Mohon tunggu...
Pitut Saputra
Pitut Saputra Mohon Tunggu... Freelance Adventure || Pelukis || Penulis || Seniman

Selalu ada cerita dalam setiap langkah perjalanan, karena hidup adalah sebuah petualangan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Pesona Mudik, Pulang Kampung Halaman, Dari Perspektif Seorang Pedagang Angkringan.

24 Maret 2025   18:08 Diperbarui: 24 Maret 2025   18:35 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Topik menghitung uang hasil berdagang buat persiapan lebaran dan baju baru anak)

Bukan sekali dua kali Topik berpindah tempat berjualan, sejak merantau dari tahun 2004 silam, bahkan berkali-kali hingga bisa menentukan tempat, yang paling pas dan strategis buat berjualan.

"Namanya juga pedagang kecil Mas brow, jadi memang belum mampu buat menyewa sebuah kios untuk bisa berdagang permanent, mungkin baru ini pencapaian saya, setidaknya tetap di syukuri hingga hari ini meskipun masih banyak kekurangan, namun masih bisa tetap survive dan terus berdagang." ujarnya.

"Pelan-pelan yang penting selamat", yah sebuah pepatah Jawa yang seringkali kita dengar ketika berjumpa atau berbicara dengan beberapa orang yang berasal dari Jawa Tengah (khususnya). Sebuah konsep keihklasan dalam melakukan sesuatu, tidak terburu buru, namun tetap penuh pertimbangan dan menuju sasaran dengan selamat. Begitulah sebuah filosofi Jawa yang sarat dengan makna. Meskipun faktanya tak selalu dengan pelan-pelan itu selamat, karena memang ada faktor x yang diluar perkiraan manusia pada umumnya, namun setidaknya sebagai sebuah pegangan refleksi dan pengingat diri, untuk tidak terlalu cepat dalam mengambil keputusan, ini adalah sebuah alarm yang sangat manusiawi, dan njawani banget.

Kembali pada persoalan persiapan menjelang Hari Raya Idul Fitri, dan mudik lebaran ke kampung halaman. Meski terbilang selama puasa ini lumayan agak sepi dagangannya, namun Topik tetap tidak menyerah, setidaknya di Delanggu, Klaten kota yang penuh dengan rasa toleransi ini telah memberikan kesempatan bagi dirinya untuk tetap bisa berjualan di bulan puasa, itu adalah sebuah berkah tersendiri baginya, sebab bila kita melihat di beberapa Daerah lain, memang ada aturan ketat dan khusus terkait jam buka warung, dikarenakan sedang berlangsung Bulan Puasa.

Namun agak berbeda di Delanggu, Masyarakat cenderung lebih santai dan tidak terlalu fanatis dengan aturan ketat masalah Bulan Puasa, karena masyarakat juga sudah cerdas sehingga bisa membedakan mana yang boleh dan tidak, kesemuanya dikembalikan pada pribadi masing-masing, dan adapun bila Bulan Puasa angkringan masih tetap buka, memang rata-rata masyarakat sudah menyadari bahwa mereka para penjual angkringan juga hidupnya susah dan bergantung mata pencahariannya pada usaha berdagang. Jadi meskipun buka pada waktu jam berpuasa pun, masyarakat sudah terbiasa, memaklumi dan tidak menganggap itu adalah sebuah kriminal yang harus di tertibkan.

(Pasar Delanggu, tempat awal tilik merantau meninggalkan kampung halaman)
(Pasar Delanggu, tempat awal tilik merantau meninggalkan kampung halaman)

Toleransi bukan hanya soal beragama namun juga terkait dengan hajat hidup orang lain, justru dengan buka'nya angkringan ini, malah menambah ujian ketaqwaan dan keyakinan kita dalam menjalankan ibadah puasa, bila memang sudah niat dan tekadnya bulat, seberat apapun godaan'nya pasti bisa dilalui, setidaknya itulah fakta yang terjadi disini hari ini. Kesadaran bahwa meskipun mayoritas namun juga ada minoritas yang hidup berdampingan itu seolah membuka kesadaran dan memberikan permakluman pada beberapa hal yang memang semestinya tidak perlu terlalu kaku dalam pelaksanaan. Salut buat Masyarakat Delanggu dalam hal persoalan ini.

Singkat cerita Topik masih bisa berdagang angkringan, dan bisa mengumpulkan nafkah guna persiapan menjelang hari Raya Idul Fitri bersama keluarganya, kerinduan akan kampung halaman dan bayang-bayang wajah orang tua, seakan tak bisa lepas dari raut wajah Topik, yang sudah menyimpan rindu entah untuk berapa waktu lamanya.

Topik anak ke 5 dari 6 bersaudara ini sesekali memang melamun, ketika sedang, tidak banyak pengunjung yang singgah ke warungnya, dan dari gurat kening serta tutur katanya, memang kerinduan itu, seakan membuncah dan berharap Hari Raya Idul Fitri segera tiba, sehingga Dia bisa membawa keluarganya berlebaran ke kampung halaman.

Meskipun tak ada persiapan khusus, selain hanya berupaya membelikan baju baru untuk anak- anaknya agar terlihat lebih rapi dan bersih, di sisi lain sebenarnya ada juga beberapa hal yang seperti di sembunyikan Topik, yakni terkait dengan petualangan dan masa lalunya selama di Kampung halaman.


Pesona masa lalu saat kecil seumuran anaknya itu, seolah menjadi sebuah cerita panjang yang sebenarnya hendak dia ceritakan pada anak-anaknya kelak ketika di kampung, seakan dia ingin bercerita bahwa Ayahmu dulu itu seperti ini nak, kita bermain bersama mengejar belalang, mencari jangkrik di hutan dan membuat sate belalang khas Gunung Kidul, maupun berkelana ke hutan, menggembala sapi di sawah, serta mandi bersama di sungai, atau hal-hal unik lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun