adalah menuliskan gaya bicara antara dua tokoh—Kafka dan Tamura—yang meskipun usianya berbeda, berbagi kondisi mental yang sama, yaitu belum sepenuhnya dewasa.

Sekilas tentang cerita kompleks

Tidak asing bagi pembaca novel Haruki Murakami, kalau cerita yang dibawakan sangat kompleks—njelimet—dengan berbagai teori dan teka-teki yang tidak terjawab.

Menurut saya, Haruki Murakami memang (sepertinya, selalu) sengaja memberi "pertanyaan" tanpa menghadirkan jawaban yang gamblang. Beliau ingin pembacanya menafsirkan sendiri: apa jawaban dari alur dan kejadian aneh ini?

Pertama saya membaca Colorless Tsukuru (Tsukuru Tanpa Warna dan Tahun Ziarahnya), rasanya cukup aneh karena membingungkan, gak jelas, dan menggantung. Anehnya, setidaknya bagi saya, aliran magic surrealism beliau bukan hanya sekedar tulisan, tapi juga "pengaruh" kepada keinginan saya untuk terus membalik halaman dan menghabiskan cerita nyelenehnya. Tanpa sadar, saya suka dan menikmati tulisan Murakami sensei.

Awalnya, saya skeptis dengan Kafka on The Shore.

Sebab premis dari penokohan Kafka Tamura ini bukan cuma remaja rebel yang mau kabur dari rumah, tetapi alasan yang cukup vulgar. Ayah Kafka mendoktrin bahwa suatu saat, Kafka akan berhubungan intim dengan ibu dan kakak perempuannya. Kafka kecil awalnya tidak paham, karena kata yang dipakai adalah "sleep together", tapi lama-lama dia mengerti maksud ayahnya.

Tentu saja saya sedikit "jijik" dengan ide penulisan ini. Apalagi incest adalah tindakan yang sangat salah dari segi kesehatan hingga agama.

Namun, saya penasaran. Mungkin sedikit bias karena saya suka karya Haruki Murakami—meskipun sempat kecewa dengan trilogi 1Q84.

Perkembangan karakter para tokoh

Seperti kebanyakan protagonis dalam novel Haruki Murakami, Kafka Tamura dan Nakata ini punya sifat yang serupa, yakni mengalir saja seperti air, luntang-lantung biarkan takdir menghampirinya.

Bagi saya, tokoh-tokoh pendukung adalah "warna" yang menghidupkan si tokoh utama. Dalam perjalanan Kafka, dia ditemani seorang anak laki-laki bernama Crow (burung gagak) yang rupanya semacam alter ego. Crow sering membisikkan kalimat pada Kafka, yang saya pikir lebih seperti buah pemikiran Kafka sendiri yang lebih frontal dan jujur.

Lalu Kafka bertemu dengan Sakura saat naik bis. Mereka mengobrol seru meskipun baru saling kenal, hingga Kafka berpikir—mungkin—Sakura adalah kakak perempuannya yang hilang.

Perjalanan panjang Kafka membawanya ke sebuah perpustakaan kecil, Komura Memorial Library, di Takamatsu. Setiap hari dia pergi ke sana menghabiskan waktu untuk membaca, karena dia gak tahu harus melakukan apa lagi selain makan dan workout. Lalu, Oshima—resepsionis perpustakaan—berbaik hati menawarkannya tempat tinggal di perpustakaan. Ini karena Oshima bisa "melihat" kalau Kafka adalah remaja yang kabur karena selalu membawa tas ransel besar kemana-mana.

Di perpustakaan itu, Kafka bertemu dengan Miss Saeki. Seorang wanita usia 50-an yang cantik, elegan, namun tampak kosong. Setelah penjelasan tentang pemikiran dan teori kesana-kemari, Kafka menduga bahwa Miss Saeki adalah ibu yang selama ini dicarinya.

Di sisi lain, Nakata adalah korban dari sebuah insiden misterius di sebuah hutan.

Saat SMP, kelas Nakata pergi ke hutan bersama wali kelas untuk memetik jamur. Tiba-tiba, seluruh murid jatuh pingsan bersamaan. Padahal, tidak ada gas beracun—tak pula ada yang memakan jamur hutan. Setelah polisi dan dokter datang, semua murid bangun dan kembali bugar. Namun, hanya Nakata yang tetap tak sadarkan diri hingga berminggu-minggu sampai dia dikirim ke rumah sakit tentara.

Begitu sadar dari koma, Nakata menjadi bodoh. Dia tidak tahu apa-apa tentang dunia. Tidak bisa membaca, menulis, menghitung, bahkan tidak tahu sedikitpun tentang Jepang. Hidupnya berubah dari anak paling pintar di kelas, menjadi seorang anak yang diasingkan oleh keluarganya sendiri.

Namun Nakata bisa hidup dengan baik karena subsidi pemerintah.

Dia juga punya kekuatan ajaib—bisa bicara dengan kucing.

Ini membuat Nakata punya "pekerjaan" dari para tetangganya untuk mencari kucing yang hilang. Dia akan mengobrol dengan kucing jalanan dan mencari petunjuk. Sedikit mengingatkan saya tentang tips nyata dari cat lovers untuk mencari kucing peliharaan yang hilang.

Suatu hari, dia diminta mencari seekor kucing. Kali ini pekerjaannya cukup sulit, karena dia justru bertemu dengan Johnnie Walker yang telah menculik kucing untuk dibunuh. Pria itu berjanji akan memberikan kucing yang dicari jika Nakata mau membunuhnya saat itu juga. Gila!

Agak kaget juga karena Nakata benar-benar bisa membunuh Johnnie Walker. Dia lalu pergi dari Nakano, meskipun tidak bisa membaca apalagi membeli tiket untuk perjalanan jauh. Nakata tidak punya tujuan khusus, tapi dia terus melangkah dan bertemu dengan orang-orang baik yang membantunya. Di sini, Nakata bahkan tidak mengeluarkan uang sepeserpun meski menumpang di truk supir barang dan makan bersama.

Supir terakhir yang mengantar Nakata adalah Hoshino.

Karakter Hoshino digambarkan cukup keras di awal, namun dia punya soft side pada Nakata yang mengingatkannya pada almarhum kakeknya. Berdua mereka pergi jauh sekali untuk sampai ke tujuan—meskipun Nakata tak punya jawaban pasti kemana destinasi akhir mereka.

"I'm not bright, but I'll know when I'm there," kata Nakata setiap Hoshino menanyakan kemana mereka pergi, dan apa yang akan dilakukannya.

Kafka dan Nakata yang tipikal berpasrah dan "jalani saja dulu" kadang terasa menyebalkan, apalagi mereka berdua adalah tokoh utama. Namun, seiring berjalannya cerita, Kafka dan Nakata berkembang menjadi seseorang yang tegas dalam mengambil keputusan—meskipun tidak menghilangkan sikap "super santai" dalam diri mereka.

Peringatan tentang tulisan eksplisit

Adegan seksual dalam tulisan Murakami sensei memang dikenal cukup eksplisit. Saya pribadi suka bagaimana beliau menyebutkan organ tubuh dalam istilah yang benar, mengingat saya pernah belajar tentang anatomi tubuh manusia di kelas Klinis Dasar.

Beberapa adegan seks dalam buku ini mungkin terkesan sebagai "selipan" dan tidak terlalu penting, tapi jika dikaji ulang, adegan seks Kafka dengan Miss Saeki dan Sakura justru "membuktikan" ketepatan dari ramalan sang ayah.

Sayangnya, saking "santai" pembawaan karakter di sini, ada bagian dimana Oshima mengemukakan pendapatnya yang biasa saja tentang Kafka dan Miss Saeki yang sudah berhubungan seks. Padahal, Oshima tahu betul keduanya bukan hanya terpaut jarak usia, tetapi juga Kafka yang masih di bawah umur.

Selain itu, ada bagian dimana Murakami menulis adegan pembunuhan dengan sangat jelas, tragis, dan sadis. Beruntung saya hanya membaca—bukan menonton—jadi saya menikmati tanpa banyak protes.

Pembawaan nuansa dengan buku dan musik

Sepertinya, belum lengkap kalau Haruki Murakami tidak menyelipkan buku-buku dan musik di dalam novelnya.

Meskipun bisa dianggap sebagai selipan selain adegan seks, kutipan (bahkan biasanya sampai sinopsis dan analisis) buku dan musik dalam novel punya peran untuk membangun kisah jadi lebih apik dan hidup. Saya merefleksikan bagaimana saya beberapa kali bersikap dan berpikir sebagaimana buku dan musik yang saya nikmati.

Contohnya, ketika Hoshino ambil cuti untuk menemani Nakata. Awalnya dia cuma mau libur beberapa hari saja, tapi setelah terlanjur bonding dengan Nakata dan menikmati musik Archduke Trio saat minum kopi di kafe, Hoshino memutuskan untuk tak peduli lagi dengan pekerjaannya dan menjelajah bersama Nakata untuk menemukan entrace stone.

Setelah saya iseng mencari tahu, saya menemukan daftar lagu dalam Kafka on the Shore yang dibagikan di website Haruki Murakami.

Rupanya, Haruki Murakami sendiri memang sangat mencintai musik. Baginya, menyelipkan musik seperti jazz, klasik, hingga rock sudah terjadi begitu saja dalam proses menulisnya.

Take it or Leave it?

Terlepas dari kesenagan pribadi saya pada karya Haruki Murakami, saya tetap berharap kalian bisa membaca dan menikmati Kafka on the Shore juga.

Lupakan sejenak tentang adegan incest. Sebab, akar dari cerita ini lebih dalam dari sekedar seksualisasi ibu-anak atau antar saudara. Ada rasa sakit, penyesalan, dan pengorbanan yang dikemas begitu misterius di sini.

Ada beberapa bab yang membuat saya bingung dan menyisakan pertanyaan, tapi secara garis besar, saya paham inti dari perjalanan Kafka dan Nakata serta hubungan mereka.

Berbeda dengan dampak kehampaan setiap saya membaca karya Haruki Murakami, saya sedih bukan main saat selesai dengan Kafka on the Shore. Ceritanya berakhir—sepertinya—bahagia dan membuka perjalanan baru bagi Kafka yang kembali pulang ke Nakano.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun