Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Obati Sesak Napasnya, Dok Minggu Depan Dia Jadi Pengantin

14 Mei 2018   23:31 Diperbarui: 15 Mei 2018   09:27 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengobati calon pengantin (ilustrasi pribadi)

"Berapa lama sudah sesaknya?" Tanya dokter Ian, yang bekerja di kliniknya sore itu, si gadis kecil yang masih lugu itu mengeluarkan suara mengi yang lirih, seperti ada anak kucing menangis sedih di dadanya yang mungil dan payudaranya belum tumbuh, masih rata seperti anak-anak kecil biasa.

"Sejak kecil, sih, Dok. Tetapi sering kambuh waktu kami merantau ke luar negeri dua tahun, disana banyak debu dan asap. Bapaknya anak-anak relawan di medan perang."Cerita ibu usia empat puluh tahunan itu sangat khawatir kesehatan anaknya.

"Tentara?" Si dokter penasaran. Memangnya negeri ini sedang perang dengan negara lain? Dan apakah perang boleh membawa anak-istri?

"Bukan, Dok. Eh, maaf, tidak usah dibahas lagi, Dok. Pokoknya dia harus sehat minggu depan, tolong,ya...."Kata si ibu gugup. Dia seperti menyesal bicara terlalu banyak.

"Umurnya masih 9 tahun, Bu. Ibu tidak salah menjadikan dia pengantin?"Dokter Ian terheran-heran, alasan si ibu mau mengobati sesak karena si anak mau dikawinkankah? Kalau pengantin sunat, biasanya anak laki-laki, anak perempuan mungkin saja disunat, tetapi jarang dipestakan.

"Ya, kalau memang sudah waktunya, kita tidak dapat menolaknya. Tetapi maaf, Dok. Saya tidak dapat menjelaskan lebih banyak lagi. Saya boleh tebus resepnya untuk 1 minggu, Dok?" Si dokter yang kebingungan itu mengangguk dan meresepkan obat asma, antibiotik dan pengencer dahak untuk waktu yang diminta dengan nasehat jangan dekat asap rokok, debu, bulu binatang terutama bulu kucing dan serbuk sari bunga-bungaan serta jangan makan goreng-gorengan, jangan minum yang dingin dan jangan makan makanan laut.

Si ibu menyanggupinya, dengan kasih sayangnya memegang tangan si gadis kecil calon pengantin keluar tempat praktek dengan masih terbatuk dan mengi dan tatapan mata murung, sedih seolah ingin bicara ke si dokter tentang isi hatinya.

"Ada yang salah...Tapi apa?" Tiga hari berturut-turut dokter Ian selalu teringat si gadis kecil usia 9 tahun itu. Pernikahan usia dini dia maklumi di desa-desa, tetapi itu sesudah gadis remaja, diatas 12 tahunlah.  Tetapi usia 9 tahun, menjadi pengantin, apakah harus dia laporkan ke Komisi Perlindungan Anak?

Hari keempat dia sudah melupakan kasus itu, akibat adanya beberapa kasus diare yang sering timbul di awal musim kemarau yang memaksanya merawat 3 orang di klinik rawat inapnya dan beberapa hari kemudian akhirnya berita di televisi itu mengingatkannya kembali pada si gadis kecil.

Berita ledakan bom tidak jauh dari tempat prakteknya dan dilakukan oleh satu keluarga dan salah satu pelakunya gadis kecil usia 9 tahun yang wajahnya tidak dapat dia lupakan.

"Seharusnya aku bisa mencegahmu jadi pengantin...Seharusnya aku dapat melaporkan kata-kata pengantin itu pada yang berwenang......Seharusnya kau tidak perlu mati untuk membuat yang lain mati...."Tak terasa air mata dokter Ian mengalir, seharusnya dia lebih peduli dengan tatapan mata murung itu dan menyelamatkannya, menyelamatkan yang lainnya...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun