Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Objek Wisata Bersejarah Bukan Objek "Komersialisasi" tapi Juga Edukasi

14 Desember 2016   12:57 Diperbarui: 14 Desember 2016   13:07 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belanda dan Indonesia memiliki ikatan saudara yang erat, ini karena masa jajahannya yang begitu lama. Terlepas dari negeri bekas jajahan, Negara diwarisi begitu banyak peninggalan bersejarah berupa bangunan-bangunan kolonial, nan fenomenal.

Pada dasarnya semua penjajah penindas kemerdekaan suatu bangsa dan negara. Namun tanpa penjajahan itu barangkali Negara kita tidak akan mengenal apa arti sebuah perjuangan dan kemerdekaan.

Akan tetapi peninggalan sejarah nan fenomenal tersebut kurang mendapat simpati dari bangsanya sendiri, seperti corat-coretan yang tertera di dinding Fort Roterdam begitu menodai saksi bisu benteng peninggalan belanda yang begitu disanjung di kota Anging Mammiri Makassar.

(Dokpri/Subhan)
(Dokpri/Subhan)
Berikut nama-nama mereka yang tertoreh  menggunakan spidol dan pulpen. Anak-anak sekolah relatif mendominasi kecerobohan, usil, kreatif mengotori tembok Fort Rotterdam, tidak bertanggungjawab menjaga kebersihan lingkungan benteng; Muh. Adhieya, Arie Erlangga A. GOOD, Angga, Nur Fahmi Putri (putee VII A), Fariska Amelia, Shefriyani, Nurul Arwini IX 6 (Spelmand), Ainun Fatima “Alifia”, Meilini Putri, Iyan dan Aufia, Didar, Intan Maharani, Adnan, Haikal, Fani, Nafa putri, Wiranto, Wahyu, Alya, Tarisa, Elan Abdillah, Eky, Albani, Andi Visca Irfa nysa, Andi putri, #Benteng.

(Dokpri/Subhan)
(Dokpri/Subhan)
Setelah membaca postingan ini, harapan saya adalah ada itikat baik dari individu atau pihak sekolah berinisiatif membersihkannya, apabila nama-nama yang terukir indah pada tembok peninggalan belanda ini berstatus sebagai pengunjung dalam rangka study tour untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Bukankah, tujuan utama mengunjungi ojek wisata bersejarah sebagai wisata edukasi juga merupakan bagian dari aksi nyata pelestarian cagar budaya, bukan malah merusak dengan perbuatan vandalisme, itu artinya kita sama saja sebagai penindas masa kini. Berani berbuat sudah sepantasnya berani mempertanggungjawabkan perbuatan tadi dengan cara membersihkannya.

(Dokpri/Subhan)
(Dokpri/Subhan)
(Dokpri/Subhan)
(Dokpri/Subhan)
Saat ini nampaknya pemerintah setempat segera melakukan tindakan persuasif terhadap para pengunjung khususnya pelajar, jangan hanya sebagai tempat komersialisasi, saya melihat “keihklasan” para pengurus juga dipertanyakan. Pada diam saja setelah mendapat uang masuk. Termasuk pengisoliran Ruang Tahanan Pangeran Diponegoro dari tujuan wisata bersejarah. Ma’af, apakah kudu membayar terlebih dahulu untuk dapat memasuki ruangan tahanan tersebut?.  

Untuk meningkatkan daya tarik wisatawan baik itu lokal maupun mancanegara. Pengelola tersebut sudah saatnya membudayakan hidup bersih, sebagai bukti ‘kebersihan sebagian dari iman’ dengan aksi tidak corat-coret atau buang sampah sembarangan, khususnya tempat-tempat objek wisata.

Makassar, 14 Desember 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun