Mohon tunggu...
Pradhany Widityan
Pradhany Widityan Mohon Tunggu... Buruh - Full Time IT Worker

Full Time IT Worker

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Cerita-cerita Remeh tentang Perjalanan Menuju Toraja

23 April 2018   07:34 Diperbarui: 23 April 2018   09:08 1519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tongkonan di Kete Kesu. (Dok. Pribadi)

Selalu ada cerita-cerita selama perjalanan yang sekalipun itu amat remeh tapi menyenangkan untuk diceritakan.

Perjalanan darat 300 km lebih Makassar - Toraja memang melelahkan. Ditambah saya dan kawan-kawan start dari Bandar Udara Sultan Hasanuddin, Makassar jam dua dini hari. Otomatis jam tidur pun harus banyak tergadaikan. Jalanan berlubang banyak ditemui dari Maros hingga Pare-pare. Dilanjutkan, jalanan berliku dan menanjak di Kabupaten Enrekang. Enrekang memang merupakan kabupaten yang sebagian besar tanahnya berada di pegunungan sehingga dijuluki Massenrenpulu' yang artinya meminggir gunung atau menyusur gunung.

Matahari pagi yang mulai bersinar, berbanding terbalik dengan stamina yang mulai meredup. Kami memutuskan singgah di warung pinggir jalan Enrekang untuk menikmati minuman hangat dan melepas lelah. Pemandangan di warung itu langsung menghadap Gunung Nona, jadi sedikit berlama-lama sambil menikmati cerahnya perbukitan yang merefleksikan cahaya matahari pagi bukanlah suatu kesalahan.

Perjalanan kami lanjutkan untuk sekitar 20 persen lagi jarak memasuki Toraja. Sepanjang perjalanan berseliweran baliho foto-foto para calon "pemimpin". Enrekang juga akan menyambut Pilkada serentak. Tapi tunggu, dari tadi hanya ada baliho dari satu pasangan calon yang wajah calon wakil bupatinya terlihat mirip Sutradara Pengabdi Setan, Joko Anwar. Ternyata, Kabupaten Enrekang terjebak dalam pasangan calon tunggal yang diusung hampir semua parpol di DPRD.

Pintu masuk menuju Kete Kesu. (Dok. Pribadi)
Pintu masuk menuju Kete Kesu. (Dok. Pribadi)
Namun yang menarik adalah banyaknya baliho bertuliskan "Laskar Kotak Kosong". Info yang saya dapat "Laskar Kotak Kosong" merupakan gerakan perlawanan warga Enrekang yang emoh dengan skema paslon tunggal yang mereka anggap mencederai demokrasi. Ironisnya barisan relawannya diinisiasi oleh kader salah satu partai pendukung paslon tunggal yang kecewa pada sikap partainya itu.

Ah sudahlah, lupakan sejenak politik. Tak terasa baliho-baliho itu hilang dan dengan perasaan lega, akhirnya terpampang sambutan "Selamat Datang di Tana Toraja". Kami lanjut menuju Kota Makale yang menjadi tempat singgah untuk sarapan sekaligus makan siang dan sore. Karena kabarnya semakin ke arah Toraja Utara, makanan halal semakin sulit ditemui.

Makale merupakan Ibu Kota Kabupaten Tana Toraja. Salah satu Landmark-nya yaitu Bundaran Kolam Makale yang di tengahnya berdiri patung gagah yaitu Puang Lakipadada. Konon beliau adalah orang sakti dari Tana Toraja yang mengembara mencari pusaka untuk keabadian. Sayang sekali kolam ini nampak kering dan alang-alang tumbuh liar dan berantakan. Padahal, kolom ini digadang-gadang akan menjadi kolam air mancur yang indah dengan anggaran daerah hingga 2,2 miliar.

Buntu Burake mungkin lebih tersohor dibanding kolam yang hidup segan mati tak mau itu. Bahkan di luar Sulawesi dan sangat mungkin hingga luar Indonesia. Di sana terdapat Patung Yesus Kristus yang mirip dengan Patung Yesus di Rio De Janeiro, Brazil. Walaupun patung di Brazil itu lebih mendunia dan tampak bagus di film animasi tentang burung biru berjudul Rio. Jika dilihat sekilas yang paling membedakan kedua patung itu adalah posisi telapak tangan Yesus. Di Brazil tangan Sang Kristus menghadap ke depan seolah ingin memeluk, sedangkan di Makale menghadap ke bawah seolah berkata "calm down, Bro".

Sepanjang jalan setelah memasuki Toraja tampak orang-orang baru bubar dari gereja. Berpakaian serba hitam nan rapi, mereka tengah merayakan Hari Paskah.

Orang Toraja mayoritas beragama Kristen Protestan yaitu sekitar 75 persen. Islam menjadi minoritas di sana dengan tak lebih dari 10 persen populasi. Tapi walaupun begitu tak sulit mencari masjid besar di pinggir jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun