Mohon tunggu...
plaspalisnsome
plaspalisnsome Mohon Tunggu... -

Know more. Do more. Do better. Pernah belajar di Fak. Filsafat - Unika Santo Thomas Medan, Sumatera Utara (2010 - 2014).

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Relasi Aku-Engkau Menurut Martin Buber

25 September 2012   09:37 Diperbarui: 4 April 2017   16:59 2063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Relasi Aku dan Engkau menurut Martin Buber (Ich und Du, 1923) menyajikan sebuah filsafat dialog personal, yang melukiskan bagaimana dialog personal dapat mendefinisikan kodrat kenyataan. Tema utama Buber ialah bahwa eksistensi manusia dapat didefinisikan oleh cara kita berpartisipasi dalam dialog dengan sesama, dunia, dan Tuhan.

Menurut Buber, umat manusia dapat mengambil dua sikap terhadap dunia: Aku-Engkau (I-Thou) atau Aku-Itu (I-It). Aku-Engkau adalah suatu relasi subjek-terhadap-subjek, sedangkan Aku-Itu adalah sebuah relasi subjek-terhadap-objek. Di dalam relasi Aku-Engkau, manusia menyadari sesamanya sebagai pemilik suatu kesatuan eksistensi. Di dalam relasi ini, manusia tidak mengalami sesamanya yang lain sebagai pemilik sifat-sifat spesifik yang terpisah, melainkan mengikutsetakan keseluruhan eksistensi sesamanya tersebut dalam dialog. Di dalam relasi ini, di sisi lain, setiap manusia mengalami sesamanya yang lain sebagai pemilik sifat-sifat khusus yang terpisah dan memandang dirinya sendiri sebagai bagian dari dunia yang terdiri dari benda-benda. Aku-Engkau adalah suatu relasi mutualitas resiprok, sedangkan Aku-Itu merupakan suatu relasi separasi dan pelepasan.

Buber menjelaskan bahwa setiapa manusia dapat mencoba mengubah relasi subjek-terhadap-subjek kepda relasi subjek-terhadap-objek, atau berlaku sebaliknya. Bagaimanapun juga, eksistensi setiap subjek adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dianalisa sebagai sebuah objek. Apabila suatu subjek dianalisa sebagai sebuah sebuah objek, subjek tersebut bukanlah subjek dalam pengertian yang sebenarnya, melainkan menjadi sebuah objek. Apabila suatu subjek dianalisa sebagai sebuah objek, subjektersebut bukanlah lagi Engkau, namun menjadi itu. Kenyataan yang dianalisa sebagai sebuah objek adalah Itu dalam relasi Aku-Itu.

Relasi subjek-terhadap-subjek mengafirmasikan bahwa setiap subjek memiliki satu kesatuan eksistensi. Ketika sebuah subjek memilih, atau dipilih oleh, relasi Aku-Engkau, ini merupakan tindakan yang mencakup keseluruhan eksistensi subjek. Maka, relasi Aku-Engkau adalah suatu tindakan pemilihan, atau kenyataan yang dipilih, untuk menjadi subjek dalam suatu relasi subjek-terhadap-subjek. Subjek menjadi sebuah subjek melalui relasi Aku-Engkau, dan tindakan pemilihan realsi ini mengafirmasikan seluruh kenyataan subjek.

Buber mangatakan bahwa relasi Aku-Engkau merupakan sebuah relasi interpersonal yang langsung dan yang tidak dimediasi oleh intervensi sistem ide apa pun. Tidak ada objek-objek pemikiran yang berinvertensi di antara Aku dan Engkau. Aku-Engkau adalah relasi yang angsung antara subjek-terhadap-subjek, yang tidak dimediasi oleh relasi-relasi yang lainnya. Dengan demikian, Aku-Engkau bukanlah alat untuk beberapa objek atau tujuan tertentu, malainkan suatu relasi pokok yang seluruh kenyataan setiap subjek.

Cinta, sebagai suatu relasi di antara Aku dan Engkau, merupakan suatu relasi subjek-terhadap-subjek. Buber mengklaim bahwa cinta bukanlah suatu relasi subjek-terhada-objek. Di dalam relasi Aku-Engkau, setiap subjek tidak mengalami sesama yang lainnya sebagai objek, melainkan mengalami setiapa sesamanya sebagai suatu kesatuan kenyataan. Cinta adalah suatu relasi Aku-Engkau di mana setiap subjeknya membagikan kesatuan kenyataan ini. Cinta juga merupakan suatu relasi yang di dalamnya Aku dan engkau berbgai rasa pengertian, respek, komitmen dan tanggung jawab.

Buber membuktikan bahwa, sekalipun relasi Aku-Engkau adalah sebuah relasi yang ideal, relasi Aku-Itu tetaplah merupakansebuah relasi tak terelakkan yang di dalamnya dunia dilihat terdiri dari objek-objek dan benda-benda yang dapat dikenal. Relasi Aku-Itu adalah suatu cara di mana dunia dianalisa dan dideskripsikan. Meskipun demikian, realsi Aku-Itu dapat saja berubah menjadi relasi Aku-Engkau, dan di dalam relasi Aku-Engkau kita dapat berinteraksi dengandunia dalam seluruh kenyataanya.

Di dalam relasi Aku-Engkau, si Akubersatu dengan Engkau,akan tetapi dalam realsi Aku-Itu, si Aku dilepaskan atau dipisahkan dari Itu. Di dalam realsi Aku-Engkau, eksistens Aku dimiliki oleh Aku dan oleh Engkau sekaligus. Di dalam relasi Aku-Itu, eksistensi Aku hanya dimiliki oleh si Aku, bukan oleh Itu.

Aku-Engkau merupakan sebuah relasi yang di dalamnya Aku dan Engkau sama-sama memilisebuah realitas bersama. Buber berpendapat bahwa Aku yang tidak memiliki Engkau berarti memiliki sebuah realitas yangkurang lengkap dari yang dimiliki oleh Aku dalam relasi Aku-Engkau. Semakain sering Aku-dan-Engkau membagikan realitas mereka, semakain sempurnalah realitas mereka.

Menurut Buber, Allah adalah Engkau yang kekal. Allah adalah Engkau yang menopang relasi Aku-Engkau secara terus-menerus. Di dalam realsi Aku-Engkau, antara pribadi individual dan Allah, terdapat suatu kesatuan eksistensi yang di dalamnya pribadi tersebut senantiasa dapat menemukan Allah. Di dalam relasi Aku-Engkau,tidak terdapat rintangan seperti yang dijumpai dalam relasi-relasi lainnya, yang memisahkan seorang pribadi tertentu dari Allah. Dengan demikian pribadi individual dapat berbicara secara langsung dengan Allah.

Engkau yang kekal bukanlah sebuah objek pengalaman, dan bukan pula objek pemikiran. Engkau yang kekal bukanlah hal yang dapat diinvestigasi atau diuji. Engkau yang kekal bukan merupakan sebuah objek yang dapat dipahami. Sekalipun demikian, Engkau yang kekal tetapdapat dipahami sebagai persona absolute yang memberikan kesatuan kepada segala eksistensi.

Buber juga menjelaskan bahwa relasi Aku-Engkau dapat memiliki baik eksistensi potensial maupun eksistensi aktual. Ketika relasi Aku-Itu berubah menjadi relasi Aku-Engkau, eksistensi potensial dari Aku-Engkau tersebut akan berubah menjadi eksistensi aktual dalam relasi Aku-Engkau itu sendiri. Meskipun demikian, relasi Aku-Engkau di antara pribadi individual dan Allah tidak dapat berbah menjadi, atau berevolusidari, sebuah relasi Aku-Itu, sebab Allah selaku Engkau yang kekal tetap hadir sebagai eksistensi yang actual.

Buber berpendapat bahwa realsi Aku-Engkau di antara pribadi individual dengan Allah adalah sebuah realsi universal yang menjadi dasar untuk segala jenis relasi yang lainnya. Seandainya pribadi individual mempunyai sebuah relasi Aku-Engkau yang nyata dengan Allah, maka kemudian dengan sendirinya pribadi individual tersebut juga harus mempunyai sebuah relasi Aku-Engkau yang riil dengan dunia. Jika pribadi individual memiliki sebuah relasi Aku-Engkau yang riil dengan Allah, maka tindakan-tindakannya di dalam dunia dengan sendirinya harus dituntun oleh relasi Aku-Engkau tersebut. Dengan demikian, filsafat dialog personal dapat menjadi sebuah metode instruktif dalam penyelidikan etis dan dalam pendefinisian kodrat tanggung jawab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun