Mohon tunggu...
Plan Indonesia
Plan Indonesia Mohon Tunggu... NGO

Memperjuangkan hak anak dan pemberdayaan perempuan

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Harapan di Ujung Jalan: Kisah Perjuangan Ibu-Anak Hadapi Bahaya & Mitos Gaib demi Air Bersih

18 Maret 2025   19:30 Diperbarui: 18 Maret 2025   19:25 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raut wajah bahagia Eci (14) saat mengambil air bersih di tempat penampungan air - dok. Plan Indonesia/Alfred Ike Wurin

Nagekeo, Nusa Tenggara Timur - Di sebuah kampung di Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, masyarakat setempat bergantung pada mata air tersembunyi yang mereka sebut sebagai pela. Sekitar pukul 05.00 hingga 05.30 pagi, anak-anak harus bergegas untuk mandi di sana sebelum sekolah. Perjalanannya tidak mudah, mengitari punggung bukit dengan kemiringan yang cukup terjal. Di beberapa titik, tanahnya licin dan berbatu, membuat setiap langkah harus diukur dengan hati-hati. Salah pijakan sedikit saja, risiko tergelincir besar sekali.

Tak hanya medannya yang sulit. Di kampung ini, mitos tentang penghuni mata air juga menjadi desas-desus warga sejak lama. Mereka percaya jika seseorang pergi sendirian ke sana, ia bisa disesatkan, ditahan, atau bahkan dibawa pergi oleh penghuni gaib di mata air. Dan yang paling ditakuti, rumor tentang ata dora, sosok misterius yang konon akan menculik mereka yang berjalan sendirian.

Tapi tidak ada pilihan. Setiap pagi dan sore mereka harus tetap pergi. Sebab, kembali ke rumah dengan tubuh bersih dan air yang cukup adalah kebahagiaan sederhana yang mereka perjuangkan setiap hari. Rutinitas ini sudah menjadi bagian hidup yang mereka jalani selama ini. Ada ketakutan, ada perjuangan, tapi juga ada kegembiraan.

Bertahan dengan Mata Air Pela

Seperti yang dialami Mama Reta (49) dan anaknya, Eci (14). Pagi itu, hati Mama Reta menciut ketika melihat putrinya kembali dengan wajah pucat dan napas tersengal. Pikirannya dipenuhi bayangan buruk.

"Satu pagi, Eci pergi duluan ke kali untuk mandi dan menimba air, tapi dia pulang cepat sekali. Saya tanya dia kenapa? Dia takut karena di kali belum ada orang," kenang Mama Reta (49).

Anak-anak di Nagekeo, NTT berjalan membawa jeriken kosong untuk mengambil air bersih di mata air Pela - dok. Plan Indonesia/Alfred Ike Wurin
Anak-anak di Nagekeo, NTT berjalan membawa jeriken kosong untuk mengambil air bersih di mata air Pela - dok. Plan Indonesia/Alfred Ike Wurin

Bagi anak-anak seperti Eci, mencari air adalah rutinitas yang tak terelakkan. Dengan gembira mereka menjalani perjuangan yang cukup melelahkan ini.

"Kami pulang mendaki. Kalau capek, kami istirahat dulu, baru jalan lagi. Sampai di rumah, siap-siap, baru ke sekolah. Kadang terlambat. Kalau terlambat, dihukum disuruh berlutut," ungkap Eci sambil tertawa.

Di sekolah akses air pun terbatas. Air yang mereka bawa adalah satu-satunya sumber untuk mencuci tangan, membasuh wajah, bahkan menyiram toilet. Setiap murid membawa airnya sendiri, menuangkannya ke penampung di toilet sekolah. Jika persediaan habis, guru dan beberapa murid harus bekerja sama untuk pergi menimba air ke kali.

Upaya Bersama Hadirkan Akses Air Bersih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun