Mohon tunggu...
David Olin
David Olin Mohon Tunggu... Pustakawan - Pemerhati Bahasa, Memberi Hati Pada Bahasa, Meluaskan Dunia Lewat Bahasa

Setiap kali menatap mentari, bulan selalu mendapat cahaya baru.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berani Beropini di Dunia Digital

19 November 2019   07:00 Diperbarui: 19 November 2019   07:05 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Frater Salto, Pr menutup sessi 1 dengan intisari buku When Religion Becomes Evil. Dalam sejarah, ada revolusi dari paham Fideisme (yang penting percaya) Fundamentalisme (kembali ke masa-masa awal pembentukan agama) Radikalisme (kembali ke akar) Extremisme (mengklaim kebenaran hanya milik mereka). Ini adalah indikasi cara berpikir literer.

Narasumber 2: Damang Juniarto

Profil: Aktivis SaveNet yang kekeh membela kebebasan berpendapat secara bertanggung jawab di Asia Tenggara.

Pertanyaan pemancing: Anak muda takut beropini? Padahal, anak muda lebih cepat menjadi adapter technology. Hal ini dilihat bersama dengan fakta bahwa teknologi tumbuh lebih cepat satu dekade dibandingkan dengan manusia.

Tantangan Medsos:

Ber-Bhineka

Beliau menjelaskan secara sederhana dan mengagumkan bagaimana FB bekerja. Media sosial, contohnya FB, beroperasi menggutakan alogaritma "yang sama". Maksudnya, Facebook selalu pasti mengelompokkan akun-akun (bisa juga orang-orang) "yang sama", mulai dari teman SD sampai preferensi "makan bubur diaduk apa nggak". Dengan demikian, haters (wakil pluralitas) hampir pasti tidak mendapat tempat dalam jangkauan kita. Hal ini berkaitan erat dengan budaya like/dislike. Alogaritma ini dikondisikan untuk semua orang, sehingga pengguna FB selalu berada dalam lingkaran "yang sama". Proses ini biasanya bekerja di bawah kesadaran kita.

Gelembung tapis

Akibat dari pengelompokan otomatis alogaritma FB inilah, ruang gaung pengguna FB terbatas hanya dengan orang-orang dengan gagasan yang sama. Hal ini memunculkan lahirnya Online Tribes (suku-suku online). Salah satu contohnya adalah Raditya Dika. Di sinilah polarisasi terjadi.

Pertanyaannya ialah, bagaimana Orang Bhineka mengahadapi hal ini. Sedangkan technology by design tidak memungkinkan adanya toleransi.

Konflik mengintai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun