Situasi di Timur Tengah dan Asia Minor semakin lama semakin mengkhawatirkan. Perang antara Israel dengan Hamas/Palestina (Gaza) yang memicu krisis kemanusiaan yang luar biasa dahsyat di Gaza, perang antara Israel dengan Hezobollah di Lebanon, perang yang baru saja terjadi antara Israel dengan Iran (sponsor utama Hamas, Hezbolah dan Houthi (Yemen)) dan kini aksi militer Israel di Suriah sebagai akibat dari perseteruan antara kelompok Druze melawan Bedouin, semuanya merupakan bukti nyata sulitnya perdamaian tercapai di kawasan tersebut.
Peperangan ini semua mengingatkan saya pada mantan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Kerajaan Belanda Nikolaos 'Koos' van Dam untuk Indonesia (2005 -- 2010), yang saya kenal dan saya jumpai untuk pertama kalinya pada waktu beliau masih menjabat sebagai Duta Besar LBBP Belanda untuk Indonesia pada tanggal 7 November 2007, di kediaman dinas resminya di Jakarta.
Duta Besar Koos van Dam belajar Bahasa Arab dan Hukum Islam, serta Ilmu Politik dan Sosial, dan juga Sastra dari Universitas Amsterdam. Beliau ditugaskan di Lebanon, Yordania dan Siprus (1980--83), di Libya (1983--85). beliau juga pernah menjabat sebagai Duta Besar Belanda di Baghdad, Irak (1988--91; terakreditasi hingga 2004), di Kairo, meliput Mesir dan wilayah Palestina yang diduduki (1991--96), di Ankara, meliput Turki dan Azerbaijan (1996--99), di Bonn & Berlin, Jerman (1999--2005), dan di Jakarta (2005-2010), meliput Indonesia dan Timor-Leste.
Beliau menulis 4 (empat) buku yang menarik tentang Timur Tengah dengan judul:
- "De Vrede die niet Kwam" (1998) (dalam Bahasa Belanda),
- "De Granaten en Minaretten" (2020) (dalam Bahasa Belanda),
- "Destroying a Nation -- The Civil War in Syria" (2017); dan
- "The Struggle for Power in Syria" (1979, revisi 2011)
yang semuanya telah saya baca dan pernah saya diskusikan isinya dengan sang penulisnya, Duta Besar Koos van Dam sendiri.
Kini, ketegangan di Timur Tengah tersebut telah menjalar lebih luas dan mulai meracuni hubungan antara Turki dan Israel, hal mana yang akan saya ulas dan bahas di bawah ini.
Sejarah Hubungan Antara Turki dan Israel
Negara Israel dan Republik Turki secara resmi menjalin hubungan diplomatik pada Maret 1949. Kurang dari setahun setelah Deklarasi Kemerdekaan Israel, Turki mengakui kedaulatan Israel, dan Turki adalah negara mayoritas Muslim pertama di dunia yang mengakui kedaulatan Israel. Kedua negara memberikan prioritas tinggi pada kerja sama bilateral di bidang diplomasi dan hubungan militer/strategis, sembari berbagi keprihatinan terkait ketidakstabilan regional di Timur Tengah.