Mohon tunggu...
David Olin
David Olin Mohon Tunggu... Pustakawan - Belum terlambat aku mencintai-Mu

Setiap kali menatap mentari, bulan selalu mendapat cahaya baru (IG: @david.usolin.sdb) Note: Semua tulisan dalam platform ini dibuat atas nama pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berani Beropini di Dunia Digital

19 November 2019   07:00 Diperbarui: 19 November 2019   07:05 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berani Beropini di Dunia Digital

Dunia Digital: Stop Hoax

Forum Diskusi @ Seminari Tinggi Yohanes Paulus II Projo Jakarta

Jumat, 8 Februari 2019 Pukul 17.00-20.00

Pengantar: RD Carolus Borromeus Putranto, Pr.

Kemampuan literasi, termasuk di dalamnya cara membaca peristiwa, semakin penting. Terutama di saat masyarakat harus mengolah fakta menjadi informasi untuk melahirkan tindakan. Inilah yang dikenal dengan nama pembentukan opini publik.

Narasumber:

Denny Siregar -- Sruput Kopi 

 Profil singkat: Pegiat Kompasiana dan Facebook. Buku yang telah diterbitkan antara lain Tuhan Dalam Secangkir Kopi: Gramedia. Lulusan Universitas 17 Agustus Surabaya ini pernah menjadi reporter Radio (Suara) Surabaya.

Facebook tidak pernah menyuruh kita menulis. Undangan Facebook yang utama ialah "What's on Your Mind?" Untuk itu, ungkapan pikiran dituangkan oleh Bang Denny dalam bentuk bahasa lisan (ngobrol). Tidak peduli ada berbagai tafsiran -- termasuk yang keliru -- terhadap tulisannya, yang penting beliau bertanggung jawab atas apa yang ia ungkapkan.

Disinformasi?

Konstruksi hoax yang paling sederhana diceritakan lewat pengalaman masa kecil. Seringkali orangtua menyuruh anaknya masuk ke dalam rumah menjelang magrib sambil mengatakan bahwa "kalau kamu tidak segera masuk ke rumah, nanti ada pocong yang menculikmu." Secara sederhana, hal ini sudah dinamakan post truth.

Disinformasi terbukti telah menghancurkan negara Irak dan Suriah (Suni dan Syiah). Indonesia termasuk negara yang sudah siap menghadapi ancaman ini dengan adanya cyber crime. Beliau mengatakan bahwa untuk saat ini, What's App termasuk "senjata pembunuh" mematikan yang masuk ke ruang pribadi. Medsos pada dasarnya adalah sarana, senjata, yang dapat digunakan demi kepentingan yang benar maupun sebaliknya. Pilihan ketiga yaitu tidak terlibat sama sekali akan dibahas pada bagian terakhir diskusi ini.

Media Internasional (yang dianggap terpercaya) seperti CNN, BBC dituduh sebagai corong kapitalisme. Media sosial, sebaliknya, mampu menyentuh permasalahan yang terjadi pada lapisan akar rumput.

Permasalahannya saat ini tidak lain adalah mengabarkan kebenaran dan caranya. Sebab, bagaimana bisa kebenaran dikabarkan dengan cara yang salah (memaki, mengutuk, mengancam)? Sampaikanlah kebenaran itu dengan akhlak dan santun. Salah satu kebenaran yang saat ini sedang diperjuangkan adalah TOLERANSI. Toleransi bisa diusahakan dengan membuat acara bersama misalnya lintas agama. Salah satu peristiwa positif yang menggugah warganet sekitar Natal 2018 adalah ketika seorang muslimah berhijab memainkan biola dalam sebuah perayaan Ekaristi di Yogyakarta. Momen ini disebut Bang Denny "momen toleransi terindah selama 15 tahun berjuang di FB". Itu salah satu "tamparan" terhadap kaum intoleran.

Tantangan kedua adalah membangun opini yang baik. Tulislah hal-hal yang baik. Temukan diri anda sendiri:

Apakah saya selalu merasa diri benar (judgemental)

Kita bukan siapa-siapa

Tidak tahu apa-apa.

Pendekatannya sederhana. Saat saya menjadi nobody yang know nothing, saya bebas bersuara sebagai bukan siapa-siapa dan orang bodoh. (Red: Ingat Socrates?)

Mengenai buku Tuhan dalam Secangkir Kopi yang menyentuh berbagai kalangan, Bang Denny mengajak kita semua untuk "merobek keagamaan dan kembali menjadi manusia." Dengan lepas dari kesempitan ideologi, seorang manusia mampu menghayati hubungan vertikal dengan Sang Pencipta sekaligus berbuat kebaikan bagi sesama di sekitarnya.

Catatan: Bang Denny berbicara bak orator yang kharismatis, menggugah afeksi pendengar. Penjelasannya lebih banyak diambil lewat pengalaman hidup berjuang menegakkan kebenaran melalui FB. Tidak jarang beliau diancam via WA akan dibunuh. Tetapi beliau kelihatannya tidak gentar sedikitpun. 

Frater Salto, Pr menutup sessi 1 dengan intisari buku When Religion Becomes Evil. Dalam sejarah, ada revolusi dari paham Fideisme (yang penting percaya) Fundamentalisme (kembali ke masa-masa awal pembentukan agama) Radikalisme (kembali ke akar) Extremisme (mengklaim kebenaran hanya milik mereka). Ini adalah indikasi cara berpikir literer.

Narasumber 2: Damang Juniarto

Profil: Aktivis SaveNet yang kekeh membela kebebasan berpendapat secara bertanggung jawab di Asia Tenggara.

Pertanyaan pemancing: Anak muda takut beropini? Padahal, anak muda lebih cepat menjadi adapter technology. Hal ini dilihat bersama dengan fakta bahwa teknologi tumbuh lebih cepat satu dekade dibandingkan dengan manusia.

Tantangan Medsos:

Ber-Bhineka

Beliau menjelaskan secara sederhana dan mengagumkan bagaimana FB bekerja. Media sosial, contohnya FB, beroperasi menggutakan alogaritma "yang sama". Maksudnya, Facebook selalu pasti mengelompokkan akun-akun (bisa juga orang-orang) "yang sama", mulai dari teman SD sampai preferensi "makan bubur diaduk apa nggak". Dengan demikian, haters (wakil pluralitas) hampir pasti tidak mendapat tempat dalam jangkauan kita. Hal ini berkaitan erat dengan budaya like/dislike. Alogaritma ini dikondisikan untuk semua orang, sehingga pengguna FB selalu berada dalam lingkaran "yang sama". Proses ini biasanya bekerja di bawah kesadaran kita.

Gelembung tapis

Akibat dari pengelompokan otomatis alogaritma FB inilah, ruang gaung pengguna FB terbatas hanya dengan orang-orang dengan gagasan yang sama. Hal ini memunculkan lahirnya Online Tribes (suku-suku online). Salah satu contohnya adalah Raditya Dika. Di sinilah polarisasi terjadi.

Pertanyaannya ialah, bagaimana Orang Bhineka mengahadapi hal ini. Sedangkan technology by design tidak memungkinkan adanya toleransi.

Konflik mengintai

Lakukan sesuatu. Cegah Persekusi. Pesan ini dikuatkan dengan beberapa fakta miris namun nyata, misalnya:

  • Alex Johns: Penembakan dan Konspirasi
  • Steve Bannon orang dibalik kampanye Make America Great Again

Orang-orang ini membentuk opini publik sedemikian sehingga publik percaya suatu hal, meskipun hal tersebut hoax. Misalnya: Percaya atau tidak, akan ada 35.000 pengungsi dari Suriah yang akan menyerang AS. Akibat perbuatan mereka sungguh mengerikan, di antaranya Penembakan di Sandy Hook. Alex Johns, misalnya, bersembunyi di balik dalih Amandemen Pertama tentang kebebasan berpendapat. Kendati demikian, medsos USA akhirnya "mengenyahkan" kemunculannya di dalam platform sejumlah medsos.

Troll Organization.

Fenomena ini terkait erat dengan Troll Farms (akun jadi-jadian dan robot). Musibah dari penyebaran hoax pernah mewujud dalam insiden penembakan di Sandy Hook. Propaganda kebencian itu dipikirkan serapi mungkin.

Cara kerja Mesin Kebencian:

Agitator memunculkan isu atau membuat kontroversi publik; media online (resmi maupun gratisan) mengutip isu tersebut. Kepala suku merespon dan share. Share ini bisa juga dalam bentuk video. Misalnya: dimulai dengan frasa: "apakah ini benar atau tidak; eh, gila juga yah...."

Siasat melawan kebencian

Pecahkan gelembung. Sebaiknya tidak menaruh isu sensitive di tempat yang tidak sepatutnya (misalnya WA, karena WA erat kaitannya dengan privasi), atau group WA keluarga.

Pelajari kultur setiap kanal, misalnya FB untuk notes, pikiran; Youtube untuk video, dsb.

Potong penyebaran. Kalau mendapat hoax dan tahu bahwa itu keliru, cukup di-screenshot atau menahan diri dari menyebarkannya secara lebih luas.

Ajak orang-orang jangan follow akun "bermasalah"

Bongkar hasutan dengan counter narrative, menggunakan wawasan yang baik.

Contoh Kasus: Propaganda Rusia.

  • Kepada orang AS kulit putih yang miskin, Trump dikampanyekan peduli dengan mereka, karena Trump miskin. Trump miskin karena hanya orang miskin (termasuk Trump) yang suka memaki. Yang disalahkan dari kemiskinan tersebut adalah para imigran dari Mexico
  • Kepada orang kulit hitam veteran perang, isu yang disebarkan ialah: penyebab terbatasnya akses kesehatan adalah imigran dari Mexico.
  • dst. Hoax berbeda-beda sesuai dengan kelompok sasaran.

Peristiwa politik bisa dipermainkan oleh data dari Sosmed. Kendati demikian, orang mudah untuk membaca riwayat digitalnya. Salah satu tragedi yang memilukan terjadi di Suriah. Negara ini telah lebih dahulu mengalami perang di media sosial (mirip fenomen "Salah Jokowi", waktu perang pertama kali berkecamuk di FB, propaganda yang digunakan ialah "Salah Ashad").

Adalah "JARINGAN ULAMA INTERNASIONAL" yang memprovokasi orang-orang Islam "sumbu pendek" di negara-negara lain. Cara yang dipakai cukup unik nan mematikan. Agitator memposting gambar kucing yang telah dipenggal kepala, entah kucing itu ada di Suriah atau fotonya diambil dari tempat lain, kemudian dibumbui dengan tulisan: "Kejamnya Ashad. Kucing saja dibunuh secara kejam, apalagi manusia." Setiap hari, sosmed dipenuhi dengan propaganda semacam itu, sehingga publik menelan opini tersebut.

Ketika sudah siap, jaringan tersebut memanggil pasukan dari negara-negara lain untuk meruntuhkan rezim Ashad. Perlawanan Ashad digunakan sebagai serangan balik untuk menguatkan opini publik yang telah teracuni hoax. Apalagi, narasi media arus utama melihat peristiwa ini hanya sebagai kudeta! Latar belakang perang ini dan Arab Spring pada umumnya adalah untuk menguasai jalur pipa gas (masalah ekonomi).

Belajar

Narasumber mengapresiasi pencegahan aparatur keamanan negara untuk mengantisipasi petaka serupa. Misalnya, Jend. Tito Karnavian ditarik posisinya dari bawah ke atas agar kepolisian tidak menindak dengan kekerasan pegiat konflik dan radikalisme. Sebaliknya, dengan kerumunan massa maupun lone wolf yang menunggu "dihantam", polisi malah bersikap ramah dan tidak menunjukkan kekerasan. Akibatnya, narasi yang hendak dibangun oleh kaum intoleran menjadi mentah. Indonesia boleh dikatakan lebih siap. Kalau sampai Indonesia jatuh seperti Suriah dan Amerika, betapa bodohnya kita.

SESSI TANYA JAWAB

Apakah mungkin bersikap netral, dalam arti mendukung dua kubu (paslon)?

Jawab:
Di dunia Digital hanya ada dua angka: 1 dan 0. Tidak ada pilihan lain. Kita menjadi netral ketika bisa masuk ke ruang A dan B sekaligus, untuk mencari kaum radikalis. Dimanapun mereka bersembunyi, hadapi! Hanya, gunakan cara yang santun, akhlak, dan sopan. Diam sama dengan pengecut. Di Suriah, orang-orang netral inilah yang pertama kali dipenggal kepalanya ketika ISIS menguasai Suriah. Mereka abai terhadap situasi dan tidak melakukan apa-apa saat mulai ada indikasi serangan hoax. ISIS memenggal kepala mereka demi ditakuti dan makin mahal harganya sebagai tentara bayaran.

Di Indonesia, orang-orang netral ini misalnya silent reader. Mereka tidak like atau comment status, tetapi ketika kebenaran mulai tersingkap, barulah mereka menunjukkan diri. Oleh karena itu, menghadapi orang radikal mesti dengan pemetaan locus yang jelas dan jangan takut menyampaikan kebenaran.Ruang-ruang publik tanpa jaringan internet menjadi solusi tepat untuk kembali menjadi manusia. Jepang sudah mulai dengan era SOCIETY 5.0 untuk mengajak orang kembali menghargai nilai kemanusiaan dengan orang yang nyata, ada. Kebanyakan orang percaya bahwa ada kebaikan. Dalam konteks Pemilu, misalnya, golput sama saja dengan menyerahkan senjata kepada musuh. Peristiwa mancanegara harus menjadi kitab pembelajaran. Ambil sikap kritis.

Dari mana mulai beropini, dan prosedur yang ada apabila dalam perjalanan waktu ada ancaman.

Jawab:
Savenet memiliki team doxing (pencari jejak digital/tracker), pasukan penjemput, dan siap mengadukan pelaku penebar ancaman ke polisi. Ada 43 relawan yang siap membantu terciptanya keamanan beropini di media sosial."Penderitaan menghasilkan puisi", kata bang Denny. Orang mulai beropini ketika ia gelisah dengan situasi intoleran, misalnya. Dengan Facebook, kita bisa mengungkapkan gagasan kita dengan bahasa ujaran (kayak ngobrol dengan teman). Prinsipnya, saya berteman dengan gagasan, bukan dengan orang atau akun sebagai person. Manusia bisa hilang lenyap, tetapi gagasan yang diungkapkan bisa tetap hidup.

Bagaimana jika terjadi kebosanan dalam proses beropini?

WA itu bukan tempat saling serang opini. Itu wilayah pribadi. FB -- boleh dikatakan -- merupakan the real social media. Prinsipnya, saya berpihak pada kebenaran. Anak muda yang apolitis sekalipun tidak mesti dimusuhi. Pertanyaan reflektif: tepatkah kita tinggalkan media sosial di saat negara ini butuh counter narrative untuk membendung opini bermuatan hoax?

Hai anak muda, bersuara lebih keras! Jangan gentar di depan ketidakadilan!

Epilog (Fr Salto)

Di depan pertanyaan Pilatus, "Apa itu kebenaran", Yesus tenang, Yesus tetap diam. Karena Yesus tahu bahwa kebenaran itu sendiri yang akan membela dirinya. Selamat beropini. Dunia Digital, Stop Hoax (kata mc).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun