Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pengalaman "Terlambat" Berkenalan dengan Sinovac

14 November 2021   11:42 Diperbarui: 14 November 2021   23:16 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Klinik Polda Sulsel Jl. P. Kemerdekaan Makassar. Sabtu (13/11/2021). Foto: Pribadi

Pada tensipertama dilengan tangan bagian kanan, tekanan darah terbilang tinggi. Dari hasil tensi, tekanan darah 187 per 115, oleh petugas tensi dianjurkan istirahat dulu 5 menit, agar tekanan darah menurun.

Pasca rehat 5 menit kembali dilakukan tensi kedua masih lengan bagian kanan, tekanan darah masih tergolong tinggi yakni, 186.

Antrian untuk mendapatkan vaksin pertama dan kedua di Klinik Polda Sulsel (dokpri)
Antrian untuk mendapatkan vaksin pertama dan kedua di Klinik Polda Sulsel (dokpri)

Petugas kesehatan Polda Sulsel kembali menyarankan untuk ganti lengan kiri. Setelah dicoba, tensi darah ke ketiga ternyata tekanannya turun menjadi 168 per 117 dan itu belum meloloskan saya untuk melanjutkan ke pemeriksaan lanjutan.

Bagian kesehatan Polda Sulsel lagi-lagi menyarankan untuk istirahat sejenak, sebelum melakukan tensi darah lanjutan. Usai percobaan tensi ke empat, alhamdulillah, tekanan darah mendadak turun drastis 171 per 107. Dalam hati bertanya-tanya, alatnya yang error atau saya yang kurang istirahat kok perubahannya begitu drastis, padahal alat tensi darahnya sudah digital. Pastinya akurasi pengukuran tekanan lebih canggih ketimbang konvensional.

Ah, sudahlah yang penting lolos dari tensi tekanan darah, proses berikutnya menuju meja dokter sekaligus "diinterogasi" beberapa pertanyaan dari dokter, sebelum vaksin diberikan.

Dokter juga menyarankan saya untuk sering-sering tensi tekanan darah ke Puskesmas maupun Rumah Sakit dan minum obat tekanan darah, dengan fasilitas BPJS, mendengar itu saya hanya menjawab singkat, "baik dok,".

Setelah itu saya ditanya mengenai kondisi kesehatan mulai dari maag, jantung, alergi obat, riwayat penyakit Covid-19, minum obat apa, tanya dokter. "Saat ini masih minum obat anti epilepsi dan kejangnya terkontrol dok," saya menjawab pertanyaan dokter.

Ketika saya menjawab tentang obat epilepsi, tenaga kesehatan yang memeriksa saya menanyakan kondisi saya saat ini, "sudah makan pak," saya menjawab sudah dok.

Usai itu saya dinyatakan bisa melanjutkan proses vaksinasi. Langkah selanjutnya menuju meja bagian registrasi pendataan sebelum divaksin.

Tidak lama menunggu antrian, giliran nama saya dipanggil, melalui proses yang cukup membuat deg-degan, begitu masuk meja terakhir untuk "eksekusi" saya langsung disuntikkan vaksin covid-19 jenis Sinovac, rasanya plong bisa mendapat vaksin. Ternyata vaksin mirip imunisasi waktu bayi hanya namanya yang berbeda. Sakitnya persis kayak digigit semut merah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun