Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Puasa dan Kita

10 Maret 2025   15:33 Diperbarui: 10 Maret 2025   16:35 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi:  Puasa. (Foto dok. Shutterstock/Adi purnatama).

Menjalankan puasa tanpa paksaan dari siapa pun sudah selayak dan sepantasnya karena kerelaan untuk membersihkan jiwa dan meningkatkan ketakwaan serta Rahmat dari Allah Sang Sumber pemberi hidup.

Pada masa puasa, saban waktu sampai senja menyapa, tingkah polah kita menahan dahaga, lapar dan menahan hawa nafsu karena titah puasa dari anjuran Sang Pencipta.

Sepanjang waktu selama 30 hari, puasa dijalankan sebagai penanda bagi kita semua bahwa tanggung jawab dan kewajiban bagi umat Islam hingga waktu Idul Fitri tiba.

Ada pula pantang dan puasa bagi umat Kristen, Lebih khusus umat Katolik.  Puasa menurut Gereja Katolik tidak menghentikan asupan makan sama sekali, tetapi mengurangi jumlah asupan makanan yang dikonsumsi oleh seseorang pada hari tertentu. Umat Katolik menjalankan puasa menjelang paskah, selama 40 hari lamanya. Puasa Katolik di berbagai negara, termasuk di Indonesia, bermakna bahwa seseorang hanya boleh makan kenyang sebanyak sekali dalam sehari penuh, tetapi diperbolehkan untuk makan dalam porsi kecil pada waktu-waktu lainnya.

Puasa berarti menahan semua tak hanya lapar dan haus, tetapi pula tentang hawa nafsu, perkataan dan perbuatan mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari (sampai senja menyapa).

Puasa adalah hak dan kewajiban yang harus dijalankan bagi yang berhak puasa. Tidak sedikit yang menjalankannya dengan amanah. Tetapi, ada pula yang menjalankan puasa yang semampunya saja. Ketika puasa pun, tak jarang kita didera oleh ego dan emosi diri yang terkadang sulit untuk dibendung.

Ada yang menjalankan puasa dengan sepenuh hati dan kerendahan hati. Tentu ada pula yang menjalankan puasa dengan semampunya karena berbagai alasan dan kondisi yang tak harus memaksa, misalnya ketika sakit atau perempuan ketika sedang berhalangan.

Puasa dan kita, sejatinya menjadi cara refleksi diri kita secara pribadi akan tanggung jawab kepada Sang Pencipta yang hakiki.

Sebagai pengingat, kita acap kali lupa atau bahkan sengaja lupa akan apa yang telah kita lakukan tekait tingkah polah kita (perilaku kita). Tak jarang ucapan perkataan, perbuatan kita baik sengaja atau tidak bisa melukai atau bahkan menyakiti perasaan orang lain.

Ego diri yang menguasai diri mungkin masa-masa puasa menjadi salah satu cara yang bisa dirubah dengan cara pertobatan dan mawas diri. Ego dirilah yang terkadang yang mengungkung kita yang semestinya dirubah/menyesuaikan diri dengan lingkungan atau sekitar kita serta ke sesama kita untuk saling menghargai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun