Mohon tunggu...
Pocut Ghina Shabira
Pocut Ghina Shabira Mohon Tunggu... Psikolog - Mahasiswi

Traveler. Blogger. Bollywood Lover.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pembakaran Bendera Tauhid, Politis atau Agamais?

24 Oktober 2018   20:33 Diperbarui: 24 Oktober 2018   20:38 1118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera Perang (kiri) dan Panji Rasulullah SAW (kanan). -- alifmh-shagir.com

Kalimat atau lafadz yang bertuliskan bacaan Al-Qur'an sejatinya merupakan kalimat yang suci. Benda apapun yang terdapat tulisan tersebut hendaknya dimuliakan dan tidak dibawa ke tempat yang dilarang oleh Allah SWT. Dan apabila benda tersebut terjatuh atau terkena lantai, hendaknya untuk segera dihindarkan.

Kasus pembakaran bendera berlafadzkan tauhid milik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser NU) di Garut, Jawa Barat menjadi sorotan masyarakat. 

Beberapa pihak mengecam insiden ini dengan mengatakan hal ini sebagai tindakan penistaan agama. Juru bicara DPP FPI, Slamet Maarif, mengatakan bahwa peristiwa pembakaran bendera ini merupakan tindakan penodaan terhadap agama Islam. Slamet juga meminta untuk pengurus besar Front Pembela Islam (FPI) untuk turun dalam kasus ini. Banser NU juga telah dilaporkan ke polisi atas tindakannya tersebut.

Jika kita melihat dari sisi agama, apakah membakar suatu benda berlafadz kalimat suci itu berdosa?

Dari Imam Al-Dasuqi Al-Maliki dalam kitab Hasyiyah Al-Dasuqi'ala Al-Syarhi Al-Kabir mengatakan, "Membakar benda tersebut, yaitu kertas (atau benda) yang berisi kandungan Al-Qur'an, asmaul husna (nama-nama Allah), asma para nabi atau lainnya yang diperintah oleh syari'at untuk menyucikannya..jika bertujuan menjaganya maka tidak masalah, bahkan kadang bisa wajib."

Sedangkan dari Syaikh Zakaria Al-Anshari dalam kitab Asnal Mathalib mengatakan, "Untuk menjaga kemuliaan nama Allah yang ditulis pada suatu benda dari kemungkinan disepelekan, sebaiknya benda tersebut dibakar dengan api. Tindakan membakar ini lebih utama dibanding menghapusnya dengan air karena sangat dikhawatirkan air tersebut jatuh ke tanah."

Pernyataan dari kedua ulama diatas jelas menyatakan bahwa membakar sesuatu benda yang berlafadz kalimat suci dengan tujuan untuk menjaga kesucian kalimat tersebut hukumnya adalah boleh, bahkan bisa menjadi wajib. 

Dari kasus di Garut ini secara nyata bahwa tindakan yang dilakukan oleh Banser NU itu tidak salah karena telah dinyatakan secara sah bahwa HTI merupakan organisasi terlarang di Indonesia, karena berusaha untuk mengganti ideologi negara Indonesia menjadi khilafah dan itu tidak sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

Nah, bagaimana bila dilihat dari sudut pandang politik?

Suatu peristiwa yang menyinggung satu pihak tidak mungkin terhindar dari pro dan kontra dan hal itu nantinya akan menimbulkan konflik. Insiden pembakaran bendera HTI ini sangat sarat dengan konflik, terutama konflik SARA. Pihak-pihak yang pro terhadap tindakan ini tentunya sangat mendukung apa yang dilakukan oleh Banser NU, sedangkan yang kontra pasti mengecam hal tersebut.

Selain itu isu SARA juga sangat rawan provokasi. Adanya kubu-kubu yang ingin memecahbelah masyarakat Indonesia, khususnya umat muslim demi kepentingan pribadi. Ada juga oknum-oknum yang dengan sengaja menyebarluaskan ujaran kebencian demi kepentingan finansial. Dan, ada juga pihak-pihak yang hanya ikut-ikutan menjadi 'kompor' dalam kasus ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun