Setibanya di Ungaran, Pangeran Diponegoro singgah di Benteng Ungaran. Di Benteng Ungaran, Pangeran Diponegoro meminta izin untuk mengambil air wudlu dan menunaikan sholat magrib. Di Benteng Ungaran, Pangeran Diponegoro diundang untuk makan malam bersama oleh Komandan benteng dan kemudian beristirahat di sebuah ruangan yang cukup sempit. Pada penjelasan ini, Bapak Supriya Priyanto, menunujukkan pula ruangan tempat Pangeran Diponegoro beristirahat. Saya benar-benar terkejut melihat ruangan itu, sempit.
Dalam kisah sejarah yang disampaikan, saya mencoba membayangkan bagaimana suasana yang terjadi pada saat itu, bagaimana pula suasana hati Sang Pangeran. Betapa pilunya saat-saat Sang Pangeran dijebak dan menjadi tawanan. Bagaimana perasaan beliau pada saat mengambil wudlu dan menunaikan sholat magrib sebagai tawanan sebelum dibawa ke Batavia untuk menjalani pengadilan, dan diasingkan di Manado lalu dipindah ke Makassar hingga akhir hidup beliau. Rasanya ada sebuah pelajaran yang menunjukkan keperwiraan seorang Pangeran Diponegoro, yakni tentang sabar, ikhlas, dan rela hati. Meski begitu, semangat perlawanan terhadap penjajah begitu terasa.
Menghadiri acara Srawung Benteng ini menambah wawasan saya tentang bagaimana sejarah yang pernah terekam di Kota Ungaran. Benteng Ungaran menjadi ikon yang rasanya patut untuk diangkat dan menjadi kebanggaan. Ada sebentuk cinta yang terwujud dari upaya mengenal, meresapi makna, hingga upaya menjaga. (prp)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI