Mohon tunggu...
Pither Yurhans Lakapu
Pither Yurhans Lakapu Mohon Tunggu... Penulis - Pemitra (pejuang mielitis transversa)

Penulis buku "TEGAR!; Catatan Perjuangan Melawan Mielitis Transversa". Twitter: @pitherpung, blog: https://pitherpung.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Suster Itu Kaget Melihatku, "Haah, Masih Ada?"

26 Oktober 2012   09:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:22 2218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Hari selasa (23/10/2012), aku check-up ke RSUD WZ. Yohannes-Kupang atas permintaan Pemda TTS untuk mengevaluasi pegawainya yang sakit. Khusus aku, praktis sudah 2,5 tahun ini tidak menjalankan tugas dan tanggung jawab, hanya hak yang selalu kuterima. Evaluasi ini untuk mengetahui kondisi terakhir secara medis apakah aku masih mungkin bisa melaksanakan tugas-tugas atau tidak. Hasil check-up ini akan dibawa ke Badan Kepegawaian Negara untuk diambil keputusan terhadap status kepegawaianku selanjutnya.

Cerita yang menarik dari kehadiran aku di RS hari itu bukan masalah check-up dan hasilnya tapi kejadian diluar ruangan.

Dua setengah tahun lalu aku melewatkan waktu selama empat bulan dirawat disini untuk sakit yang saat itu didiagnosa sebagai Gullian Barre Syndrome (GBS), dua bulan di ICU dan dua bulan lagi di ruang perawatan. Karena itu, banyak dokter, perawat, suster, pegawai maupun petugas cleaning service yang sudah saling mengenal selain teman-teman yang sudah aku kenal selama ini.

Saat aku didorong dengan kursi roda oleh kakakku lewat lorong menuju laboratorium, kami bertemu dengan seorang suster yang dulu merawatku di blok Bougenvil Kelas I. Si suster kaget melihat aku. Dengan spontan dan nada heran ia berkata, "Haaah...!!! Masih ada...???" Duh sus, jadi suster menganggap aku pasti sudah mati?---tanyaku dalam hati. Suster itu seolah tidak yakin kalau aku masih hidup. Mungkin dulu ketika merawatku ia berpikir bahwa aku tidak akan bertahan hidup lebih lama sesudah pulang ke rumah. Dia tidak menyangka kalau 2,5 tahun kemudian tiba-tiba bisa bertemu kembali denganku dalam kondisi yang lebih baik.

Saya cuma tersenyum melihat tingkahnya itu. Setelah berbasa-basi 3-4 kalimat, aku terus pergi melanjutkan rangkaian check-up-nya.

Setelah selesai melakukan check-up di poliklinik saraf, mata, THT dan jiwa, sekitar jam satu siang sayapun didorong dengan kursi roda ke teras untuk menunggu jemputan.


Saat itu dokter rehab medik (fisioterapy) yang menanganiku dulu terlihat berjalan menuju dan masuk dalam mobilnya yang diparkir tidak jauh dari tempat kami berada. Mungkin sempat ia melirik kearahku dan masih mengenal aku. Ia pun turun dari mobilnya dan melangkah ke arahku. Aku tersenyum memandangnya karena aku juga masih mengenalnya, walaupun fisiknya kelihatan sudah lebih gemuk.

"Ini Pither khan?" tanyanya sambil menyodorkan tangan untuk salaman.
"Iya dok, aku Pither," jawabku.
"Wah puji Tuhan ya, kondisinya sudah jauh lebih baik," katanya lagi.
Kemudian kami sedikit ngobrol tentang perkembangan kesehatan dan fisioterapy yang aku jalani selama ini. Maklum sejak aku meninggalkan RS ini, kami tidak ketemu lagi terlebih aku harus ke Surabaya selama satu tahun untuk terapy disana. Ia melihat perkembangan yang jauh berbeda dibanding dulu karena memang saat itu aku belum bisa duduk di kursi roda, kedua tanganku masih sangat lemah untuk digerakkan atau menggenggam. Akupun belum bisa duduk di kursi roda, kalau dipaksa duduk pasti hanya bertahan 2-3 menit. Sekarang sudah bisa beraktifitas dengan tangan yang sudah normal sambil duduk di kursi roda sampai berjam-jam. Dari raut mukanya nampak dia senang melihat kondisiku sekarang. (Ilmuku dalam membaca raut muka sepertinya berkembang pesat secara alamiah sejak aku sakit, hehehe).
Di ujung obrolan yang singkat itu ia berucap "Semoga lain kali ketemu kamu sudah bisa jalan ya." Amin dokter!
***

Kejadian hari itu mengingatkan kembali bahwa Tuhan selalu bersama aku dan punya rencana dan waktu yang tepat dalam hidupku. Walaupun manusia merasa ragu tapi bagi Tuhan tidak ada yang tak mungkin.

Sang suster begitu kaget mungkin karena yang ada di pikirannya adalah mana mungkin aku bisa bertahan sampai sekarang, mengingat dulu aku harus selalu dibantu O2, dibantu dengan tetesan cairan infus, nafsu makan yang kecil maupun parameter-parameter klinis (mis. tekanan darah, suhu tubuh dan nilai hemoglobin) yang tidak menentu. Raut wajah si suster menunjukkan keheranan padahal seharusnya ia lebih tenang mengingat setiap hari ia pasti berhadapan dengan orang sakit, ada yang tidak tertolong tapi banyak juga yang sembuh. Selalu merawat orang sakit tidak menjamin seorang tenaga medis/paramedis yakin akan hidup mati seseorang. Tuhanlah yang menentukan segalanya. Benar, saat manusia angkat tangan, disitu Tuhan turun tangan.

Sedangkan si dokter fisioterapy nampak lebih gembira bisa melihatku lagi. Aku ingat salah satu targetnya waktu itu bagi pemulihanku adalah minimal aku sudah bisa duduk dan beraktifitas dengan kursi roda saat keluar dari RS. Namun sampai dengan 4 bulan di RS, usaha fisioterapy belum menunjukkan tanda-tanda ke arah itu. Menggerakkan tangan dan jari-jari belum normal, duduk barang 5 menitpun belum bisa, menggerakkan kaki apa lagi. Ekspresi bahagianya pasti dipengaruhi impian minimalnya merawatku dulu menjadi kenyataan setelah melihat aku 2,5 tahun kemudian. Semua proses ini tentu tidak lepas dari campur tangan Tuhan. Manusia punya target, Tuhan punya waktu!!!
___________

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun