Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Hutan, Manusia dan Satwa yang Katanya Tidak Terpisahkan, Lantas Mengapa Ada yang Tersakiti?

10 Juni 2016   15:32 Diperbarui: 10 Juni 2016   15:35 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foggy morning (Pagi berkabut) di Taman Nasional Gunung Palung. Foto dok. Tim Laman, Yayasan Palung

Ada yang bilang hutan, manusia dan satwa merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Lalu bagaimana jika satu kesatuan tersebut terpisah atau tidak menjadi satu kesatuan lagi (ada yang tersakiti)?

Hutan, dikatakan sebagai elemen terpenting bagi sumber kehidupan makhluk hidup termasuk manusia dan satwa. Adanya hutan yang baik sedikit banyak memberikan arti yang tidak ternilai pula bagi manusia dan semua nafas kehidupan yang dimanjakan serta diberikan secara gratis oleh adanya keberadaan hutan.

Bayangkan saja, bila hutan tidak ada, bagaimana jadinya kita bernafas?. Sanggupkah kita membeli udara setiap harinya? atau juga bisakah kita bernafas dengan udara yang tidak disaring?. Kendaraan yang semakin bertambah setiap harinya di kota-kota besar ditambah lagi dengan kegiatan industri. Tentu hal ini menjadi tanda bahwa hutan begitu penting bagi penyediaan udara sebagai sumber hidup.   

Nah, bagaimana seandainya manusia dan satwa serta nafas kehidupan makhluk hidup lainnya hidup tanpa hutan? Hujan yang turun saat musim penghujan tiba, bila tidak ada hutan atau pohon maka sudah pasti tidak diserap oleh akar-akar pohon apa jadinya. Sudah pasti, air akan melimpah dan mengalir tidak tentu arah dan menuju segenap penjuru. Sudah pasti pula manusia dan satwa tidak akan kuat menahan dengan adanya terpaan dan terjangan kekuatan deru air yang mengalir (banjir bandang).

Katanya tatanan kehidupan makhluk hidup menjadi satu kesatuaan yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Sang pencipta menciptakan satu kesatuan bagi semua makhluk yang mendiami bumi ini baik adanya. Namun, bagaimanakah kini (saat ini) terkait satu kesatuan diantara hutan, manusia dan satwa? Masihkah berjalan selaras?.

Entahlah, namun yang pasti berbagai gambaran atau secara kasat mata boleh dikata antara satu diantara hutan, manusia dan satwa tidak lagi berjalan selaras. Hubungan baik yang terjalin diantara ketiganya sudah terlampau bergeser. Hutan dan satwa acapkali menuai derita karena disakiti oleh manusia.

Sakit atau disakiti tertuang dalam realita nyata yang kerap kali muncul. Lihat kerusakan lingkungan (degradasi) hutan yang terjadi oleh karena perluasan areal/lahan berskala besar. Apa sebab yang ditimbulkan dari hal itu?.  Sering kali banjir datang dan muncul kembali berbarengan dengan longsor atau juga kebakaran lahan. Terhimpitnya habitat hidup satwa berupa hutan kian menipis diambang terkikis habis. Demikian pula halnya dengan satwa yang semakin langka dan sulit bertahan dimbah lagi dengan adanya perburuan, serta perdagangan yang kian merajalela. Tentu, hal ini menyedihkan mengapa sampai terjadi.

Kebakaran lahan yang terjadi di Desa Pelang, pada tahun 2015 lalu. Foto dok. Yayasan Palung
Kebakaran lahan yang terjadi di Desa Pelang, pada tahun 2015 lalu. Foto dok. Yayasan Palung
Dari satu kesatuan menjadi (di/ter)sakiti, itu yang terjadi kini. Satu kesatuan kehidupan antara manusia, hutan dan satwa sama halnya dalam ancaman nyata yang tidak bisa dihindari. Manusia sering kali menyalahkan alam dengan sebutan bencana alam. Namun, apakah sesungguhnya alam lingkungan yang salah? atau oleh karena apa alam itu rusak? Mungkin jawaban dari pertanyaan tersebut menjadi suguhan jelas siapa aktor utama terbesar menjadi sebab dan akibat kerusakan alam.

kobaran api di wilayah kecamatan sungai laur yg dijumpai, diperkirakan untuk perladangan atau perkebunan. Foto Dok. Yayasan Palung
kobaran api di wilayah kecamatan sungai laur yg dijumpai, diperkirakan untuk perladangan atau perkebunan. Foto Dok. Yayasan Palung
Memang, dampak kerusakan alam dan lingkungan bisa disebabkan oleh fenomena alam itu sendiri secara alami. Tetapi sesungguhnya penyebab utama dan kerap kali sumber dari dampak adalah manusia. Hal lain pula terjadi adalah saling menyalahkan ketika dampak atau pengaruh (bencana) itu datang. Ini itu karena alam atau lingkungan marah?. Tidak, alam lingkungan tidak pernah marah. Justru alam dan satwa senang hidup berdampingan dengan manusia tanpa syarat. Akan tetapi, apabila mereka (hutan dan satwa) rusak/tersakiti sudah pasti tidak bisa menjaga dan melindungi kita manusia.

Orangutan yg dipelihara_seharusnya orangutan hidup bebas di hutan. Dok. Yayasan Palung
Orangutan yg dipelihara_seharusnya orangutan hidup bebas di hutan. Dok. Yayasan Palung
Sesungguhnya antara manusia, hutan dan satwa sama-sama (ter/di) sakiti. Namun, kita kerap kali lupa atau sengaja lupa bagaimana membina satu kesatuan yang tidak terpisahkan ini. Apabila terjadi dampak barulah kita sibuk untuk mengatasinya dibanding merawat, saling menghargai dan mencintai serta memperlakukan alam (hutan) lingkungan dengan bijaksana. Semoga kita sebagai makhluk ciptaan yang memiliki akal dan pikiran bisa adil dan bijaksana untuk hidup berdampingan serta menjadi satu kesatuan yang utuh untuk saling menjaga dan melindungi. Semoga saja..

By : Petrus Kanisius- Yayasan Palung

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun